Para Pembuat Produk Khayal

Para Pembuat Produk Khayalan (Mitos)

Kata mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu muthos,’ yang secara harfiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu  yang dikatakan seseorang; dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama. Kata ‘mythology’ dalam bahasa Inggris menunjuk pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos.[1]

A. Sudiarja menjelaskan bahwa mitos merupakan kisah suci yang diceritakan berulang kali oleh para ketua masyarakat secara lisan, dan hal ini hanya terjadi hanya pada agama-agama sederhana yang sering diistilahkan dengan nama agama primitif.[2]

B. Malinowski menyatakan bahwa mitos merupakan pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang realitas asli, yang masing-masing dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan primitif[3] Mitos distilahkan sebagai narasi hiperbola yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang terhadap kisah suci tertentu. Mitos yang hiperbola ini disebut oleh Ibn Khaldun, seorang sosiolog Muslim, dengan istilah al-maghalith (kesalahan-kesalahan).

Thaha Husain menyebutnya dengan nataj al-khayal (produk khayalan) dan Ibn Qudamah menyebutnya dengan ghuluw (berlebihan dalam mendeskripsikan sebuah objek hingga terkadang keluar dari karakter aslinya dan tidak alami).[4]

Dalam agama primitif atau agama ardhi, mitos telah menjadi sebuah dasar dalam pijakan beragama bagi mereka. A. Sudiarja mengatakan bahwa  salah satu hal yang penting dalam narasi agama masyarakat sederhana (primitif) adalah mitos dan mitos bisa dikatakan telah memerankan pengetahuan religious yang awal dari masyarakat manusia.[5]

Sudiarja melanjutkan bahwa mitos boleh dikatakan merupakan pengungkapan awal mengenai kenyataan, sejauh dipersepsikan oleh manusia sederhana, dan mitos baru diketahui kemudian hari ketika ilmu agama mulai berkembang.

Mitos dalam agama ardhi telah menjadi dasar hukum serta perilaku dalam peribadahan dan hubungan sosial. Tapi bagi agama samawi yaitu Islam, mitos tidak bisa berlaku dalam keyakinan pemeluknya, karena Islam sebagai satu-satunya agama samawi memiliki panduan Ilahiyah yang begitu jelas yaitu wahyu yang diturunkan oleh Alloh ., berupa Al-Qur`an dan Al-Hadits. Ada beberapa hal yang menjadi “pembeda” antara mitos dengan kisah-kisah Islam, yang paling terdeteksi dengan jelas adalah mitos sebagai kisah suci tidak pernah memerlukan sumber berita, bersifat spontan, alamiah dan turun-temurun dari setiap generasi.[6]

Sedangkan kisah-kisah suci dalam Islam memeliki standar sumber berupa riwayat-riwayat yang disepakati kebenarannya. Seperti kisah-kisah yang terdapat dalam Shiroh Nabawiyyah telah melalui proses penelitian ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah sehingga kisah hidup Nabi . yang sampai kepada umatnya hari ini dapat terminimalisir dari penyimpangan.

Dr. Ibrahim Yahya menjelaskan, bahwa seluruh metode kisah dalam Islam memakai metode objektif yang digali melalui timbangan ilmiah dalam kaidah ilmu Mustholah al-Hadits.  Dan para penulis sejarah Rosululloh mengaplikasikan kaidah-kaidah ini untuk meneliti dan mencermati berita-berita yang mereka temukan yang berkaitan dengan sejarah tersebut,[7]

Para Pembuat Produk Khayal

Pada awalnya mitos hanyalah sebuah cerita verbal yang diceritakan turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya, namun pada perjalanannya ketika budaya menulis sudah muncul di tengah-tengah manusia, maka pada agama Hindu mitos-mitos tersebut dikumpulkan menjadi sebuah karya “Kitab Suci” mereka yang dinamakan dengan Veda dan Unipashad. Adapun pada agama Yunani mitos seputar dewa-dewa mereka dituliskan oleh Homerus yang mengarang buku Iliad dan Odessey, kemudian Hesiodus mengarang Theogony (buku yang menceritakan tentang dewa-dewa), walaupun kumpulan dari mitos Yunani tersebut tidak sampai menjadikannya sebagai kita suci tapi buku-buku mitos tersebut telah berubah fungsi menjadi sumber filsafat bangsa Yunani dan dunia.[8]

Dalam dunia Islam kisah-kisah mitos tidak sedikit, bahkan tidak jarang mitos-mitos tersebut mengakibatkan penyimpangan dalam akidah seorang Muslim. Imran seorang penulis sejarah Syaikh Abdul Qadir Jailani, menyatakan bahwa pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani adalah dilarang dalam Islam karena pembacaan tersebut memiliki niat yang berlebih-lebihan, seperti mengharapkan dagangan cepat laku atau untuk mengusir makhluk halus.[9]

Pemunculan mitos dalam kisah-kisah Islam tidak terlepas dari 2 kelompok yaitu kelompok Sufiyyah dan Syi’ah yang telah menulis tentang  karomah para imam, dan pemimpin agama mereka serta setiap kisah tersebut mereka pun menambahkan kisah-kisah keutamaan para imam-imam mereka dengan kisah-kisah palsu.

