KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR’AN
Utsman bin Affan berkata,
“Seandainya hati-hati kalian itu bersih maka niscaya tidak akan pernah bosan membaca al-qur’an.”
Keutamaan Al-Qur’an
Al-qur’an adalah ruh (kekuatan itu ada pada al-Qur’an)
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(Asy-Syura: 52)
Kekuatan besar dari sentuhan Al-Qur’an ini dirasakan benar oleh para sahabat Rasulullah karena memang mereka menerima Al-Qur’an ini dengan segenap hati, pikiran dan kemauan mereka. Seperti yang diriwayatkan oleh Ath-Thobroni dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa ia berkata:
“Ketika turun surah Az-Zalzalah, maka serentak Abu Bakar yang sedang duduk waktu itu menangis. Maka Rasulullah saw. pun menghampirinya dan bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis wahai Abu Bakar?”. Surah inilah yang membuat aku menangis”.
Maka Rasulullah menenangkan dengan sabdanya:
“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa dan kesalahan, maka Allah akan menciptakan kaum lain yang mereka itu melakukan salah dan dosa kemudian mereka bertaubat dan Allah mengampuni mereka.”
Alloh menjadikan memenuhi seruan-Nya dan seruan Rosul-Nya, dapat menghidupkan hati.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(Al-Anfal: 24)
Al-Qur’an Sarana Untukt Sabar (Teguh) Dan Istiqomah Dalam Agama Islam
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’alaberfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.”
(QS. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).”
(QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.”
(QS. Fushilat: 44).
Qotadah mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat penawar bagi orang-orang beriman.”
Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Mempelajari dan Mengajarkan Al-Qur’an adalah Sifat Robbaniy
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan penyembah Allah.’ Akan tetapi (dia berkata): ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’ Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para Nabi sebagai Rabb. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.”
(QS. Al Imran: 79-80)
Rabbani adalah sifat yang mengumpulkan antara kapasitas ilmu, pembuktian amal, dan pengajaran ilmu (pengkaderan). Demikian ungkapan Al-Azhari, Imam Ahli Bahasa Arab (wafat 370 H) dalam Kitabnya Tahdzib Al-Lughah (14/225). Tiga komponen ini merupakan syarat mutlak yang harus ada dalam diri suatu ulama ataupun generasi yang mencapai derajat “rabbani”. Bahkan setiap poin dari ketiganya memiliki konsekuensi tersendiri yang apabila tidak tercapai maka sifat “rabbani” belum bisa disandarkan pada suatu generasi atau ulama. setelah menyebut definisi rabbani ini, beliau berkata: “Barangsiapa yang dalam dirinya kehilangan satu saja dari tiga poin ini maka ia tidak bisa disebut sebagai rabbani”. Jadi, seseorang/generasi/kelompok disebut Rabbani jika menggabungkan tiga ini secara sempurna. Sebab itu, tidak heran bila Imam Mujahid rahimahullah menyatakan bahwa derajat orang-orang rabbani berada diatas para ahbaar (para ulama). (lihat : Tafsir Al-Thabari : 6/542).
Derajat “rabbani” adalah sebuah gelar yang tidak sembarang bisa ditujukan pada siapa saja, bahkan banyak ulama yang tidak sampai pada tingkat ini. Tengok saja, Siyar Al-A’laam Al-Nubalaa karya Imam Al-Dzahabi, dari ribuan ulama dan tokoh-tokoh besar yang disebutkan oleh beliau dalam kitab ini, hanya sekitar 40-an ulama yang beliau sebut dengan julukan Al-Rabbani !!
Orang Yang Mengambil Pelajaran Dari Ayat-Ayat Al-Qur’an Adalah Orang Yang Berakal.
(Ulul Albab)
Kitab (Al Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka mentaddabburi ayat – ayatnya dan untuk mengingatkan Ulul Albab.
(Qs. Shad[38]:29)
Al-Qur’an Adalah Seutama-Utama Dzikir.
Keutamaan membaca al-Qur’an
- Al Quran adalah perdagangan yang tidak pernah merugi
{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)}
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitabTafsir Fath Al Qadir).
- Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipatkan menjadi 10 kebaikan.
عَنْ عَبْد اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ رضى الله عنه يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».
“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami’, no. 6469)
- Membaca Al Quran bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan
عَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ ».
“Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca Al Quran dan terbata-bata di dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR. Muslim).
- Membaca Al Quran akan mendatangkan syafa’at
عَنْ أَبي أُمَامَةَ الْبَاهِلِىُّ رضى الله عنه قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ…
“Abu Umamah Al Bahily radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku telah mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Quran karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).
وقال وهيب رحمه الله: “نظرنا في هذه الأحاديث والمواعظ فلم نجد شيئًا أرق للقلوب ولا أشد استجلابًا للحزن من قراءة القرآن وتفهمه وتدبره”.
“Berkata Wuhaib rahimahullah: “Kami telah memperhatikan di dalam hadits-hadits dan nasehat ini, maka kami tidak mendapati ada sesuatu yang paling melembutkan hati dan mendatangkan kesedihan dibandingkan bacaan Al Quran, memahami dan mentadabburinya”
Menjadwal Waktu Khusus Untuk Membaca Al-Qur’an
Salah satu yang dijadikan alasan mengapa seseorang tidak membaca al-Qur’an setiap hari adalah karena ia tidak mempunyai waktu dikarenakan sibuk. Ikhwanufillah, waktu yang Alloh berikan kepada kita satu hari adalah 24 jam, suatu waktu yang cukup lama. Namun ia beralasan sibuk, tidak ada waktu untuk membacanya. Ini adalah alasan yang dibuat-buat saja bukan karena tidak ada waktu tetapi karena kemalasan dirinya dan ia tidak mau menjadwal khusus untuk membaca Al-Qur’an. Sungguh sangat ironis seseorang bisa berlama-lama memegang dengan HP nya, begadang, atau menonton TV namun ia tidak punya waktu untuk membaca al-Qur’an tidak tidakkah ia bisa menyempatkan 15- 30 menit untuk membaca al-qur’an?. Seandainya ia menyempatkan 5 menit setiap habis sholat saja niscaya ia mampu membaca al-Qur’an dalam satu hari selama 25 menit. Menejlah waktu anda sebagaimana anda memenej hartamu. Terlebih lagi antum adalah sebagai aktivis dakwah.
HIDUP DI BAWAH NAUNGAN AL-QUR’AN
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih urus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar” (Surah Al Israa 9)
Hidup dalam naungan Al-Qur’an bererti selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an baik secara tilawah(membaca), tadabbur (memahami), hifzh (menghafalkan), tanfiidzh (mengamalkan), ta’liim(mengajarkan) dan tahkiim (menjadikannya sebagai pedoman dan rujukan hukum).
Rasulullah saw . bersabda: “Sebaik-baiknya kamu orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang mengajarkannya”
Orang yang mempelajari Al-Qur’an adalah orang yang masuk pada tahapan awal dari interaksi terhadap Al-Qur’an dan orang yang mengajarkan Al-Qur’an adalah orang yang sudah sampai tahapan akhir daripada interaksi terhadap Al-Qur’an, Namun secara umum orang-orang yang berjiwa Robbani adalah orang yang senantiasa mengajarkan Al-Qur’an dan pada saat yang sama orang belajar Al-Qur’an dan semuanya masuk orang yang terbaik dari umat Islam.
At-Tilawah (Membaca Al-Qur’an)
“Orang-orang yang telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi” (Qs. Al-Baqarah: 121).
Salah satu interaksi terhadap Al-Qur’an yang harus diperbanyak adalah tilawah Al-Qur’an. Salafu sholih sangat serius dalam masalah tilawah. Utsman bin ‘Affan mengkhatamkan setiap hari Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Abdullah bin Amru bin Al-Ash ketika diperintahkan membaca Al-Qur’an sebulan khatam, beliau masih menawar bahwa dirinya masih mampu untuk lebih cepat dari itu. Setelah terjadi tawar-menawar, maka Rasulullah saw. membolehkan membaca Al-Qur’an setiap tiga hari khatam. Sementara imam As-Syafi’i mengkhatamkan 60 kali dalam bulan Ramadhan diluar waktu sholat. Sebagian ada yang setiap minggu khatam dan ada yang sepuluh hari khatam. Demikianlah tilawah Shalafu sholih.
Orang-orang beriman menjadikan Al-Qur’an sebagai buku bacaan hariannya dan tidak pernah bosan dan kenyang dengan Al-Qur’an. Sebagaimana diungkapkan oleh Utsman bin ‘Affan ra,“Kalau hati kita bersih, maka kita tidak akan pernah kenyang dengan Al-Qur’an”. Kerana dengan senantiasa membaca Al-Qur’an, akan mendapatkan banyak kebaikan.
