LOGIKA PERANTARA
Oleh : Ganjar Wijaya
Alkisah, sebelum diutusnya Rosululloh Shollallohu’alaihiwasallam, Syam adalah negeri yang dianggap berteknologi maju dan memiliki keutamaan dikarenakan banyak para Rosul yang diutus di negeri tersebut. Maka ketika itu, menjadikan Syam sebagai ikon di dalam praktik-praktik ibadah maupun simbol keberagamaan adalah hal yang lumrah. Sekalipun pada kenyataannya, praktik serta simbol peribadahan mereka, sudah jauh berbeda dengan apa yang diserukan oleh para Rosul yang diutus di sana, yaitu mereka terjerumus dalam praktik penyembahan kepada berhala-berhala.
Kisah singkatnya, datanglah seorang yang dianggap paling sholih, dermawan dan ahli ibadah dari tanah Arab, ‘Amr ibn Luhay namanya. Setiba di negeri Syam, ia terkejut melihat modelperibadatanpenduduknya. Padahal, di tanah haram tempat asalnya, peribadatan yang dilakukan kaumnya masih dilakukan secara “dirrect” kepada Alloh Subhanahuwata’ala seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail ‘Alaihissalam, bukan model “titip” kepada berhala, baru nanti biar berhalanya yang sampaikan hajatnya kepada Alloh seperti yang dilakukan para penduduk Syam ini.
Namun apalah daya, image negeri Syam sebagai negeri para Rosul telah menjadikan ‘Amr bin Luhay terperangkap logika peribadatan yang telah disebarkan setan di negeri Syam itu.
Ia pun kembali ke Mekkah, dan tanpa perlu kuliah bertahun- tahun seperti layaknya para pemuka muslim moderat yang belajar di Amerika untuk menjadi pembaharu agama, ‘Amr bin Luhay menjadi pembaharu yang dengan cepat mampu memasarkan hardware berhala yang ia ekspor dari Syam dan sekaligus meng- install-kansoftwarekesyirikandi dalam pikiran masyarakat Arab kala itu.
Maka, dengan cepat, berubahlah orang-orang Arab menjadi kaum Paganis dengan sebab logika perantara ini, yang gampangnya, kita sebut logika ini sebagai logika perantara:
“…Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya.”
Jelaslah logika perantara ini mengajarkan, bahwa dengan menyembah berhala-berhala itu, manusia akan semakin dekat kepada Alloh. Logika perantara ini memposisiskanmanusia–sebagai makhluk yang rendah– tidak mempunyai kedudukan apapun, dan tidak berhak meminta apapun kepada Alloh Subhanahuwata’ala, Dzat Yang Maha Agung. Jika manusia tak pantas untuk meminta langsung, maka harus ada perantara untuk mendekatkan manusia kepada Alloh, maka berhala adalah jawabannya. Mereka menganggap, berhala-berhala itulah yang meneruskan do’a-do’a mereka kepada Alloh Subhanahuwata’ala.
Pada kenyataannya menurut sejarah, logika ini juga terpakai dalam penuhanan ‘Isa sebagai juru selamat yang dianggap menebus dosa manusia di kayu salib.AtaulogikaorangYahudi dalam menuhankan ‘Uzair. Dan bahkan pada penuhanan orang- orang shalih dari kaum Nabi Nuh yaitu Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Logika perantara ini begitu mendarah syaraf di tubuh kemusyrikan.
Sekarang ini, logika perantara tak kunjung lenyap, ia bahkan telah merasuk di dalam jiwa masyarakat muslim. Di kuburan- kuburan, tempat angker, hingga di sudut-sudut rumah melalui televisi dengan iklan primbon, jodoh dan SMS-SMS musyrik lainnya.
Korban-korban logika perantara adalah muslim yang percaya bahwa Alloh Subhanahuwata’ala adalah Robbnya, dan Muhammad adalah Rosul-Nya. Namun logika perantara telah menipu mereka, dikarenakan pengetahuan mereka tentang agama yang lemah. Seorang yang berziarah di sebuah kuburan keramat berkata, “Saya hanya ingin minta tolong agar doa saya segera dikabulkan Alloh dengan berdoa di hadapan kuburan Wali ini”. Subhanalloh, bagaimana seorang yang telah meninggaldapatmenolongorang yang masih hidup?!
Begitulah… Sepanjang sejarah, dari zaman Nabi Nuh ‘Alaihissalam, ‘Amr bin Luhay dan hingga masa kini, logika perantara adalah logika jahiliyah, logika yang dijadikan alat utama oleh setan di dalam menanamkan kesyirikan. Berhati- hatilah pada logika perantara. Dalam hubungan dengan Alloh Subhanahuwata’ala atas hajat kita, perantara adalah logika kemusyrikan. Islam mengajarkan kedekatan hamba dengan Robbnya. Kedekatan langsung yang indah, tanpa perantara.
Sumber : Materi Majalah INTISARI HASMI Vol. 0004 Rubrik Poros Setan