JAKARTA – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, memvonis terdakwa Gayus Halomoan Tambunan dengan hukuman penjara tujuh tahun.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp300 juta," kata Ketua Majelis Hakim Albertina Ho membacakan vonis terhadap Gayus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
"Terdakwa Harus dijatuhi bersalah dan dipidana," kata Albertina.
Vonis ini sendiri jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum yakni hukuman penjara selama 20 tahun ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.
Menurut hakim Majelis hakim menilai Gayus terbukti bersalah dalam seluruh dakwaan, Gayus terbukti melakukan korupsi saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT SAT). Sebagai pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Gayus tidak teliti, tidak tepat, tidak cermat, serta tidak menyeluruh sebelum mengusulkan menerima keberatan pajak. Selain itu, hakim menilai Gayus telah menyalahgunakan wewenang.
Akibat diterimanya keberatan pajak itu, hakim menilai negara dirugikan sebesar Rp 570 juta. Terkait kasus itu, hakim menjerat Gayus Pasal 3 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Terkait perkara kedua, menurut hakim, Gayus terbukti menyuap penyidik Bareskrim Polri sekitar 760.000 dollar AS melalui Haposan Hutagalung selama proses penyidikan tahun 2009. Suap itu agar dirinya tidak ditahan, rumahnya di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, tidak disita, uangnya di rekening di Bank Mandiri tidak diblokir, serta agar diperbolehkan diperiksa di luar Gedung Bareskrim Polri.
Dalam pertimbangan, hakim menilai pencabutan keterangan di berita acara pemeriksaan saksi-saksi terkait suap itu tidak beralasan hukum. Terkait kasus itu, majelis menjerat Gayus dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara tiga, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan janji uang sebesar 40.000 dollar AS kepada Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara di Pengadilan Negeri Tangerang. Dari uang itu, sebesar 10.000 dollar AS akan diserahkan kepada dua hakim anggota.
"Uang itu untuk memengaruhi putusan," ucap Albertina. Terkait perkara itu, hakim menjerat Gayus dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Dalam perkara keempat, menurut hakim, Gayus terbukti memberikan keterangan palsu terkait asal usul hartanya senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik. Uang itu diklaim hasil pengadaan tanah di daerah Jakarta Utara, antara Gayus dan Andy Kosasih.
Menurut hakim, uang Rp 28 miliar itu patut diduga hasil dari tindak pidana korupsi selama berkerja di Direktorat Jenderal Pajak. Terkait perkara itu, hakim menjerat Pasal 22 Jo 28 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Albertina juga mengungkapkn hal-hal lain yang memberatkan perbuatan terdakwa, diantaranya bertentangan dengan program pemerintah yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dari hasil korupsinya saat menjadi petugas pelaksana di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak, Gayus tambunan diduga menilep uang negara Rp 100 milar lebih.
Sebanyak 28 miliar telah ia gelontorkan untuk menyuap aparat penegak hukum mulai dari polisi, hakim, jaksa dan pengacara dalam perkara yang sedang ia jalani, sedangkan sisanya hampir 75 miliar, saat ini masih diselidiki oleh pihak kepolisian.
Uang-uang tersebut diduga berasal dari sedikitnya 149 wajib pajak raksasa yang ditanganinya antara lain Chevron, Kaltim Prima Coal atau Kapuas Prima Coal, Bumi Resourches dan lain-lain. Dari 149 mega perusahaan ini, 60 ditangani Gayus langsung.
Banyak pihak meyakini bahwa Gayus masih menyimpan banyak uang hasil korupsinya di beberapa negara seperti Hongkong, Makau, Malaysia dan Singapura. Ini tak lepas dari "plesiran" Gayus ke negara-negara tersebut beberapa waktu lalu (meski ia tengah di penjara), yang diduga untuk megamankan aset korupsinya.
Majalah Tempo edisi terbaru bahkan memberitakan kasus Gayus mencakup uang sebesar 1,7 trilyun yang saat ini diperkirakan masih disimpan di beberapa deposit box. Gayus berulang kali membujuk penyidik akan memberikan deposit box tersebut—kecuali satu untuk dia dan keluarga– asal dibebaskan atau hukumannya diringankan. (Redaksi HASMI/voa islam)