Misalnya mitos Syaikh Abdul Qodir Jailani yang dikarang oleh kelompok Sufiyyah dari thoriqot Al-Qodiriyyah. Di antaranya kemampuan Syaikh yang mampu menghidupkan burung yang telah mati disebabkan karena pandangannya.[10]

Dr. Ihsan Ilahi Dhahir menjelaskan bahwa ajaran tasawuf memiliki agenda kuat untuk memasarkan akidah-akidah Yahudi, Kristen, sekte-sekte di India,  dan sekte-sekte  di Persia seperti agama Budha, Hindu, Zoroaster, Platoisme modern, dan pembuatan mitos dari wali-wali mereka bukanlah suatu yang kebetulan.[11] Adapun Syi’ah membuat tentang mitos para imam Syi’ah 12 sebagai sosok manusia suci, memiliki karomah, dan memiliki sifat ketuhanan, seperti pernyataan dari Al-Kulaini[12] , “Kami (para imam 12)[13] orang–orang kepercayaan Alloh di Bumi-Nya. Kami (para imam 12) mempunyai ilmu tentang musibah, kematian, nasab keturunan Arab, dan kelahiran Islam. Jika kami melihat seseorang, maka kami tahu apakah ia betul-betul beriman ataukan betul-betul munafik.”[14]

Mitos dalam kisah-kisah Islam secara substantif memiliki kesamaan dengan kisah-kisah mitos dewa-dewa dalam agama Hindu dan Yunani. Seperti mitos penciptaan seluruh alam semesta disebabkan nur Muhammad (cahaya Muhammad), diduga kuat merupakan pengaruh dari mitos filsafat kuno dan mitos kaum Kristen terhadap Nabi Isa As.[15]

Jika kumpulan mitos dari umat Hindu menjadi kitab suci Veda, sedangkan mitos keramat dari para wali terkumpul dalam kitab-kitab yang mengistilahkan dengan Manakib. Manakib merupakan karya dari para sarjana Islam pada era skolastik yang cukup berharga, misalnya untuk manakib Syaikh Abdul Qadir Jailani kurang lebih 13 karya manakib. Manakib-manakib ini biasanya menginformasikan tentang biografi tentang wali tertentu dan dan ditambahkan tentang mitos-mitos sang wali secara hiperbola.

Idealitas Umat Islam Terhadap Mitos

Seorang Muslim tidak boleh rasionalis tapi juga jangan sampai irasional. Seluruh kisah yang menceritakan tentang keutamaan seseorang atau satu wilayah tertentu, harus bisa diterima oleh akal yang sehat, dimana akal yang sehat tidak mungkin bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-Hadits. Tanpa menolak terhadap karomah yang mungkin bias saja Alloh berikan kepada siapapun yang Alloh kehendaki, tapi bersikap berlebihan (ghuluw) adalah sebuah kesalahan.

Dengan sikap mengedepankan keilmiahan seorang Muslim harus dapat membedakan, bahwa setiap kisah yang menceritakan tentang orang-orang suci dan dinisbatkan kepada Islam tetapi validitas sumbernya tidak terjaga, maka kisah tersebut hanyalah sebuah mitos.

(Red-HASMI)


[1] Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1995, hlm. 147.

[2] A. Sudiarja, Agama di Zaman Yang Berubah, Yogyakarta, : Penerbit Kanisius, 2006, hlm. 94.

[3] Dhavamony, Fenomenologi Agama, hlm. 147

[4]Gus Irwan Masduki, Mitos-mitos Seputar Syekh Abdul Qodir Al-Jailani: Kritik Irasionalitas Dalam Tradisi NU, [online], http://www.as-salafiyyah.com/2011/03/mitos-mitos-seputar-abd-al-qadir-al.html.

[5] A. Sudiarja, Agama di Zaman Yang Berubah, hlm. 92.

[6] Ibid.

[7]Dr. Ibrahim Yahya, Metode Ilmiah Dalam Periwayatan Sirah Nabawiyah, [online], http://sirahnabawiyah.wordpress.com/2010/01/19/metode-ilmiah-dalam-periwayatan-sirah-nabawiyah/

[8] A. Sudiarja, Agama di Zaman Yang Berubah, hlm. 94.

[9] Muhammad Hamidi, Mitos-mitos Dalam Hikayat Abdul Qodir, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2003, hlm.3.

[10] Dr. Ihsan Ilahi Dhahir, Darah Hitam Tasawuf Studi Kritis Kesesatan Kaum Sufi, Jakarta: Darul Falah, 1998, hlm. 298,

[11] Ibid, hlm. 129

[12] Seorang tokoh Syi’ah yang sangat terkenal.

[13] Para Imam Syi’ah 12 adalah: Ali bin Abi Tholib, Al-Hasan bin Ali, Al-Husein bin ‘Ali, Muhammad bin ‘Ali bin Al-Husain, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far, Musa bin Ja’far, ‘Ali bin Musa, Muhammad bin ‘Ali, ‘Ali bin Muhammad, Al-Hasan bin ‘Ali, Muhammad bin Al-Hasan.

[14]  Lajnah Ilmiah Hasmi, Syi’ah Bukan Islam, Bogor, Marwah Indo Media, 2009,  hlm. 38.

[15]  Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf Belitan Iblis, Jakarta, Darul Falah, 2001, hlm. 65.

Check Also

Melihat Masa Depan Melalui Telapak Tangan, MUNGKINKAH…??

Melihat Masa Depan Melalui Telapak Tangan, MUNGKINKAH…?? Hari ini tak sulit untuk kita dapatkan orang-orang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *