Jakarta-HASMI.org| Pada pekan yang lalu, menteri kesehatan; Nafsiah Mboy telah menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia keberatan dengan adat yang sudah dijalankan oleh masyarakat Indonesia berupa sunat bagi perempuan atau diistilahkan dengan female genital mutilation (FGM)
“Secara prinsip, jelas kami keberatan dengan FGM. Itu tidak bisa diterima,” kata Nafsiah
Nafsiah menyatakan hal ini terkait laporan di surat kabar Inggris, The Guardian, edisi 18 November 2012, yang menyebutkan sunat dengan melukai alat kelamin anak perempuan, umum dipraktekkan.
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah tidak kalah hebatnya dalam menentang praktek sunat perempuan atau FGM ini, “Mestinya kalau yang dipersoalkan adalah persoalan masih maraknya praktek sunat perempuan, yang dilakukan (Kemenkes) bukan mengeluarkan (Permenkes) acuan tata cara sunat, tetapi sinergi (kampenye) dengan Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian pemberdayaan Perempuan dan Anak, Kementrian Agama,” kritiknya kepada Kemenkes.
“Jadi upayanya bukan supaya itu aman, tetapi supaya praktek sunat yang berimplikasi buruk pada kondisi kesehatan perempuan itu dihentikan,” tegasnya.
“Pokoknya sepanjang itu menyangkut FGM, kita tegas tidak boleh. Terus terang saya pada saat ini belum menguasai seluruh masalahnya, akan saya cek dulu,” kata mantan Direktur pada Departemen Gender dan Kesehatan Perempuan badan dunia WHO ini.
Dalam Islam sendiri, khitan bagi perempuan merupakan sesuatu yang dianjurkan dan kemuliaan bagi perempuan itu sendiri. Dan prakteknya pun berbeda dengan khitan pada laki-laki. Khitan pada perempuan merupakan khitan ringan yang cukup dilakukan dengan hanya menghilangkan selaput ( jaldah / colum / praeputium ) yang menutupi klitoris. Tidak boleh berlebihan seperti memotong atau melukai klitoris ( insisi dan eksisi ) yang dapat mengakibatkan efek negatif.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyuruh Ummu ‘Athiyah, seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita, beliau bersabda: “Sayatlah sedikit dan jangan berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan lebih menyenangkan suami.” ( HR. al-Thabrani ).
Yang dimaksud dengan isymam ialah taqlil (menyedikitkan), dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya.
Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
Artinya: “Jangan berlebihan di dalam memotong, karena yang demikian itu lebih nikmat bagi wanita dan lebih disenangi suaminya.” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany).
Selama Islam mensyariatkan sesuatu maka hal itu tidak akan membahayakan sedikitpun bagi pemeluknya, syariat Islam akan bisa dirasakan manfaatnya oleh mereka di dunia dan akhirat. (Red-HASMI)