Alhamdulillah, kaum muslimin saat ini makin menyadari pentingnya pengobatan yang alami bagi kesehatan tubuh, selain lebih alami (bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya) bahannya pun mudah didapatkan dan murah, biasanya di seputar lingkungan rumah dan pekarangan. Pengobatan alami ala nabi atau biasa di sebut -Thibbun-Nabawi terbagi menjadi dua yaitu pengobatan secara fisik (penyakit zahir) dan pengobatan nonfisik (penyakit akibat gangguan makhluk halus atau jin). Pada edisi kali ini pembahasan kita adalah “Ruqyah dan Tamimah”, semoga Alloh Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membimbing kita meniti ridho-Nya.
1. Ruqyah
Ar-Ruqo(الرقى) adalah jama' dari ruqyah (رقية) artinya mantera atau jampi-jampi yang digunakan untuk mengobati orang yang ter-kena musibah, misalnya orang terkena penyakit panas, kemasukan jin atau musibah lainnya. Seorang Muslim yang merenungkan sun-natullah tentu akan mengetahui bahwa cobaan atau ujian merupa-kan salah satu sunnah-Nya yang bersifat kauniyah qadariyah. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).
Cobaan adalah tebusan untuk dosa, meskipun bentuknya kecil. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidaklah seorang Muslim tertimpa kesakitan karena tusukan duri, atau yang lebih sakit darinya, kecuali Allah akan menghapus dosa-dosa dengannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun ketika kita tertimpa penyakit atau musibah, bukan berarti harus pasrah dan tidak berbuat apapun. Yang demikian bukanlah tawakkal namun putus asa. Karena hakikat tawakkal adalah seorang menyandarkan hatinya kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala dalam meraih kemanfaatan dan menolak bahaya, baik pada agama maupun dunianya.
Ruqyah juga disebut azimah, terdiri atas tiga macam, yaitu:
1. Ruqyah yang bebas dari unsur syirik
2. Ruqyah yang mengandung unsur syirik.
3. Ruqyah bid’i.
Pertama, ruqyah yang bebas dari unsur syirik
Yaitu dengan membacakan kepada si sakit sebagian ayat-ayat al-Qur`an atau dimohonkan perlindungan untuknya dengan Asma` dan sifat Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Hal ini dibolehkan, karena Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam telah meruqyah (menjampi) dan Beliau Shalallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk meruqyah serta membolehkannya.
Dari Auf bin Malik Radhiallahu Anhu ia berkata: "Kami diruqyah ketika masa jahiliyah, lalu kami tanyakan, 'Wahai Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bagaimana pendapat baginda tentang hal itu?' Maka Beliau Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku, tidak mengapa ruqyah se-lama tidak mengandung syirik." (HR. Muslim).
Imam As-Suyuthi Rahimahullah berkata: "Para ulama sepakat tentang dibolehkannya ruqyah bila memenuhi tiga syarat.
Pertama, hendaknya dilakukan dengan Kalamullah (al-Qur`an) atau dengan Asma` dan Sifat-Nya.
Kedua, hendaknya dengan bahasa Arab atau yang diketahui maknanya.
Ketiga,hendaknya diyakini bahwa ruqyah tersebut tidak berpengaruh dengan sendirinya, tetapi dengan takdir Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Caranya dengandibacakan ayat-ayat al Quran atau doa dari hadits yang telah diajarkan Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam kemudian dihembuskan kepada si sakit, atau dibacakan di air kemudian air itu diminum-kan kepada si sakit, sebagaimana disebutkan dalam hadits Tsabit bin Qais Radhiallahu Anhu : "Bahwasanya Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam mengambil tanah dari Bathanlalu diletakkannya di gelas kemudian Beliau menyemburkan air padanya dan menuang-kannya di atasnya." (HR. Abu Dawud).
Kedua, ruqyah yang tidak lepas dari unsur syirik
Ruqyah jenis ini di dalamnya terdapat per-mohonan pertolongan kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala,yaitu dengan berdoa kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala,meminta pertolongan dan berlindung kepa-danya, misalnya meruqyah dengan nama-nama jin, atau nama-nama malaikat, para Nabi dan orang-orang shalih. Hal ini terma-suk berdoa kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta'ala, dan ia adalah syirik besar.
