MENGAWALI KEBANGKITAN UMMAT DENGAN DA’WAH SIRRIYAH (Oleh: Yusuf Supriadi, S.Pd.I.)

MENGAWALI KEBANGKITAN UMMAT DENGAN DA’WAH SIRRIYAH

Oleh: Yusuf Supriadi, S.Pd.I.

Di antara perintah Rabbani pertama kali yang diturunkan dalam al-Quran adalah perintah memberi peringatan dan menyampaikan wahyu kepada seluruh makhluk. Alloh ﷻ berfirman, “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu beri peringatan!” (QS. al-Mudatsir [74]: 1–2). Dan turunnya surat ini kepada Rosululloh ﷺ di awal kerasulannya sangatlah jelas menandai arti pentingnya da’wah sebagai upaya menyiarkan agama Alloh ﷻ kepada seluruh umat manusia.

Realita Keterpurukan di Makkah.

Seperti yang sudah diketahui bahwa kota Makkah merupakan pusat agama bagi bangsa Arab. Di sana terdapat para pengabdi Ka’bah dan tiang sandaran bagi berhala dan patung-patung yang dianggap suci oleh seluruh bangsa Arab. Untuk mencapai sasaran perbaikan yang memadai terhadap kondisi yang ada nampaknya akan bertambah sulit dan keras jika jauh dari jangkauan kondisionalnya. Karenanya, kondisi tersebut membutuhkan tekad baja yang tak mudah tergoyahkan oleh beruntunnya musibah dan bencana yang menimpa; maka adalah bijaksana dalam menghadapi hal itu, Rosululloh ﷺ memulai da’wah secara sirri (sembunyi-sembunyi) agar penduduk Makkah tidak dikagetkan dengan hal yang (bisa saja) memancing emosi mereka.

Gelombang Pertama Penerima Da’wah

Sudah menjadi suatu hal yang lumrah dan alami jika Rosululloh ﷺ menyampaikan da’wah rahasianya itu kepada orang yang paling dekat dengannya, baik dari kalangan keluarga dan teman-teman Beliau sendiri.

Dari upaya da’wah sembunyi-sembunyi itu Beliau berhasil mengajak sang isteri (Khodijah رضي الله عنها). Bahkan ulama telah berijma’ bahwa Khodijah adalah orang pertama sekaligus wanita pertama yang masuk Islam, kemudian disusul Ali bin Abi Thalib (putra pamannya Beliau yang masih belia), dan Zaid bin Haritsah (seorang budak yang kemudian menjadi anak angkat). Lalu Rosululloh ﷺ juga berhasil mengajak Abu Bakar.

Kemudian tanpa menunda-nunda, Abu Bakar pun segera bangkit dan bergiat dalam medan da’wahkan agama Islam. Dia adalah sosok laki-laki yang lembut disenangi, fleksibel dan berbudi baik. Para tokoh kaumnya selalu mengunjunginya dan sudah tidak asing dengan kepribadiannya karena keintelekan, kesuksesan dalam berbisnis dan pergaulannya yang luwes. Dia terus berda’wah kepada orang-orang dari kaumnya yang dia percayai dan selalu berinteraksi dan bermajelis dengannya.

Berkat hal itu ba’dallohi ta’ala, maka masuk Islam lah ‘Utsman bin ‘Affana al-Umawi, az-Zubair bin al-‘Awam al-Asadi, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bin Abi Waqqash az-Zuhri-yan dan Thalhah bin ‘Ubaidillah at-Timi رضي الله عنهم.

Kedelapan orang inilah yang terlebih dahulu masuk Islam dan merupakan (As-Sabiquun al-Awwalun) gelombang pertama dan palang pintu Islam. Selain itu tercatat pula golongan yang pertama kali masuk Islam dari hasil da’wah sembunyi-sembunyi yang dilakukan Rosululloh ﷺ dan para shahabatnya, diantaranya adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi رضي الله عنه, kemudian diikuti oleh Abu ‘Ubaidah ‘Amir bin al-Jarrah رضي الله عنه yang berasal dari suku Bani al-Haris bin Fihr, Abu Salamah bin ‘Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam, ‘Utsman bin Mazh’un رضي الله عنهم beserta ke-dua saudaranya yakni; Qudamah dan ‘Abdullah, ‘Ubaidah bin al-Harits bin al-Mutthalib bin ‘Abdu Manaf, Sa’id bin Zaid al-’Adawy dan isterinya yakni; Fatimah binti al-Khaththab al-’Adawiy-yah رضي الله عنها (saudara perempuan dari ‘Umar bin al-Khaththab رضي الله عنه) serta banyak lagi selain mereka. Mereka semua terdiri dari suku Quraisy, bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari 40 orang.

