Manakala kita mendengar nama Abi Waqqash, tentu kita tahu bahwa orang itu berasal dari Bani Zuhrah. Kita pun akan teringat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash , sang penakluk Irak. Hasyim bin Utbah bin Abi Waqqash , yang juga dari Bani Zuhrah, adalah keponakan Sa’ad bin Abi Waqqash .
Di masa Jahiliyah, Bani Zuhrah tidak terlalu memusuhi Nabi dan Islam, misalnya pada masa Perang Badar, Bani Zuhrah yang ikut berangkat bersama suku-suku Quraisy lainnya untuk memerangi Rosululloh [saw], akhirnya memilih untuk kembali pulang sebelum perang berkecamuk. Jadi, satu-satunya suku Quraisy yang tidak turut serta dalam Perang Badar dalam kubu Quraisy adalah Bani Zuhrah.
Hasyim masuk Islam pada masa penaklukan kota Mekkah. Karena itu, ia tergolong kelompok orang-orang yang diberi kebebasan. Ia turut serta di dalam Perang Hunain bersama orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam. Jadi, Hasyim termasuk golongan ‘sahabat’ Rosululloh [saw]. Ia juga memperoleh kehormatan bisa berjihad di bawah kepemimpinan Nabi [saw].
Seperti anggota suku atau kabilahnya yang lain, Hasyim juga tak mau ikut-ikutan memerangi Nabi [saw] secara langsung sesudah Perang Badar. Ada alasan penting yang mendasari sikapnya itu, yaitu jalinan silaturrahmi yang suci.
Bani Zuhrah sangat memahami pribadi Nabi [saw], sebab ibu Nabi (Aminah binti Wahab) berasal dari Bani Zuhrah. Juga Karena Sa’ad bin Abi Waqqash, yang merupakan lelaki paling populer dan paling disayangi warga Bani Zuhrah ketika itu, sudah masuk Islam sejak awal (assabiqunal awwalun). Sikap Bani Zuhrah yang memancarkan budi pekerti yang jernih dan pikiran sehat itu dapat membimbing mereka ke arah yang benar. Semoga Alloh berkenan meridhoi Hasyim bin Utbah Az-Zuhri, salah satu pahlawan besar dalam sejarah Islam, sebagai salah seorang lelaki Bani Zuhrah yang luhur.
Hasyim bin Utbah bin Abi Waqqash [ranhu] turut serta dalam perang melawan orang-orang yang murtad dari Islam di bawah kepemimpinan panglima Khalid bin Walid . Ketika perang melawan orang-orang yang murtad itu selesai, Hasyim menyertai Khalid berangkat ke Irak untuk membebaskan negeri yang dihuni suku-suku Arab itu dari tangan penjajah Persia.
Ketika Khalid bin Walid [ranhu] bergerak menuju Syam, Hasyim termasuk orang yang direkrut Khalid dari kelompok pasukan Irak. Ia terus bersama Khalid di banyak misi penaklukan ke Syam. Hasyim tergolong seorang komandan yang tulus dan sangat teguh berpegang pada akidah Islam. Bahkan ia bersikap tulus terhadap Islam dan memberikan peran serta yang besar. Juga tulus di dalam melaksanakan akidahnya.
Pada Masa Perang Yarmuk
Perang Yarmuk merupakan peristiwa yang sangat dikenang oleh Hasyim. Ia tampil sebagai seorang penyelamat, pemberani, komandan, dan ahli strategi. Pada saat Khalid, sang panglima, membutuhkan seorang lelaki berani yang rela berkorban dan berjiwa patriot, maka Khalid melirik ke arah Hasyim bin Utbah bin Abi Waqqash, dan memilihnya untuk memimpin pasukan berani mati dari kalangan Anshar dan Muhajirin yang jumlah mereka hanya seratus orang berkuda.
Penetapan Hasyim dan para sahabat yang berada di bawah pimpinannya untuk masuk dalam pasukan khusus itu bertujuan untuk menggebrak nyali pasukan Romawi. Dan ternyata strategi itu berhasil. Apalagi mereka juga seringkali membuat manuver gerakan yang mengejutkan pasukan musuh, hingga memporak-porandakan mereka.
Setelah sukses memimpin pasukan khusus itu, Khalid lalu mengangkat Hasyim menjadi salah satu komandan pasukan infantri.
Pertempuran dimulai dengan dahsyat. Hasyim bertempur dengan gagah berani, semangat tinggi, dan berani mati. Sampai-sampai ia kehilangan sebelah matanya. Meski demikian, ia tetap memimpin pasukannya. Dan melakukan pukulan-pukulan gencar. Keberaniannya saat melawan pasukan Romawi yang sangat kuat tersebut ternyata meninggalkan kesan mendalam di dalam memori dan jiwa seluruh
Bersama Sa’ad bin Abi Waqqash di Qadisiyah
Menjelang meletusnya perang Qadisiyah di Irak, panglima pasukan Islam di Irak, Sa’ad bin Abi Waqqash meminta tambahan pasukan pada Khalifah Umar ibnul Khoththob untuk bisa menandingi jumlah pasukan Persia yang mencapai 120.000 personil. Pasukan Sa’ad kala itu hanya berjumlah 20.000 personil. Khalifah Umar lalu mengeluarkan perintah pada panglima perang gabungan di Syam, yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah agar mengirim sebagian pasukannya untuk membantu Sa’ad di Irak.
Abu Ubaidah lalu menyiapkan pasukan inti yang telah sukses menaklukkan seluruh Syam, satu bulan sebelum meletus pertempuran di Qadisiyyah, yang jumlahnya sekitar 8.000 personil untuk berangkat ke Irak. Pasukan ini diambil dari pasukan pimpinan Khalid bin Walid yang memang asalnya dari pasukan Irak yang kemudian diperbantukan ke Syam. Hasyim bin Utbah ditetapkan sebagai komandan pasukan ini, dibantu oleh Al-Qa’qa’ bin ‘Amru at-Tamimi . Abu Ubaidah memerintahkan pasukan Hasyim itu untuk bergerak cepat ke Irak, untuk membantu Sa’ad bin Abi Waqqash .
Al-Qa’qa sampai di Markas Sa’ad di suatu subuh hari Aghwath, artinya hari kedua Perang Qadisiyyah. Pasukan baru ini langsung terjun ke tengah medan pertempuran dengan semangat menggelora untuk mempertahankan kekuatan Muslimin. Pada hari ketiga perang ini, yang disebut hari ‘Amas, Hasyim dan pasukannya bertemu dengan pasukan Al-Qa’qa’. Ia lalu membagi-bagi pasukannya dan memerintahkan mereka agar berangkat bersusul-susulan. Satu kelompok baru berangkat setelah kelompok yang lain hilang dari pandangan.
Hasyim berangkat memimpin kelompok pertama, sampai dapat bergabung di tengah medan perang. Ia kemudian bertakbir, dan di susul pulalah takbir tersebut oleh kaum Muslimin. Hasyim melakukan tekanan seraya melemparkan anak panahnya ke arah musuh hingga mencapai sungai. Kemudian ia berbalik lagi dan mengulang tindakannya. Tidak ada seorangpun yang bisa menghadangnya.
Sungguh peran yang telah dilakukan oleh pasukan Hasyim telah meninggalkan kesan mendalam dan pengaruh besar dalam memenangkan pasukan Muslimin atas bala tentara Persia di Qadisiyyah yang dahsyat itu. Ia termasuk salah satu tiang penopang penaklukkan dan kemenangan besar atas Persia.
Wallohu a’lam bishowab.
(Red-HASMI)