Napak Tilas Perjalanan Dakwah Nabi Hud – Hud adalah putra Sam bin Nuh. Jadi beliau adalah cucu Nabi Nuh ‘alaihissalam. Nabi Hud ‘alaihissalam diturunkan Alloh subhanahu wata’ala untuk berdakwah di kalangan kaum ‘Ad di negeri Ahqaf. Negeri ini terletak di antara Yaman dan Oman. Sebenarnya kaum ‘Ad merupakan anak keturunan Nabi Nuh ‘alaihissalam. Tapi mereka tak sempat mendapat pengajaran dari beliau secara langsung.
Waktu Hud diangkat menjadi utusan Alloh subhanahu wata’ala, kaum ‘Ad sudah menjadi bangsa yang tak mengenal agama. Kehidupan Nabi Nuh dan kaumnya yang beriman kepada Alloh subhanahu wata’ala tidak ada lagi dalam kehidupan mereka.
Kaum ‘Ad adalah bangsa penyembah berhala. Mereka tak mengenal Alloh subhanahu wata’ala, Tuhan Yang Satu, yang menciptakan langit dan bumi. Mereka menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan mereka. Mereka menundukkan diri di hadapan berhala tersebut dengan dahi mereka, melumuri pipi mereka dengan tanah yang lembab untuk meminta kedamaian kepadanya, mengarahkan rasa syukur mereka kepadanya ketika mereka memperoleh kebaikan, dan meminta pertolongan kepadanya untuk memperoleh kemenangan ketika mereka ditimpa suatu bahaya.
Setelah itu mereka membuat kerusakan di bumi, di mana orang yang kuat menghinakan yang lemah dan yang besar menghancurkan yang kecil. Lalu Alloh subhanahu wata’ala mengutus seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, dimana rasul tersebut berbicara kepada mereka dengan bahasa mereka sendiri, berdialog dengan gaya dialog mereka sendiri dan memberikan petunjuk kepada mereka tentang Dzat yang menciptakan mereka serta menjelaskan tentang kebodohan ibadah mereka yang menyembah berhala. Hal ini dilakukan oleh Alloh subhanahu wata’ala sebagai bentuk dari rahmat dan karuniaNya.
Hud adalah seorang laki-laki yang mempunyai nasab paling tinggi dan akhlak paling mulia. Dia adalah orang yang paling bijak dan yang paling berlapang dada. Maka dari itu, Alloh subhanahu wata’ala memilihnya untuk menjadi orang yang dipercaya dalam membawa risalah dan dakwahNya. Barangkali dengan menjadikan Hud sebagai Rasul, dia dapat memberi petunjuk kepada orang-orang yang akalnya tersesat dan dapat meluruskan kembali jiwa-jiwa yang telah bengkok itu. Maka, Hud pun menjelaskan dan menyampaikan risalahnya. Dia membentengi dirinya dengan apa yang dibawa oleh setiap orang yang berdakwah: sebuah tekad yang menggetarkan gunung, sifat lemah lembut yang mengalahkan orang-orang bodoh dan keluar menghadapi mereka dengan mengingkari patung-patung mereka dan membodohkan cara ibadah mereka.
Hud berkata, “Wahai kaum, batu macam apa yang kalian pahat sendiri kemudian kalian sembah dan kalian mintai pertolongan?! Apa bahaya dan manfaat yang terkandung di dalamnya?! Sesungguhnya batu tersebut tidak dapat mendatangkan manfaat dan menolak keburukan bagi kalian. Akan tetapi, di sana ada satu tuhan yang benar-benar harus kalian sembah, Robb yang pantas kalian hadapkan wajah kalian kepadaNya. Dia adalah Robb yang menciptakan dan memberi rizki kepada kalian. Dia adalah yang menghidupkan kalian, mematikan kalian dan memberkahi kalian. Maka, berimanlah kepadaNya dan waspadailah diri kalian berpaling dari kebenaran atau kalian bersikap sombong kepada Alloh subhanahu wata’ala.
