Keluarga Bertaburkan Cinta – Berkeluarga merupakan salah satu langkah maju bagi setiap pemuda dan pemudi dalam kehidupan ini. Terbentuknya keluarga dengan akad yang suci lagi mulia menjadi titik mula kehidupan baru bagi dua sosok manusia. Hanya saja perjalanan indah itu penuh dengan ujian dan cobaan. Walaupun seperti itu, kehidupan berkeluarga dapat dihiasi dengan taburan cinta yang membawa keluarga kepada kebahagiaan baik di dunia maupun akhirat.
Keluarga muslim yang dimuliakan Alloh subhanahu wata’ala…
Untuk menghilangkan penasaran, mari kita perhatikan beberapa point berikut yang dapat diambil faidah dalam meraih keluarga yang penuh dengan cinta:
1. Cinta karena Alloh
Pertama yang perlu diperhatikan dalam mengarungi bahtera rumah tangga adalah cinta karena Alloh subhanahu wata’ala. Karena cinta itu adalah cinta yang hakiki. Seorang suami mencintai istrinya karena Alloh subhanahu wata’ala, bukan karena hal-hal yang lainnya yang dapat merusak ibadah, seperti: kecantikan/ketampanan, kekayaan, atau keturunan darah biru. Semua itu cinta yang semu karena cinta itu akan hilang dengan hilangnya kecantikan, lenyapnya kekayaan, dan rusaknya nasab atau keturanan.
Perasaan cinta atau kasih sayang kepada istri atau suami yang berdasarkan karena Alloh subhanahu wata’ala akan melekat dalam keluarga itu selama-lamanya, walaupun sudah tua renta, atau saat musibah miskin melanda. Bahkan cinta tersebut dapat terjalin kembali setelah kematian memisahkan mereka berdua, yaitu di akhirat kelak, di surga Alloh subhanahu wata’ala.
Begitu pula, cinta yang ditumbuhkan kepada anak sebagai anugerah dan amanah dari Alloh . Mencintai mereka karena Alloh , memberikan kebutuhan mereka sesuai kemampuan dan sesuai kehendak Alloh yang dicintai-Nya, baik kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhannya tentang pendidikan Islam. Bukanlah sebuah arti cinta kepada sang anak dengan menuruti semua kemauan sang anak, karena tidak semua kemauan sang anak sesuai dengan kemauan Alloh , namun semua kemauan Alloh yang syar’i pasti kebaikan bagi sang anak.
Alhamdulillah…. Waktu masih tersedia bagi kita untuk merajut cinta hakiki ini dalam bahtera keluarga, dan siapkanlah diri anda untuk merasakan manisnya iman seperti yang disabdakan oleh Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ، وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ ؛ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ، أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ
“Ada tiga hal; apabila seseorang dapat menjalankannya mendapatkan manisnya iman: pertama menjadikan Alloh dan Rosul-Nya lebih dicintainya dari selainnya. Kedua; dia mencintai seorang hanya karena Alloh .”
(HR. Bukhori dan Muslim)
2. Saling Tolong Dalam Ketaatan
Cinta merupakan perkara hati yang tidak dapat diketahui kebenarannya melainkan dari perkataan dan perbuatan orang yang menyatakannya. Seorang yang mengaku cinta kepada istri atau suami tetapi tidak pernah senyum, menasehati atau perkara baik lainnya, bahkan membantunya dalam berbuat kemaksiatan. Itu dapat dikatakan cinta yang tidak benar karena tidak adanya kesesuaian antara hati, lisan dan perbuatan.
Salah satu bukti, cinta yang benar adalah saling tolong menolong dalam hal kebaikan, dan mencegah orang yang dicintai dari perbuatan kemaksiatan. Jika anda mencintai suami atau istri, maka buktikanlah kebenaran cinta anda dengan mengajaknya untuk berbuat amal ketaatan (kebaikan) kepada Alloh subhanahu wata’ala. Dengan adanya saling tolong menolong dalam kebaikan di dalam keluarga dapat menyebabkan turunnya rahmat Alloh subhanahu wata’ala yang sangat besar dan agung, sehingga keluarga itu penuh dengan cinta dan kasih sayang. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِيْ وَجْهِهَا اْلماَءَ. رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ الَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَّتْ فَصَلَّى فإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِيْ وَجْهِهِ اْلماَءَ.
