Hukum Wanita Hamil Dan Menyusui Tidak Berpuasa – Islam memberikan keringanan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa di Bulan Romadhon jika ia khawatir terhadap dirinya atau bayinya. Keringanan ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yang penuh dengan rahmat bagi manusia. Dalil keringanan ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنْ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ
“Sesungguhnya Alloh Azza Wa Jalla memberikan keringanan setengah shalat bagi musafir dan memberikan keringanan tidak berpuasa bagi musafir, wanita hamil, dan menyusui.”
Dengan demikian, wanita hamil dan menyusui diperbolehkan memilih tidak berpuasa Ramadhan karena adanya keringanan yang sudah diberikan. Kemudian, apa kewajiban bagi wanita hamil dan menyusui yang mengambil keringanan ini? Masalah ini diperdebatkan oleh para ulama.
Imam Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid Wa Nihayahtul Mustasid mengungkapkan bahwa ada empat pendapat:
Pertama: Mereka wajib membayar kafarah saja dan tidak membayar qadha. Pendapat ini dikutip dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
Kedua: Mereka wajib mengqadha puasa dan tidak membayar kafarah. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya. Serta pendapat Abu Yusuf dan Abu Tsaur.
Ketiga: Mereka wajib mengqadha puasa dan membayar fidyah. Ini merupakan pendapat Imam asy-Syafii.
Keempat: Wanita hamil wajib mengqadha puasa dan wanita menyusui wajib mengqadha puasa sekaligus membayar fidyah.
Setelah menyampaikan beragam pendapat dengan dasar argumentasinya, Ibnu Rusyd menyampaikan bahwa pendapat ulama yang mewajibkan wanita hamil dan menyusui mengqadha saja atau mewajibkan mereka membayar fidyah saja lebih utama daripada pendapat yang mewajibkan mereka mengqadha dan sekaligus membayar fidyah.
Fatwa Ulama Kotemporer:
Dalam Fatwa Lajnah Daimah dijelaskan: Adapun orang hamil, dia tetap wajib berpuasa. Kecuali kalau dia khawatir terhadap diri dan janinnya apabila berpuasa, maka dia diberi keringanan untuk berbuka dan mengqadhanya setelah melahirkan dan suci dari nifas. Tidak diterima jika memberikan makan orang miskin sebagai pengganti puasa. Dia dia harus berpuasa sebagai penggantinya, tidak perlu memberi makan.
Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz memilih pendapat bahwa wanita hamil dan menyusui hanya diwajibkan qadha saja sebagaimana orang sakit. Dalam kitab Majmu Fatawa, beliau mengatakan bahwa wanita hamil dan menyusui hukumnya seperti orang sakit. Kalau dia merasa kepayahan maka dia dibolehkan berbuka dan harus mengqadhanya ketika mampu, seperti halnya orang sakit. Dalil yang digunakan oleh beliau adalah QS. al-Baqarah ayat 184, “Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” Syekh juga menjelaskan bahwa keduanya tidak boleh berbuka kecuali jika dirinya merasa berat untuk berpuasa, sebagaimana halnya orang sakit atau jika mereka khawatir terhadap anak mereka.
Syekh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab Syarhul Mumti setelah menyebutkan perbedaan para ulama, beliau memilih pendapat bahwa wanita hamil dan menyusui diwajibkan mengqadha saja. Menurut beliau pendapat ini yang paling kuat. Hal tersebut dikarenakan kondisi wanita hamil dan menyusui seperti orang sakit dan musafir. Sehingga keduanya hanya diwajibkan mengqadha saja.
Baca juga artikel Merajut Taqwa Di Bulan Ar Rohman
Disusun oleh:
Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc., M.E.I.