Itulah yang dikatakan Hud ‘alaihissalam. Dia berharap bahwa ucapannya bisa merasuk kedalam jiwa-jiwa mereka sehingga menjadi sarana turunnya hidayah taufik dari Alloh subhanahu wata’ala. Atau paling tidak, ucapan Hud ‘alaihissalam tadi minimal masuk ke dalam akal mereka sehingga mereka mau berpikir dan memperoleh petunjuk. Akan tetapi mereka malah mengatakan, “Igauan macam apa yang kamu katakana ini? Dan bagaimana kamu menginginkan kami menyembah Alloh saja tanpa sekutu?! Sesungguhnya kami menyembah berhala-berhala ini demi untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan memintakan syafa’at untuk kami di sisiNya.
Mendengar ucapan itu, Nabi Hud ‘alalihissalam melanjutkan dakwahnya, “wahai kaum, sesungguhnya Alloh itu hanya satu. Tidak ada sekutu bagiNya. Dan beribadah kepadaNya saja adalah hakikat dan intisari ibadah, otak dan pokoknya, Dia itu dekat, tidak jauh, lebih dekat kepada kalian dari urat leher.”
Maka mereka membantah perkataan Hud dengan berkata, “Kamu itu tidak lain hanyalah orang bodoh yang bermimpi kacau. Kamu membodoh-bodohkan ibadah kami dan mencela kami atas apa yang telah kami wariskan dari nenek moyang kami. Apa posisimu di antara kami?! Apa kelebihanmu dari kami?!
Hud berkata, “Wahai kaum, saya tidak mempunyai akal yang bodoh dan pendapat yang tolol. Saya sudah hidup dengan kalian selama beberapa waktu yang panjang, dan selama itu, kalian tidak mengingkari apa pun yang saya katakan dan kalian juga tidak pernah mencoba mengatakan aku bodoh dan tolol. Coba kalian amati dan pikirkan, maka kalian akan melihat kalau Alloh itu hanya satu dalam segala sesuatu, dalam system (alam semesta) yang mengagumkan ini, dalam ciptaan yang aneh, dan dalam planet-planet yang beredar, serta bintang yang bersinar ini.”
“Maka berimanlah kepadaNya dan mohon ampunlah kepadaNya, niscaya Alloh akan mengirimkan hujan yang deras dari langit dan menambahkan harta kepada kalian serta menambah kekuatan kepada kekuatan kalian dan janganlah kalian berpaling sebagai orang-orang yang berdosa.”
“Dan ketahuilah bahwa setelah kalian meninggal, maka kalian akan dibangkitkan. Jika amal-amalmu baik maka kalian akan selamat, jika amal kalian buruk maka kalian akan celaka. Hud terus mengajak kaumnya meskipun mereka membangkang.”
Dalam situasi seperti ini, mereka melihat mendung hitam yang bergumpal-gumpal menutupi langit, sambil memperhatikan di mana hujan itu akan turun. Mereka berkata, “Ini dia, awan yang membawa hujan, ia akan menurunkan hujan kepada kita. Kemudian mereka bersiap-siap untuk menyambut hujan tersebut, mereka mempersiapkan ladang-ladang mereka untuk menyambut turunnya hujan. Akan tetapi, Hud berkata, “Ini bukan-lah mendung rahmat tetapi angin yang membawa malapetaka. “Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan sege–ra (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih.” (QS. al-Ahqaf: 24)
Setelah itu, Sesuatu yang sangat dahsyat terjadi pada perkampungan mereka. Semua hewan ternak dan tunggangan mereka terpental jauh dihempas angin badai yang sangat besar. Mereka berhamburan untuk menyelematkan diri. Dalam diri mereka timbul kekhawatiran disusul dengan ketakutan. Biarpun mereka masuk kedalam rumah-rumah mereka dan mengunci pintu kamar mereka, akan tetapi malapetaka dan bencana itu bersifat umum, mencakup semuanya. Sebab, hembusan angin itu membawa debu padang pasir, dan itu berlangsung selama tujuh malam delapan hari secara berturut-turut. Setelah itu mereka bergelimpangan bagaikan tungkul-tungkul pohon kurma yang telah lapuk.
“Dan Rabbmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zha-lim, sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud: 117)
Adapun Hud, dia telah dilindungi oleh Alloh bersama orang-orang yang beriman. Mereka tetap berada di tempatnya, semen-tara gemuruh badai mengitari mereka dan debut beterbangan, sedangkan mereka tetap aman dan damai.
Baca juga artikel Kisah Menarik di Perang Dzatur Riqo’