MUNGKID – Seniman yang tinggal di wilayah Gunung Merapi melakukan ritual keyirikanyang diyakini dapat meredambahaya letusan. Buto (raksasa jahat) penghuni merapi yang diyakini sebagai pembawa bencana dihanyutkan di Sungai Blongkeng yang berhulu di Gunung Merapi dan berhilir di laut selatan dalam sebuah ritual.
Ritual Sesaji Merapi yang mengarah kepada kesyirikan tersebut dilakukan oleh Agus Merapi dari Kecamatan Srumbung. Sebelum dihanyutkan, Buto Merapi yang disimbulkan melalui sebuah lukisan di atas kanvas bergambar makhluk halus dan mengerikan itu, diadakan ritual terlebih dahulu.
Dalam prosesi ritual, seluruh perangkat sesaji berupa makanan hasil bumi dan dupa disusun menghadap ke arah Gunung Merapi. Tujuh lukisan dipasang memutar di sekitaran sesaji itu. Diantaranya lukisan Mbah Marijan, Dewi Gadung Melati (dewi kesuburan), Buto Merapi, dan empat diantarnya lukisan berupa gunung merapi saat mengeluarkan lahar panas. Semua lukisan merupakan hasil karya Agus Merapi.
Setelah semua perangkat tertata, Agus mulai menjalankan aksinya. Gerakan berupa tari-tarian dan penghormatan kepada Gunung Merapi satu persatu dikerjakan secara berurutan. Ritual tadi sebagai bentuk pemberian persembahan kepada para penghuni merapi Ritual ini dianggap dapat memberikan keselamatan. Sehingga terhindar dari mara bahaya yang oleh warga setempat disimbulkan oleh seorang buto. Padahal jelas sekali bahwa hal ini merupakan kesyirikan yang nyata yang dapat membuat pelakunya terjerumus kepada kekafiran.
Ritual akhirnya ditutup dengan proses larung lukisan Buto Merapi ke sungai Blongkeng. Pemilihan sungai blongkeng sediri lantaran sungai itu yang dianggap yang paling alami dan jauh dari kerusakan alat berat.
Setelah buto dilarung, mereka berharap kedamaian dan kesejahteraan warga usai merapi meletus akan meningkat. Kyai petruk yang menggembala wedus gembhel sudah mengirimkan abu yang baik untuk tanah, dan Dewi Gadung Melati memberikan banyak material berupa batu dan pasir untuk dimanfaatkan masyarakatnya.(Redaksi HASMI/jawa pos)