Al-Qur’an merupakan petunjuk Alloh yang sangat sempurna dan rahmat-Nya yang sangat agung. Sungguh tak ternilai betapa besarnya nikmat Alloh yang berupa al-Qur’an. Dengannya umat manusia di keluarkan dari kegelapan menuju cahaya. Dengan al-Qur’an manusia mengetahui jalan keselamatan dunia dan akhirat. Ia adalah wahyu Ilahi yang bersih dari kesalahan, tali Alloh yang kokoh, dan jalan-Nya yang lurus. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya, maka ia terbimbing ke jalan yang lurus. Barangsiapa yang berpaling darinya, maka ia pasti tersesat.
Demikian juga dengan as-Sunnah sebagai sumber kedua dalam Islam, ia merupakan penjelas al-Qur’an. Dengan berpegang teguh pada keduanya, maka umat manusia akan berada di atas kebenaran dan selamat dari kesesatan. Hal ini sebagaimana telah diwasiatkan oleh Rosululloh dalam sebuah sabdanya. Dari Abu Huroi-roh , ia berkata bahwa Rosululloh bersabda:
(( إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ، وَلَنْ يَتَفَرَّقاَ حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ ))
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh dengan keduanya: Kitabulloh dan Sunnahku. Keduanya tidak akan pernah berpisah hingga keduanya mendatangiku di telaga (al-Kautsar).” (HR. al-Hakim dan Malik; dishohihkan al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi)
Manusia, setinggi apapun tingkat kecerdasannya, tetap menyandang sifat kebodohan.
Alloh berfirman:
“Sesungguhnya manusia itu amat dzolim dan amat bodoh.” (QS. al-Ahzab [33]: 72)
Termasuk dari rahmat Alloh kepada hamba-hamba-Nya ialah Dia tidak membiarkan mereka berada dalam kebingungan dan kebodohan tentang jalan hidup yang harus ditempuhnya, tentang aturan yang harus diikuti-nya, dan tentang rambu-rambu yang mesti dipatuhinya. Alloh menurunkan kepada mereka kitab-Nya yang penuh barokah, yang akan membimbing mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Alloh berfirman:
“Dan inilah kitab yang Kami turunkan yang penuh berkah, maka ikutilah ia dan bertakwalah agar kalian diberi rahmat.” (QS. al-A’rof [7]: 155)
Kesempurnaan al-Qur’an dan as-Sunnah
Seluruh permasalahan agama mulai dari yang ushul (pokok) sampai furu’ (cabang), demikian juga semua hal yang dibutuhkan oleh seorang hamba dalam kehidupan dunia dan akhiratnya, maka syari’at telah datang untuk menjelaskan semuanya. Ini adalah bagian dari rahmat Alloh kepada para hamba-Nya. Alloh menegaskan tentang kesempurnaan kitab-Nya:
“Dan telah Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. an-Nahl [16]: 89)
Sebelum Rosululloh wafat, Alloh telah menyem-purnakan agama-Nya ini dan telah mencukupkan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Alloh berfirman:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan bagi kalian nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhoi bagi kalian Islam sebagai agama.” (QS. al-Ma’idah [5]: 3)
Kewajiban Mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah
Mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber hidayah, kunci keselamatan, dan penjaga dari kesesatan. Hampir tidak terhitung banyaknya dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mewajibkan para mukallaf (setiap orang yang berakal sehat dan dewasa) untuk mengamalkan al-Qur’an dan Sunnah.
Alloh berfirman:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kalian mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. al-A’raf [7]: 3)
Yang dimaksud dalam ayat tersebut dengan :
“Apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian” adalah al-Qur’an dan juga as-Sunnah yang menjelaskan isi kandungan al-Qur’an.
Alloh berfirman:
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kalian (tunduk) kepada hukum yang Alloh telah turunkan dan kepada hukum Rosul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS. an-Nisa’ [4]: 61)
Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang ketika diseru untuk mengamalkan al-Qur’an dan as-Sunnah ia merasa enggan dan menghalang-halangi manusia dari mengikuti keduanya, maka ia termasuk dalam golongan orang-orang munafik. Karena, yang menjadi ‘ibroh (pelajaran) dalam ayat tersebut adalah keumuman lafazhnya, bukan sebab turunnya yang khusus.