Ketiga, ruqyah bid’i
Yaitu ruqyah yang tidak ada contohnya dari Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam baik dari jenis doa atau pun caranya. Termasuk ruqyah jenis ini ada-lah yang dilakukan dengan selain bahasa Arab atau yang tidak dipahami maknanya, sebab ditakutkan akan kemasukan unsur ke-kufuran atau kesyirikan sedang ia tidak menge-tahuinya. Ruqyah jenis ini adalah ruqyah yang dilarang.
1. Tamimah
At-Tama`im (التمائم) adalah jama' dari ta-mimah (تميمة) yaitu sesuatu yang dikalungkan di leher anak-anak sebagai penangkal penyakit 'ain (kena mata), dan terkadang juga dikalungkan pada leher orang dewasa dan wanita.
Tamimah ada dua macam: tamimah dari al-Qur`an dan tamimah selain dari al-Qur`an.
Pertama, tamimah dari al-Qur`an
Yaitu dengan menuliskan ayat-ayat al-Qur`an, atau asma dan sifat Alloh Subhanahu wa Ta'ala kemudian dikalungkan di leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaraannya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan tamimah jenis ini dalam dua pendapat.
Pendapat pertama, ia dibolehkan. Ini ada-lah pendapat sekelompok sahabat, di antara-nya Abdullah bin 'Amr bin al-Ash Radhiallahu Anhu. Ini pulalah makna tekstual apa yang diriwayat-kan Aisyah Radhiallahu Anha. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Ja'far al-Baqir dan Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, menurut salah satu riwayat dari Beliau. Mereka mengkhususkan hadits yang melarang mengalungkan tamimah pada tamimah yang di dalamnya terdapat syirik.
Pendapat kedua, ia dilarang. Pendapat ini juga dikemukakan oleh sekelompok saha-bat, di antaranya adalah Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas Radhiallahu Anhu. Ini pulalah pendapat Hudzai-fah, 'Uqbah bin 'Amir dan Ibnu Ukaim. Sekelompok tabi'in juga menguatkan penda-pat ini, di antaranya para sahabat Ibnu Mas'ud dan Ahmad dalam satu riwayat yang kemudian dipilih oleh sebagian besar pengikutnya dan para ulama muta'akhirin memastikan pendapat ini dengan mendasarkan pada riwayat Ibnu Mas'ud Radhiallahu Anhu, ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah (pelet) adalah syirik." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Sedangkan pendapat yang kuat dan benar adalah pendapat kedua karena tiga alasan:
1. Keumuman larangan Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam, serta tidakada dalil yang mengkhususkannya.
2. Sebagai tindakan prefentif, karena hal itu menyebabkan dikalungkannya sesua-tu yang tidak dibolehkan.
3. Bahwasanya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat al-Qur`an maka hal itu menyebabkan pemakainya menghinakannya, misalnya dengan membawanya waktu buang hajat, istinja atau lainnya. Bahkan dikhawatirkan orang tersebut akan memiliki ketergantungan pada tamimah tersebut dan memiliki keyakinan bahwa ayat-ayat tersebutlah yang menja-ganya yang mana hal ini masuk kepada kesyirikan.
Kedua, tamimah selain dari al-Qur`an
Tamimah jenis ini biasanya dikalungkan pada leher seseorang, seperti tulang, rumah kerang, benang, sandal, paku, gunting, nama-nama setan dan jin serta jimat. Tidak diragukan lagi bahwa ini adalah diharamkan dan terma-suk syirik, sebab menggantungkan kepada selain Allah, Asma`, Sifat dan ayat-ayatNya.
Kewajiban setiap muslim adalah menjaga aqidahnya dari sesuatu yang akan merusak-nya atau mengurangi kesempurnaannya. Karena itu hendaknya ia tidak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak diperbolehkan, tidak pergi kepada orang-orang yang sesat dan tukang sihir untuk mengobati penyakit-penyakit mereka, sebab justru mereka itu yang menyebabkan sakitnya hati dan aqidah. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala, niscaya cukuplah baginya.
Sebagian orang ada yang menggantungkan berbagai hal tersebut pada dirinya, sementara ia tidak dalam keadaan sakit. Ia hanyalah sakit ilusi yaitu ketakutan terhadap orang yang iri hati dan dengki. Atau ia menggan-tungkan berbagai hak tersebut di mobil, kendaraan, pintu rumah atau tokonya sebagai penolak bala. Semua ini merupakan bukti kelemahan aqidah serta tawakkalnya kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Sungguh, kelemahan aqidah itulah hakikat sakit yang sesungguhnya yang wajib diobati dengan mengetahui tauhid dan aqidah yang benar.