Ibnu Ishaq berkata, “Kemudian banyak orang yang masuk Islam secara berbondong-bondong, baik laki-laki maupun wanita sampai akhirnya tersiar lah gaung ‘Islam’ di seantero Makkah dan mulai banyak menjadi bahan perbincangan orang.” (Sirah Ibnu Hisyam, 1/245–262)

Mereka semua masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Maka cara yang sama pun dilakukan oleh Rosululloh ﷺ dalam pertemuan beliau dengan pengarah agama dan penggemblengan di rumah Arqom bin Abil Arqom رضي الله عنه di Makkah. Adapun ketika itu Wahyu telah turun secara berkesinambungan dan memuncak se-telah turunnya permulaan surat al-Mudatstsir.

Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada masa ini merupakan ayat-ayat pendek; memiliki pemisah-pemisah yang indah dan valid, senandung yang menyejukkan dan memikat seiring dengan suasana suhu domestik yang begitu lembut dan halus.

Ayat-ayat tersebut membicarakan solusi memperbaiki penyucian diri (tazkiyatun nufus), mencela pe-ngototannya dengan gemerlap duniawi dan menyifati surga dan neraka yang seakan-akan terlihat oleh mata kepala sendiri. Juga, meng-giring kaum Mukminin ke dalam suasana yang lain dari kondisi komunitas sosial kala itu.

Termasuk wahyu pertama yang turun adalah perintah mendirikan shalat. Ibnu Hajar رحمه الله berkata: “Sebelum terjadinya Isra’, Beliau secara qath’i pernah melakukan shalat, demi-kian pula dengan para sahabat. Akan tetapi yang diperselisihkan; apakah ada shalat lain yang telah diwajibkan sebelum (diwajibkan-Nya) sholat lima waktu ataukah tidak? Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang telah diwajibkan saat itu hanyalah dua waktu sholat, yaitu sebelum terbit dan terbenamnya mata-hari.” (Sirah Nabawiyah, Shofiyyurrahman al-Mubarakfuri, hal. 93)

Fa’idah Siroh dari kisah ini maka kita bisa ambil beberapa pelajaran, bahwasanya seseorang di dalam da’wahnya hendaknya memperhatikan kondisi masyarakat yang menjadi objek da’wahnya, jika memang tidak memungkinkan untuk da’wah secara terang-terangan di sana, maka tidak ada salahnya ia menempuh jalan da’wah secara rahasia dan bersabar dalam memetik hasil. Hal ini sebagaimana yang telah ditempuh oleh Rosululloh ﷺ di mana tidak memungkinkan untuk da’wah secara terang-terangan.

Selain itu, seorang da’i hendaknya tidak tertipu oleh bisikan setan yang membuatnya ragu untuk memulai da’wah dengan alasan minimnya ilmu. Hal ini bisa kita perhatikan bagaimana Abu Bakar رضي الله عنه yang baru masuk Islam, ternyata ia sudah berhasil mengajak beberapa orang sahabat untuk masuk ke dalam Islam tanpa harus menunggu banyaknya ilmu yang ia miliki.

Kisah ini juga menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam terhadap wanita, di mana kaum wanita lah yang pertama kali diseru oleh Rosululloh ﷺ dan wanita lah yang pertama kali masuk Islam. Jika Islam tidak memperhatikan wanita, tentu Rosululloh ﷺ tidak menjadikan Khodijah رضي الله عنها sebagai sasaran pertama da’wahnya. (Fikih Siroh, Dr. Zaid ‘Abdul Karim az-Zaid, hal. 132–137)

Sumber : Materi Majalah INTISARI HASMI Vol. 0006 Rubrik Siroh

Check Also

KHALID BIN AL-WALID / Ia Tidak Pernah Tidur dan Tidak Membiarkan Seorang pun Tidur

KHALID BIN AL-WALID Ia Tidak Pernah Tidur dan Tidak Membiarkan Seorang pun Tidur Jalan hidup …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot
situs slot