Ketika itu menjelang wafatnya, Mu’awiyah memberikan kekhilafahan kepada anaknya, Yazid. Tatkala Mu’awiyah meninggal, maka Yazid memegang perintah, dan Husain enggan memba’iatnya, lalu ia keluar dari Madinah menuju ke Mekkah dan menetap di sana.
Kemudian orang-orang Kufah mengirimkan surat kepada Husain Bin Ali Radhiyallahu ‘anhu, dalam suratnya mereka mengatakan bahwa mereka tidak berkumpul bersama amir Kufah; Nu’man bin Basyir dalam shalat Jum’at. Mereka mengajak Husain dating ke Kufah, dan setelah Husein Bin Ali tiba di Kufah, mereka akan mengusir amir mereka itu dan memulangkannya ke Syam. Dalam sebaian surat mereka berkata, “Buah-buahan telah matang, jika anda berkenan datanglah kepada bala tentara yang telah dipersenjatai”.
Maka Al-Husein mengutus sepupunya Muslim bin Aqil bin Abi Thalib kepada mereka untuk mengecek apakah mereka bisa dipercaya dan bersatu dan setelah itu Al-Husein akan datang kepada mereka. Akan tetapi Ibnu Abbas melarang Al-Husein yang hendak pergi ke Kufah, beliau Radhiyallahu ‘anhu berkata pada Al-Husein bahwa mereka sebelumnya telah menipu bapaknya dan saudaranya (Ali Bin Abi Tahlib dan Hasan Bin Ali).
Dan para sahabat besar lainpun membujuknya agar tidak berangkat ke Kufah, diantara sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membujuknya adalah Abdullah bin Umar. Setelah ia mendengar keberangkatan Al-Husein, maka ia pun menyusulnya dan bertemu dengannya setelah tiga malam perjalanan. Ibnu Umar bertanya: “Hendak kemana engkau?” Al-Husein menjawab: “Kufah, ini surat-surat dan bai’at mereka”. Ibnu Umar berkata: “Aku menyampaikan sebuah hadits kepadamu, sesungguhnya Jibril dating kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Jibril meminta beliau memilih antara akhirat dengan dunia, beliau memilih akhirat dan tidak menginginkan dunia. Sesungguhnya engkau adalah bagian dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak seorangpun dari kalian mendapatkannya selama-lamanya dan Allah tidak memalingkannya dari kalian kecuali karena sesuatu yang lebih baik untuk kalian”. Namun Husein menolak kembali, maka Ibnu Umar pun merangkulnya dan berkata padanya, “Aku titipkan engkau kepada Allah dari orang yang membunuh”
Setelah Muslim bin Aqil sebagai utusan Al-Husein tiba di Kufah, maka dia dibai’at oleh dua belas ribu orang penduduk Kufah untuk Al-Husein. Gubernur Kufah; Nu’man bin Basyir mengendus gerakan mereka, maka ia berkhutbah dihadapan mereka melarang mereka memicu fitnah dan perpecahan. Yazid bin Mu’awiyah sebagai khalifah, mengetahui bahwa Nu’man bin Basyir adalah seorang ahli ibadah yang lembut tidak bisa menghadapi gerakan seperti ini, maka Yazid menulis kepada Ubaidillah bin Ziyad sebagai gubernur di Bashrah bahwa dia telah menggabungkan Kufah kepadanya. Maka berangkatlah Ubaidillah bin Ziyad ke Kufah dan berhasil mengendalikan keadaan Kufah, sementara itu Muslim bin Aqil mendapatkan kenyataan bahwa bai’at dua belas ribu penduduk Kufah bagaikan ditiup angin, dia melihat dirinya sendiri tanpa pendukung, padahal dia sudah mengirimkan surat kepada Al-Husein bahwa dua belas ribu orang telah membai’atnya dan berani mati. Hingga akhirnya Muslim bin Aqil pun dibunuh oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad tanpa ada pertolongan dari orang yang berjanji setia kepada Al-Husein.
Sebelum meninggalnya, Muslim bin Aqil telah mengirimkan surat kepada Al-Husein bahwa orang-orang Kufah yang telah berjanji setia telah berkhianat, maka hendaknya Al-Husein kembali pulang. Akan tetapi Al-Husein terus melangkah padahal ia bisa kembali dan yakin akan kematian Muslim bin Aqil karena pengkhianatan orang-orang Kufah yang berjanji setia kepadanya. Al-Husein berkata kepada rombongannya: “Pendukung-pendukung kita telah menipu kita. Siapa dari kalian yang ingin pergi maka silahkan pergi”. Hingga kebanyakan pengikutnya bubar yang tersisa adalah anaknya, kerabatnya dan sebagian pengikut setianya. Jumlah mereka tidak lebih dari seratus.
Akhirnya Al-Husein pun gugur di Karbala oleh pasukan Ubaidillah bin Ziyad tanpa pembelaan seorangpun dari penduduk Kufah yang tiada lain adalah orang-orang Syi’ah. Al-Mas’udi meriwayatkan bahwa Ubaidillah bin Ziyad berkata kepa pembunuh Al-Husein, “Dia adalah orang yang memiliki bapak dan ibu paling baik, hamba Allah paling baik, mengapa kamu membunuhnya?”
Orang-orang Kufah meratap dengan merobek-robek leher baju mereka, sementara Ali Bin Husein berkata kepada mereka: “Wahai orang-orang Kufah, kalian menangisi kami, padahal kalianlah yang membunuh kami”. Zainab binti Ali pun berkata: “Wahai orang-orang Kufah, wahai para pengkhianat dan para pengecut, kubur tidak tertutup, tanah yang landai tidak tenang, kalian hanyalah seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpahmu sebagai alat penipu diantaramu”.
Diriwayatkan bahwa Yazid meneteskan air mata ketika kepala Al-Husein dan keluarganya yang masih hidup dibawa kepadanya, dia berkata kepada pembawanya, “Demi Allah, ketahuilah bahwa aku menerima ketaatan kalian tanpa harus membunuh Al-Husein”.
Kemudian Yazid bin Mua’wiyah menyuruh agar keluarga Al-Husein ditinggal dirumahnya dan menyiapkan segala kebutuhan mereka. Yazid tidak makan kecuali bersama Ali bin Al-Husein; satu-satunya anak Al-Husein yang tidak terbunuh. (Red-HASMI)