وعن أبي يَزيدَ مَعْنِ بنِ يَزيدَ بنِ الأخنسِ ، وهو وأبوه وَجَدُّه صحابيُّون ، قَالَ : كَانَ أبي يَزيدُ أخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا ، فَوَضعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ ، فَجِئْتُ فأَخذْتُها فَأَتَيْتُهُ بِهَا . فقالَ : واللهِ ، مَا إيَّاكَ أرَدْتُ ، فَخَاصَمْتُهُ إِلى رسولِ اللهِ ، فقَالَ : (( لكَ مَا نَوَيْتَ يَا يزيدُ ، ولَكَ ما أخَذْتَ يَا مَعْنُ )) رواهُ البخاريُّ .
Dari Abu Yazid Ma’n bin Yazid bin Al-Akhnas radhiyallahu ‘anhu, dia (Ma’n), bapak dan kakeknya adalah sahabat Nabi, dia berkata, “Bapak saya, Yazid pernah mengeluarkan beberapa dinar untuk disedekahkan. Dia mempercayakan pada seseorang di masjid (untuk membagi-bagikannya). Kemudian aku datang (ke masjid itu) dan aku pun mengambilnya. Selanjutnya aku datang ke tempat bapak-ku dengan membawa dinar tersebut. Lalu bapak-ku berkata, “Demi Allah, bukan engkau yang aku tuju (untuk menerima sedekah itu). Kemudian kejadian itu kami sampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Bagimu apa yang telah engkau niatkan, wahai Yazid. Dan bagimu apa yang telah kamu ambil, hai Ma’n.” HR. Bukhari
Faidah Hadits:
- Hadits ini menunjukkan diperbolehkannya seseorang memberitahukan karunia dan nikmat yang Allah berikan kepadanya.
- Diperbolehkannya mewakilkan pembagian sedekah, terlebih sedekah yang bersifat sunnah karena di dalamnya terdapat penyembunyian amal (merahasiakan amal).
- Diperbolehkannya mengajukan suatu permasalahan antara ayah dan anak kepada seorang hakim. Dan hal itu tidak termasuk suatu kedurhakaan.
- Diperbolehkannya menyerahkan sedekah yang bersifat sunnah kepada furu’ (anak, cucu, dst).
- Orang yang bersedekah mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang ia niatkan, baik sedekahnya sampai kepada orang yang berhak atau pun tidak.
- Tidak diperbolehkannya seorang bapak (orangtua) mengambil kembali sedekah yang telah ia berikan kepada anaknya. Dan sedekah ini berbeda dengan hibah/pemberian. (Red-HASMI/Muslimah)
Wallohu a’lam