“Alloh merahmati seorang laki laki yang bangun malam lalu ia sholat dan membangunkan istrinya untuk sholat, bila enggan ia percikkan air kewajahnya. Semoga Alloh merahmati seorang wanita yang bangun malam lalu ia sholat dan membangunkan suaminya untuk sholat, bila enggan ia percikkan air kewajahnya.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Abu Hurairoh)
3. Menegakkan syariat Alloh dan Tuntunan Rosul
Keluarga Islami merupakan bagian dari masyarakat Islami, di mana keluarga itu berdiri tegak dengan pilar-pilar syari’at Alloh subhanahu wata’ala yang sesuai tuntunan Rosul-Nya.
Setiap anggota keluarga, baik suami atau istri. Mereka berdua memiliki tugas dan amanah masing-masing, dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam bersabda;
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَّةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْهُمْ، وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَتِهِ
“Seorang lelaki (suami) adalah pemimpin keluarganya, dia juga bertanggungjawab dengan orang yang di bawah kepimpinannya. Demikian juga wanita (istri) adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan anaknya, dia juga bertanggung jawab dengan orang di bawah kepimpinannya, ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya.
(HR. Bukhori dan Muslim)
4. Mengalah Pada Saatnya
Suami atau istri adalah manusia biasa. Dia bukan malaikat yang selalu berbuat ketaatan kepada Alloh dan tidak pernah berbuat salah. Dia juga bukan iblis yang selalu berbuat salah dan tak pernah ada kebaikan pada dirinya. Suami atau istri dalam keluarga Islami adalah manusia yang beriman kepada Alloh dan beribadah kepadanya, namun mereka tidaklah ma’shum (terjaga) dari kesalahan.
Tabiat manusia adalah lupa dan salah, sehingga manusia terjatuh kepada kesalahan merupakan hal manusiawi. Hanya saja sebagai pendampingnya dituntut untuk menasehati dan memaafkannya, karena banyak kebaikan yang telah dijalani bersama.
Mengalah pada saatnya merupakan tips yang ampuh untuk merekahkan bunga cinta dan kebahagiaan di dalam keluarga, seperti yang dilakukan oleh Abu Darda’ dengan istrinya, Ummu Darda’ . Di mana saat Abu Darda’ marah, maka Ummu Darda’ diam sampai reda kemarahanya dan menyelesaikan masalahnya dengan baik dan sebaliknya. Dengan itu keluarga yang bertaburan cinta tidak sirna dengan satu tiupan amarah nafsu hina.
5. Ikhlas Kepada Alloh
Kemampuan seseorang pasti ada batasnya. Tidak ada manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Alloh subhanahu wata’ala. Saat keluarga menemukan keterbatasan pada diri anggota keluarga itu sebuah kewajaran dan Alloh subhanahu wata’ala memaklumi itu. Hanya saja yang perlu dilakukan adalah menyerahkan hasil usahanya kepada Alloh subhanahu wata’ala dengan murni (ikhlas).
Memupuk keikhlasan kepada Alloh subhanahu wata’ala merupakan pekerjaan penting bagi semua anggota keluarga, karena dengan ikhlas semua perbuatan dan usaha menjadi berharga bagi keluarga itu. Kenapa berharga? Karena semua perbuatannya diserahkan hanya kepada Sang Maha Mulia dan Maha Kaya, yaitu Alloh subhanahu wata’ala, dan Alloh subhanahu wata’ala pun tidak akan menyia-nyiakan usaha seseorang yang hanya ditujukan kepada-Nya. Alloh subhanahu wata’ala akan membeli usaha hambanya dengan harga yang lebih tinggi dari pada hakikat harga usaha hambanya.
Baca juga Tegarlah Dengan Ikhlas
Sebuah keluarga yang penuh dengan keikhlasan, tawakkal, dan harapan kepada-Nya, tentu Alloh subhanahu wata’ala sangat bahagia dengan itu. Karena keluarga itu telah melakukan yang paling baik kepada Sang Maha Pencipta dan Penyayang kepada hamba-Nya. Alloh subhanahu wata’ala pun akan membantu dan menambah kenikmatan keluarga itu. Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“(Ingatlah juga), tatkala Robb kalian memaklumkan; “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrohim [14]: 7)
Semoga nilai-nilai Islam tersebut menjadi pondasi dalam keluarga kita, sehingga keluarga kita menjadi keluarga yang bahagia, yang bertabur dengan cinta. Walloh a’lam…
Oleh: Syaeful Rohim, M.A.Pd.
One comment
Pingback: Sumber Dan Jalan-Jalan Keberkahan - Berkah berasal dari bahasa Arab