Alloh juga berfirman:
“Maka jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (Sunnahnya), jika kalian benar- benar beriman kepada Alloh dan hari akhir.” (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
Mengembalikan kepada Alloh dan Rosul-Nya adalah mengembalikannya kepada al-Qur’an dan as-Sunnah setelah beliau wafat.
Alloh juga mengaitkan sikap mengembalikan permasalahan kepada Alloh dan Rosul-Nya ketika terjadi perselisihan, dengan keimanan, sebagaimana firman-Nya, “Jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari akhir.”. Dengan demikian dapat dipahami, apabila seseorang mengembalikan perselisihan kepada selain Alloh dan Rosul-Nya , berarti orang tersebut belum beriman kepada Alloh dan hari akhir.
Alloh juga berfirman:
“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah ditu-runkan kepada kalian dari Robb kalian sebelum datang kepada kalian adzab dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak menyadarinya.” (QS. az-Zumar [39]: 55)
Tidak diragukan lagi bahwa al-Qur’an adalah sebaik-baik apa yang telah diturunkan Alloh kepada kita, sedangkan as-Sunnah menjelaskan isi kandungan al-Qur’an tersebut. Alloh mengancam siapa saja yang enggan mengikuti sebaik-baik apa yang telah diturunkan Alloh kepada kita dengan firman-Nya, “…sebelum datang kepada kalian adzab dengan tiba-tiba, sedang kalian tidak menyadarinya.” (QS. az-Zumar [39]: 18)
Alloh juga berfirman:
“Apa saja yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya dari kalian maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh amat keras hukuman-nya.” (QS. al-Hasyr [59]: 7)
Firman Alloh , “Sesungguhnya Alloh amat keras hukumannya,” mengandung ancaman keras terhadap orang-orang yang tidak mengamalkan Sunnah Rosu-lulloh . Apalagi jika ia menganggap bahwa pendapat seseorang lebih baik daripada Sunnah beliau.
Alloh juga berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosululloh itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari kiamat dan ia banyak menyebut Alloh.” (QS. al-Ahzab [33]: 21)
Uswah artinya teladan yang diikuti. Oleh karena itu, seorang Muslim wajib menjadikan Rosululloh sebagai teladannya, yaitu dengan mengikuti Sunnah beliau.
Alloh berfirman:
“Maka demi Robbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisih-kan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa’ [4]: 65)
Dalam ayat ini, Alloh bersumpah bahwa mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan Nabi sebagai hakim dalam segala urusan yang mereka perse-lisihkan.
Siapa saja yang tidak mau tunduk kepada hukum Rosululloh berarti ia telah mengikuti hawa nafsunya dan ia pasti tersesat.
Alloh berfirman:
“Jika mereka tidak memenuhi seruanmu (wahai Muhammad), maka ketahuilah bahwa sesungguh-nya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Alloh se-dikitpun? Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.” (QS. al-Qoshosh [28]: 50)
Memenuhi seruan Rosululloh , setelah wafatnya, adalah dengan kembali kepada Sunnahnya, yang merupakan penjelasan terhadap isi kandungan al-Qur’an.
Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Nabi tidak mengikuti sesuatupun kecuali wahyu yang diturunkan kepadanya.
Alloh berfirman:
“Katakanlah: ‘Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesung-guhnya aku takut jika mendurhakai Robbku kepada siksa hari yang besar (kiamat).”“ (QS. Yunus [10]: 15)
“Katakanlah: aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa perbendaharaan Alloh ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghoib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. al-An’am [6]: 50)
Alloh berfirman tentang Nabi-Nya :
“Katakanlah (hai Muhammad): “Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kalian dengan wahyu.” (QS. al-Anbiya’ [21]: 45)
Pada ayat tersebut, Alloh memberi batasan dalam memberi peringatan hanya sebatas wahyu yang diturun-kan, tidak boleh lebih dari itu.
Alloh berfirman:
“Katakanlah: “Jika aku sesat, maka sesungguhnya aku sesat atas kemudhorotan diriku sendiri; dan jika aku mendapat petunjuk, maka itu adalah disebabkan apa yang diwahyukan Robbku kepa-daku. Sesungguhnya Dia Maha mendengar lagi Maha dekat.” (QS. Saba’ [34]: 50)