At-Tadabbur (Memahami Al-Qur’an)
Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (Surah Shaad 29).
Tadabbur Al-Qur’an adalah meneliti lafazh Al-Qur’an untuk sampai pada makna Al-Qur’an. Intinya bahawa tadabbur iaitu memahami Al-Qur’an, mendalami, memikirkan dan memperhatikan agar dapat diamalkan. Inilah tujuan inti dari diturunkan Al-Qur’an, iaitu untuk difahami isinya kemudian diamalkan. Sebab jika orang membaca sesuatu dan tidak memahami maknanya maka tujuan inti dari apa yang dibaca tidak sampai. Orang yang berilmu dan memiliki peradaban adalah orang yang memahami apa yang dibaca.
Berkata Ibnu Taimiyah, “Tradisi yang terjadi adalah menolak, jika suatu kaum membaca kitab pada disiplin ilmu tertentu, seperti kedoktoran atau matematik kemudian tidak memahaminya. Bagaimana dengan kalam Allah Ta’ala yang merupakan kunci penjagaan, keselamatan, kebahagiaan dan pedoman pada agama dan dunia mereka ?”
Al-Qur’an adalah mu’jizat Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. dan manusia dapat menikmati mu’jizat tersebut. Seluruh isinya berupa kebenaran, kebaikan, keindahan, ilmu pengetahuan dan mengantarkan manusia pada kebahagiaan. Orang yang hidup dalam naungan Al-Qur’an mereka akan mendapatkan keberkahan. Keberkahan umur, keberkahan harta dan keberkahan sarana lainnya. Sebaliknya manusia yang berpaling dari Al-Qur’an, mereka akan mendapatkan kehidupan yang paling sempit, sengsara dan menderita di dunia dan akhirat.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, Telah datang kepadamu ayat-ayat kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini kamupun dilupakan” (Surah Thahaa 124-126).
Sangat disayangkan jika mu’jizat terakhir yang membawa keselamatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat tidak dapat difahami dan dini’mati oleh majoriti manusia. Tetapi inilah realitas yang terjadi, majoriti manusia tidak beriman pada Al-Qur’an dan majoriti umat muslim tidak mengetahui isinya.
Al-Hifzh wa al-Muhafazhah (Menghafal dan menjaga Al-Qur’an)
“Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang yang zalim” (Surah Al-ankabuut 29).
Surah Al-Qomar menyebutkan empat kali, bahwa Allah telah berjanji untuk memudahkan al-Qur’an untuk dijadikan pelajaran. “Dan Sesungguhnya Telah kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Surah Al Qomar, 17,22,32, 40). Para ulama tafsir, diantaranya Al-Qurthubi, As-Suyuti dan lainnya, bahwa Allah telah memudah Al-Qur’an untuk dihafalkan.
Banyak orang-orang beriman yang sudah putus asa dalam menghafalkan Al-Qur’an, seolah tidak mampu lagi menambah hafalannya, yang ada malah berkurang. Apalagi jika umur sudah mulai menginjak 40 tahun. Masalah ini menunjukkan kelemahan iman dan semangat dalam menghafalkan Al-Qur’an. Bahkan ada seorang da’i yang mengatakan bahwa dalam Islam semuanya mudah kecuali menghafal Al-Qur’an. Kekadaan seperti ini tentu sungguh sangat memperihatinkan. Padahal jika kita melihat keislaman para sahabat, majoriti mereka masuk Islam sudah dewasa, sebagiannya sudah melewati usia 40 tahun, tetapi mereka masih terus bersemangat untuk menghafal Al-Qur’an.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang dalam dadanya tidak ada (hafalan) dari al-Qur’an, maka seperti rumah rusak (kosong)” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan Al-Hakim).
Rumah rusak atau kosong, berarti mudah dimasuki mahluk lain, seperti syetan atau jin yang senantiasa mengganggu manusia. Dan memang kita mendapati, bahwa orang yang suka diganggu syaitan atau jin adalah orang yang hatinya kosong, iaitu kosong dari keimanan dan kosong dari Al-Qur’an.
“Yang memimpin (imam) suatu kaum adalah yang paling menguasai Al-Qur’an” (HR Muslim).
