Yaman-HASMI.org|Parlemen Yaman meminta dengan segera kepergian Marinir AS dari negaranya. Hal tersebut dilatarbelakangi adanya keputusan AS untuk mengirim unit Marinir untuk mengamankan kedutaannya di Yaman. Keputusan pengiriman tersebut juga terjadi di sejumlah negara setelah insiden kematian duta besar AS di Benghazi Rabu lalu.
DPR Yaman pun pada minggu lalu mengeluarkan sebuah pernyataan yang berisi bahwa: Tidak menerima kehadiran kekuatan asing di wilayah Yaman meski dengan dalih menjaga keamanan. Dan secara tegas menyatakan “tidak bisa diterima” langkah tersebut meski dengan dalih apapun.
DPR juga menuntut kepergian satuan pasukan AS khusus dari Marinir. Dalam kesempatan itu pula menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan tugasnya dalam melindungi kantor kedutaan beserta para diplomatnya.
Ahmed al Bahri, perwakilan dari partai oposisi Yaman memperingatkan bahwa;” Hadirnya kekuatan AS sekecil apapun akan membuka gerbang neraka di Yaman dan memberikan kesempatan bagi para teroris.”
Sementara itu tokoh ulama Yaman legendaris, Sheikh Abdul Majeed al-Zindani, ketua komite Ulama Yaman menyatakan bahwa kehadiran pasukan AS merupakn bentuk “pendudukan asing.”
Departemen Luar Negeri AS sendiri mulai mengambil tindakan preventif berkaitan dengan wilayah Yaman dengan menutup kedutaan besarnya di ibukota, Sanaa, sampai 29 September. Hal dilakukan karena berpotensi adanya ancaman demontrasi.
Pada kamis lalupun para demonstran membanjiri daerah gedung kedutaan AS di Sanaa memprotes film yang menghina nabi. Kondisi tersebut akhirnya memicu bentrokan yang mengakibatkan 24 pasukan keamanan terluka. (HASMI.org-Redaksi)