Jika kita memperhatikan dan merenungi kembali ayat-ayat Alloh [swt] di dalam al-Qur’an al-Karim, kita akan dapati bahwa isi atau kandungan al-Qur’an sangat lengkap, sempurna dan komprehensif. Di dalamnya dijelaskan tentang akidah (keyakinan), hukum-hukum, kabar gembira bagi orang yang beriman dan ancaman bagi yang kafir. Di samping itu, Alloh [swt] juga menceritakan tentang kisah-kisah para Nabi dan Rosul, kisah orang sholih, kisah para pembangkang dan kafir kepada Alloh [swt] dan banyak lagi kisah-kisah lainnya yang sengaja Alloh [swt] sebutkan agar menjadi ibroh atau pelajaran bagi generasi setelah mereka. Sebagaimana yang disinyalir dalam firman-Nya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat ibroh (pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. Yusuf [12]: 111)
Berbicara, bertanya atau berdialog merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Dan bahkan salah satu cara atau jalan untuk meraih ilmu adalah dengan bertanya dan berdialog sebagaimana yang telah digambarkan dalam banyak ayat dan hadits Nabi .
Seorang sahabat Nabi [saw] yang dikenal dengan keberaniannya. Ia adalah kholifah Rosululloh [saw] yang kedua, ia adalah sosok manusia yang bukan hanya ditakuti oleh manusia saja tapi setan pun merasa ngeri dengan dirinya, beliau dijuluki dengan julukan al-Faruq, beliau adalah `Umar bin al-Khoththob .
Pada suatu kesempatan beliau bercerita: “ Pada suatu hari, ketika kami tengah berada di majelis bersama Rosululloh [saw], tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun di antara kami yang mengenalnya”.
Umar dan para sahabatnya merasa aneh dengan kedatangan laki-laki tersebut yang memang sangat asing bagi mereka, karena jika laki-laki itu datang dari jauh (luar Madinah) tentu akan terlihat dari bajunya yang kusut dan berdebu, rambutnya acak-acakan dan seterusnya, akan tetapi tidak terlihat hal itu pada laki-laki tersebut.
`Umar meneruskan ceritanya, “Lalu ia duduk di hadapan Rosululloh dan menyandarkan lututnya pada lutut Rosululloh dan meletakkan tangannya di atas pahanya, selanjutnya ia berkata,” Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam”, Rosululloh menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Ilah yang berhak disembah selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh , engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitulloh jika engkau mampu melakukannya.” Orang itu berkata, “Engkau benar,” kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya.” `Umar kembali merasa aneh dengan sikapnya yang luar kebiasaan, ia bertanya dan juga membenarkannya.
“lalu orang itu berkata lagi,”Beritahukan kepadaku tentang Iman,” Rosululloh [saw] menjawab, “Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Orang tadi berkata, “Engkau benar.” Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan,” Rosululloh menjawab, “Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu.”
Orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang hari kiamat” Rosululloh menjawab, “Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.”
Selanjutnya orang itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya,” Rosululloh [saw] menjawab, “Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan putrinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan.” Kemudian pergilah ia (laki-laki tersebut), aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rosululloh [saw] berkata kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?” Saya menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui.” Rosululloh [saw] berkata, “Ia adalah Malaikat Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian”. (HR. Muslim)
Dari dialog antara Rosululloh [saw] dan Jibril [alayhis] di atas dapat kita petik beberapa mutiara faidah antara lain;
Pertama, bertanya adalah salah satu metode pembelajaran yang sangat epektif.
Kedua, bolehnya bertanya sesuatu yang sudah diketahuinya dengan maksud agar yang belum tahu bisa mengambil pelajaran.
Ketiga, beradab dalam menuntut ilmu.
Keempat, seseorang berbeda-beda dalam keimanannya.
Kelima, Kedudukan ihsan adalah lebih tinggi dari pada iman dan Islam, karena setiap yang ihsan pasti sudah iman dan tidak sebaliknya.
Keenam, Rosululloh [saw] meskipun utusan Alloh dan Rosul pilihan, tetap saja tidak mengetahui hal yang ghoib tanpa ada wahyu dari Alloh [swt].
Ketujuh, Nabi [saw] hanya mengetahui tanda-tanda kiamat saja.
Kedelapan, Dianjurkan mengatakan ”Alloh yang Maha Mengetahui” pada hal yang kita tidak ketahui.
Kesembilan, Islam, Iman dan Ihsan adalah cakupan agama yang diridhoi Alloh [swt].
Demikianlah beberapa faidah yang bisa kita ambila dari kisah di atas semoga bermanfaat bagi kita semua baik di dunia maupun di akhirat. WAllohu a’lam.
(Red-HASMI/grms/Abu Umair Lc)