BEIJING – Salah satu aspek penunjang ketentraman dalam hidup adalah lingkungan yang bersahabat. Karena pengaruh yang di timbulkan oleh lingkungan merupakan modal utama sebelum kita memutuskan untuk tinggal di suatu tempat.
Selain itu, zaman pun ikut andil memberikan pengaruh terhadap aspek spiritualitas Ummat Islam khususnya. Pengaruh ini juga dialami Muslim yang berada di Negara China.
Bagi Muslim yang berada di pedesaan China, dimana populasi Muslim mencapai 60 persen, telah tercipta lingkungan kehidupan yang sudah mulai Islami. Kaum perempuannya mengenakan jilbab dan kaum lelaki mengenakan pakaian khas Muslim dengan peci yang menempel pada kepala.
Bangunan Masjid dan suara adzan pun mendominasi. Begitu pula dengan restoran halal. Sehingga Ucapan “Assalamu’alaikum” banyak yang sudah melengkapi suasana.
Namun, berbicara soal kota besar semodel Beijing, gejala modernisme dan konsumerisme segera mempengaruhi nilai-nilai spiritual. “Di kota besar, Muslim harus mematuhi kode berpakaian. Perempuan pun tidak mengenakan jilbab karena mereka tidak nyaman dan selalu merasa diawasi,” ungkap Abdul Rahman Harun, Imam Masjid Nan –satu dari 72 masjid yang dibangun di Beijing.
Imam lulusan Univeritas Al-Azhar, Kairo, ini mengakui kehidupan kota tidak kondusif untuk menanamkan nilai-nilai spiritualitas. Tak heran, lebih banyak orang tua yang justru aktif mengamalkan ajaran agama dengan baik.
“Lihat saja, yang adzan adalah orang tua. Yang memimpin shalat juga orang tua,” keluhnya.
Imam Ali Noor-Elhuda, Ketua Asosiasi Islam di Beijing, mengatakan kehidupan beragama di China berangsur-angsur membaik. Sekalipun ada benturan, namun benturan itu dapat dipastikan bukan konflik agama melainkan lebih dominan bernuansa politis.
“Dalam sejarah mungkin kita berbenturan dengan etnis Han –etnis mayoritas di China. Kini suasana lebih baik,” kata Ali yang juga Imam Masjid Niujie.
Menurutnya, perbedaan yang terjadi antara komunitas Muslim dan masyarakat China lebih kepada bahasa, makanan dan tradisi. Tetapi, itu bukan masalah besar.
“Initinya, stablitas politik China modern semoga menjadi pertanda baik bagi masa depan Muslim China, terutama etnis minoritas,” katanya. Dan Populasi China terdiri dari 56 kelompok etnis. Sebanyak 10 di antaranya adalah Muslim.
Dalam komunitas Muslim, etnis Hui (48 persen) dan Uygur (41 persen) merupakan mayoritas. Khusus Uygur, etnis ini tidak berbahasa China. Mereka merupakan keturunan Turki sehingga berbahasa Turki.
Sementara, Hui secara etnis dan budaya tidak berbeda dengan etnis Han. Mereka merupakan keturunan pedagang Arab yang sempat menjelajahi jalan sutra di masa lalu. (Admin-HASMI/rep).