Pemimpin disini baik dalam shalat dan tentu saja diluar shalat. keranaRasulullah saw. ketika memberi tugas pada para sahabat, yang diangkat jadi pemimpin adalah yang paling menguasai Al-Qur’an atau yang paling faqih terhadap agama.
At-Tanfidz wa al-‘Amal bihi (Mengamalkan Al-Qur’an)
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan” (Surah At-Taubah 105)
Langkah interaksi terhadap Al-Qur’an berikutnya adalah mengamalkannya. Mengamalkan Al-Qur’an berarti mengamalkan ajaran Islam atau beramal shalih. Saidina Ali menjelaskan sifat-sifat orang yang bertaqwa, iaitu orang yang beramal sesuai dengan petunjuk Al Qur’an (al-‘amalu bit tanziil). Inilah interaksi yang harus dilakukan oleh setiap orang beriman, menjalankan yang diperintahkan dan meninggalkan yang diharamkan. Mengamalkan Al-Qur’an harus sampai pada tingkat bahwa Al-Qur’an menjadi keperibadian atau akhlaknya. Inilah yang terjadi pada diri Rasulullah saw., sebagaimana diceritakan ‘Aisyah,
“Akhlak Rasul adalah Al-Qur’an” (HR Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Begitu juga para sahabat disebut dengan ‘Generasi Al-Qur’an yang unik’.
Diantara bentuk mengamalkan Al-Qur’an adalah mengikuti sunnah Rasul saw. kerana kita melihat banyak orang yang mengklaim mengikuti Al-Qur’an tetapi tidak mengikuti sunnah bahkan yang menafikan sunnah.
Firman Allah swt.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”(Surah Al-Hasyr 7).
Sesuatu yang harus menjadi keprihatinan kita orang-orang beriman adalah bahwa banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Hal ini juga yang menjadi keprihatinan Rasulullah saw. Bahkan keprihatinan ini diabadikan dalam Al-Qur’an, “Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak dipandang serius” (Surah Al-Furqan 30). Meninggalkan Al-Qur’an ini disebabkan oleh banyak hal, salah satunya kerana begitu gencarnya propaganda penyesatan yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Begitu juga upaya yang sistematik agar umat Islam jauh dari Al-Qur’an,
“ Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran Ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”(Surah Al-Fhushilat 41).
Berbagai macam dakwah kebatilan digalakan, berbagai macam hiburan yang melalaikan disemarakkan sehingga banyak umat Islam yang meninggalkan Al-Qur’an. Meninggalkan dari membaca Al-Qur’an, meninggalkan dari memahami Al-Qur’an, meninggalkan dari menghafalkan Al-Qur’an, meninggalkan dari mengamalkan Al-Qur’an dan meninggalkan dari segala macam yang terkait dengan Al-Qur’an. TV mempunyai peranan yang sangat besar dalam membuat umat Islam meninggalkan Al-Qur’an.
At-Ta’lim wa ad-Da’wah wa al-Jihad (Mengajarkan dan menda’wahkan Al-Qur’an )
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (Surah Al-Furqaan 52).
Melihat fenomena bahwa umat meninggalkan Al-Qur’an, maka harus ada upaya berkesinambungan bagi para da’i, iaitu mengajarkan Al-Qur’an, menda’wahkan dan berjihad dengannya. Inilah bentuk interaksi terakhir orang-orang beriman dengan Al-Qur’an. Inilah sejatinya yang disebut dengan hidup dalam naungan Al-Qur’an. Ta’lim, da’wah dan jihad yang terus-menerus sampai Allah memberikan kemenangan atau mati syahid dijalan perjuangan ini. Inilah kehidupan yang telah dilalui oleh Rasulullah saw. bersama dengan keluarga dan para sahabatnya. Diteruskan oleh generasi salafu shalih berikutnya, perjuangan yang tidak kenal henti.
As-Syahid Sayyid Quttub menceritakan betapa indahnya hidup dalam naungan Al-Qur’an. Beliau berkata dalam muqaddimah Zilalnya, “Hidup dalam naungan Al-Qur’an adalah ni’mat. Ni’mat yang hanya diketahui oleh siapa yang telah merasakannya. Ni’mat yang akan mengangkat umur, memberkahi dan menyucikannya”.
Wallahu’alam..
(Red-HASMI)