PERNIKAHAN ALA ADAT JAWA (Oleh : Deden Wahyudin, Lc.)

PERNIKAHAN ALA ADAT JAWA

Oleh : Deden Wahyudin, Lc.

Menikah itu sebenarnya mudah ketika pelaksanaannya sesuai syariat Islam. Akan tetapi ketika harus dilaksanakan sesuai dengan adat istiadat suatu daerah, maka sesuatu yang mudah pun berubah menjadi susah. Apalagi harus menjalani beragam ritual (upacara) yang tidak sejalan dengan aqidah Islam.

Dalam tradisi Jawa, tahap awal dalam urusan pernikahan, orang tua pengantin laki-laki mengirim utusan ke orang tua putri mereka. Biasanya, orang tua wanita yang akan mengurus dan mempersiapkan pesta perkawinan. Mereka yang memilih perangkat dan bentuk pesta pernikahan, antara lain “Paes Agung” (dandanan mewah) dan “Paes Kesatrian” (dandanan sederhana). Mereka mengikuti segala rencana dan susunan pesta pernikahan, seperti Siraman, Midodareni (acara malam sebelum ijab kabul bagi wanita), Peningsetan (seserahan), Ijab (akad nikah), dan lain-lain.

Biasanya sehari sebelum pesta pernikahan, pintu gerbang dari rumah orang tua wanita dihias dengan Tarub (dekorasi tumbuhan) yang terdiri dari bererapa tanaman dan daun- daunan, dan juga Bekletepe yaitu rangkaian janur yang berguna untukmenjauhkandarigangguan roh jahat dan menunjukan di rumah mana pesta itu diadakan. Semua dekorasi yang terbuat dari tanaman dan tumbuhan tersebut masing-masing memiliki arti tersendiri sebagai bagian sesajian atau persembahan sebagai bentuk harapan mereka dalam melaksanakan pesta pernikahan.

Pernikahan dalam tradisi jawa tak pernah lepas dari sesajen (persembahan), itu sebagai simbol yang sangat berarti bagi mereka dimana Tuhan pencipta melindungihajatmereka.Sesajen tersebut juga berfungsi untuk melindungi mereka dari gangguan roh jahat (setan) serta merupakan bagian do’a mereka untuk para leluhur mereka. Sesajen diletakan di semua tempat di mana pesta itu diadakan, di antaranya di kamar mandi, di dapur, di bawah pintu gerbang, di bawah tarub (dekorasi) di jalan, dekat rumah dan di empat penjuru arah mata angin.
Termasuk dalam rangkaian pernikahan dalam adat Jawa adalah upacara siraman. Makna dari pesta siraman adalah membersihkan jiwa dan raga. Pesta siraman ini biasanya diadakan di siang hari, sehari sebelum ijab dan kabul dilaksanakan. Siraman diadakan di rumah orang tua pengantin masing-masing. Siraman biasanya dilakukan di kamar mandi atau di taman. Sekarang pelaksanaannya lebih banyak di taman. Daftar nama dari Keyakinan adanya sesuatu orang yang melakukan siraman selain Alloh Subhanahu wata’ala yang mampu itusangatpenting.Tidakhanyamelindungi manusia dari orang tua, tetapi juga keluarga gangguan setan adalah perbuatan dekat dan orang yang dituakan. Mereka menyeleksi orang yang bermoral baik. Jumlah orang yang melakukan siraman itu biasanya tujuh orang. Bahasa Jawa tujuh itu pitu, mereka memberi nama PITULUNGAN (berarti pertolo- ngan).

Dalam tradisi pernikahan yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa cacatan yaitu:

Pertama: dipasangnya rangkaian janur dan dekorasi dengan bahan tanaman dan daun- daunan di atas pintu gerbang dengan bermaksud menjauhkan dari gangguan roh jahat (setan).

Ini jelas bertentangan dengan tauhid karena adanya suatu kepercayaan bahwa bunga- bunga (tanaman) atau daun-daun tertentudapatmelindungimereka dari gangguan setan atau roh-roh jahat.

Padahal aqidah tauhid mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang dapat melindungi seseorang dari gangguan roh- roh jahat (setan) atau makhluk lainnya selain Alloh Subhanahu wata’ala semata. syirik (menyekutukan Alloh Subhanahu wata’ala).

Dalam hal ini, Alloh Subhanahu wata’ala menegaskan dengan firman-Nya:

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagaikhalifahdibumi?Apakah di samping Alloh ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An- Naml: 62)

Kedua: dalam tradisi tersebut ada satu ritual yang dikenal dengan tradisi sesajen (persembahan). Dimana sesajen tersebut dimaksudkan untuk mendoakan para leluhur mereka dan dapat melindungi mereka dari gangguan roh-roh jahat (setan). Persembahan itu diletakan di semua tempat dimana pesta itu diadakan seperti di kamar mandi, dapur, di bawah pintu gerbang dan empat penjuru arah mata angin dan lain-lain.

Seperti catatan pertama, tradisi sajen atau sesajen ini pun juga tidak terlepas dari perbuatan kesyirikan karena sesajen pada hakikatnya adalah mempersembahkan sesuatu kepada selain Alloh Subhanahu wata’ala dengan disertai taqarrub (pendekatan diri). Padahal semua bentuk taqarrub (pendekatan diri) yang disertai dengan kerendahan hati hanya boleh ditujukan kepada Alloh Subhanahu wata’ala bukan kepada selain-Nya.

Ketiga: Tradisi pernikahan di atas sebenarnya merupakan warisan dari tradisi kerajaan Hindu dan Budha. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam dilarang untuk menyerupai dalam melakukan praktek-praktek mereka dalam suatu amalan ibadah. Karena setiap tradisi yang merupakan karakteristik atau kekhususan umat lain, maka umat Islam dilarang untuk melaksanakannya. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang- siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dalam golongan mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Semoga Alloh Subhanahu wata’ala menghin- darkan kita semua dari hal-hal yang terkait dengan kesyirikan dalam pelaksanaan ibadah, salah satunya dalam perkara pernikahan, karena pernikahan adalah suatu amalan ibadah yang telah dijelaskan dalam Islam yaitu melalui sunnah Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam.

Sumber : Materi Majalah INTISARI HASMI Vol. 0004 RUbrik Budaya-Budaya Munkar di Indonesia

 

Check Also

ABDULLAH BIN MAS’UD / Orang Pertama yang Mengumandangkan Al-Quran dengan Suara Merdu

ABDULLAH BIN MAS’UD Orang Pertama yang Mengumandangkan Al-Quran dengan Suara Merdu Sebelum Rasulullah masuk ke …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot