KEHAMBAAN DALAM DOA DAN MERASA BERGANTUNG KEPADA ALLAH TA’ALA
Oleh: Tim Redaksi HASMI
Doa termasuk ibadah yang paling mulia dan paling dicintai Allah Ta’ala. Doa merupakan ciri khas kehambaan, dan kunci diterimanya doa adalah merasakan betapa bergantungnya hamba kepada Allah, merendahkan diri di hadapan-Nya, dan tunduk kepada-Nya.
Merasa bergantung sepenuhnya kepada Allah adalah bentuk ibadah yang agung. Hal ini menuntut hamba untuk menurunkan segala kebutuhannya hanya kepada-Nya, tekun berada di hadapan-Nya, serta menyadari bahwa Allah-lah yang Maha Esa dalam kerajaan dan hukum-Nya. Hamba harus yakin bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi; tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya, menunda hukum-Nya, atau membatalkan keputusan-Nya. Tidak ada urusan yang terjadi kecuali dengan izin-Nya, tidak ada kebaikan yang diberikan kecuali melalui karunia-Nya, dan tidak ada kemudharatan yang ditolak kecuali dengan kelembutan-Nya.
Rasa bergantung inilah yang sebenarnya merupakan kekayaan sejati. Hamba pun menjadi tenang menghadapi takdir, mengamati hikmah Allah dalam memberi dan menahan sesuatu. Perasaan ini mendorong hamba untuk bersenjata dengan doa—suatu ibadah mulia yang telah Allah syariatkan bagi hamba-Nya, mempermudahnya, menjadikannya sarana mendekat dan berkomunikasi dengan Allah, serta menjadi sebab datangnya rahmat-Nya. Dalam doa, seorang Muslim merasakan kedekatannya dengan Rabb-nya. Allah telah memberi kabar gembira bagi hamba-Nya yang berdoa, yaitu kedekatan dan dijawabnya doa mereka. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh petunjuk.” [Al-Baqarah: 186]
Rasulullah ﷺ menegaskan besarnya kedudukan doa, beliau bersabda:
“Doa itu adalah ibadah.”[1]
Alim Muhammad al-Bashir al-Ibrahimi rahimahullah berkata:
“Manifestasi tertinggi dari tauhid dalam ibadah adalah doa.”[2]
Kalimat singkat ini menjelaskan hakikat doa, bahwa doa dan bergantung sepenuhnya kepada Allah, menurunkan kebutuhan hanya kepada-Nya, serta merasa takut dan berharap hanya kepada-Nya, adalah inti dari kehambaan. Tingkatan terdekat dari ibadah adalah ketika hati seseorang menundukkan diri hanya kepada Allah, mengulang permohonan dengan lisan, dan mengangkat tangan memohon hanya kepada Rabb-nya. Dalam kondisi iman ini, hamba menyadari bahwa tiada sesuatu pun dalam kerajaan Allah kecuali dengan kehendak-Nya. Maka hamba pun berserah diri di hadapan-Nya, berdoa hanya kepada-Nya, yakin akan kemampuan-Nya untuk mengabulkan doa, dan mengarahkan seluruh dirinya kepada Rabb, menjauh dari selain-Nya. Inilah keadaan ketika seorang hamba paling dekat dengan realisasi tauhid Allah Ta’ala.
Sebaliknya, Allah mengecam orang yang menyombongkan diri dari doa dan menghindar dari menghadap-Nya, atau menurunkan kebutuhan mereka hanya kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari ibadah-Ku, kelak mereka akan masuk neraka dalam keadaan hina.’” [Ghafir: 60]
Telah banyak teks syar’i yang menegaskan bahwa Allah mencintai agar diminta hanya kepada-Nya tanpa sekutu, dan agar hamba-hamba-Nya bergantung kepada-Nya dalam segala urusan. Allah mengecam orang yang tidak memohon kepada-Nya, tetapi memohon kepada selain-Nya:
“Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang memohon selain Allah, yang tidak akan direspon hingga Hari Kiamat, sedangkan mereka lalai terhadap doa mereka?” [Al-Ahqaf: 5] Oleh karena itu, doa memiliki adab dan syarat. Berikut adalah beberapa yang paling penting:
Adab Doa
Karena doa memiliki kedudukan tinggi dalam agama Allah, maka disyariatkan adab-adab untuk membantu hamba meraih tujuannya. Beberapa adab doa yang penting adalah:
1. Tauhid dan ikhlas kepada Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan serulah Dia dengan mengikhlaskan ibadah kepada-Nya.” [Al-A’raf: 29]
Artinya, doa harus dilakukan oleh orang yang mengesakan Allah dalam rububiyah, uluhiyah, serta nama dan sifat-Nya, dengan hati yang penuh tauhid, percaya, bertawakal, dan menyadari bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi. Ikhlas adalah syarat diterimanya doa, karena doa adalah ibadah.
2. Diawali dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasul-Nya, dan meminta dengan nama-nama-Nya yang indah
Allah berfirman:
“Dan milik Allah-lah nama-nama yang terbaik, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-Nama itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari nama-Nya; mereka akan mendapatkan balasan apa yang mereka kerjakan.” [Al-A’raf: 180]
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika seseorang berdoa dalam shalat, hendaknya ia memulai dengan memuji Allah, kemudian bershalawat kepada Nabi, lalu berdoa dengan apa yang ia kehendaki.”[3] Beliau juga bersabda:
“Setiap doa tertutup hingga engkau bershalawat kepada Nabi.”[4]
3. Yakin kepada Allah dan memiliki prasangka baik akan terkabulnya doa, serta hadirnya hati saat berdoa
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa itu akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”[5]
Doa yang dilakukan dengan hati yang tidak hadir atau penuh keraguan adalah tidak sopan di hadapan Allah.
4. Bersikeras dan banyak meminta, tidak tergesa-gesa dalam menunggu jawaban
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa hamba akan dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan dosa atau memutus silaturahmi, dan selama ia tidak tergesa-gesa. Ditanya: ‘Apa yang dimaksud tergesa-gesa?’ Beliau menjawab: ‘Ia berkata: Aku telah berdoa, tapi aku tidak melihat dikabulkan, lalu ia menyerah dan meninggalkan doanya.’”[6]
Tabi’in Qatadah berkata:
“Orang-orang mukmin terus mengatakan: ‘Rabbana, Rabbana’ dalam rahasia maupun terang-terangan hingga doa mereka dikabulkan.”[7]
5. Menjaga kerahasiaan doa
Allah berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan sembunyi-sembunyi. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-A’raf: 55]
Al-Hasan al-Bashri berkata:
“Orang-orang Muslim dahulu bersungguh-sungguh dalam doa, namun suaranya tidak terdengar, hanya berupa bisikan antara mereka dan Rabb-nya.”[8]
6. Bertekad dalam meminta, tanpa bersyarat
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah seseorang berkata: ‘Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau menghendaki, ya Allah, rahmatilah aku jika Engkau menghendaki.’ Hendaknya ia menetapkan doanya, karena Allah melakukan apa yang Dia kehendaki, dan tidak ada yang memaksa-Nya.”[9]
7. Mengangkat tangan
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Rabbmu Maha Pemurah, dan malu dari hamba-Nya apabila mengangkat tangan-Nya kepada-Nya, lalu Dia mengembalikannya kosong.”[10]
Disunnahkan telapak tangan menghadap langit dalam keadaan merendah, sebagaimana sabda beliau:
“Jika kalian meminta kepada Allah, mintalah dengan perut tangan, jangan dengan punggungnya.”[11]
8. Mengulang doa tiga kali
Hikmah Nabi ﷺ, beliau selalu berdoa tiga kali jika berdoa, dan bertanya tiga kali jika bertanya.[12]
Adab lain disebutkan di tempatnya dalam kitab-kitab syariah.
Syarat Doa
Doa memiliki banyak syarat, di antaranya:
1. Merasa fakir dan sangat membutuhkan Allah
Doa termasuk ibadah yang paling mulia dan dicintai Allah, tanda kehambaan, dan kunci diterimanya doa adalah merasakan betapa bergantungnya hamba kepada Allah, merendahkan diri di hadapan-Nya, dan tunduk kepada-Nya.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Doa adalah ibadah kepada Allah, bergantung kepada-Nya, dan merendah di hadapan-Nya. Semakin banyak, lama, diulang, diperluas, dan divariasikan kalimatnya, semakin nyata kehambaan hamba, semakin terlihat kefakirannya, kerendahan, dan kebutuhannya, dan semakin dekat dirinya dengan Rabb-nya serta semakin besar pahalanya.”[13]
Mengabaikan doa bisa menjadi tanda kekurangan iman, merasa cukup dengan dirinya sendiri, atau takjub dengan apa yang dimilikinya. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhan-Ku tidak peduli terhadapmu seandainya bukan karena doamu kepada-Nya.’ Sesungguhnya kamu telah mendustakan (kebenaran), maka akan menjadi kewajiban bagi-Mu.” [Al-Furqan: 77]
Untuk menegaskan pentingnya doa, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa tidak meminta kepada Allah, Allah murka kepadanya.”[15]
Al-Sindi rahimahullah berkata:
“Perkataan: ‘Barangsiapa tidak meminta kepada Allah, murka kepadanya’ menunjukkan bahwa meninggalkan doa adalah perilaku yang tidak pantas bagi seorang hamba. Karena itu, doa termasuk fungsi tertinggi dari kehambaan. Barangsiapa mengetahui hakikat ibadah—menunjukkan kerendahan, bergantung, dan tunduk—maka ia akan memahami bahwa doa adalah ibadah.”[16]
2. Merasakan Kedholiman dalam Keabdian dan Kemuliaan Rububiyah
Imam Al-Razi -rahimahullah- berkata:
“Ketahuilah bahwa doa adalah salah satu bentuk ibadah. Bahkan kami katakan, doa menunjukkan kesadaran akan kedholiman seorang hamba dan menunjukkan kemuliaan bagi Rububiyah Allah. Inilah maksud yang paling mulia dari semua ibadah. Bukti nyatanya adalah bahwa seorang yang berdoa tidak akan memulai doa kecuali setelah ia menyadari dari dirinya sendiri bahwa ia sangat membutuhkan sesuatu dan tidak mampu memperolehnya, serta mengetahui bahwa Tuhannya mendengar doanya, mengetahui kebutuhannya, berkuasa untuk memenuhinya, dan memiliki kasih sayang yang dapat menghapus kebutuhan itu. Jika semua ini ada, maka seseorang tidak akan berdoa kecuali dengan menyadari kedholiman dirinya dan ketidakmampuannya, serta menyadari bahwa Allah memiliki ilmu sempurna, kekuasaan, dan rahmat. Maka, tidak ada tujuan dari seluruh kewajiban kecuali untuk mengetahui kedholiman hamba dan kemuliaan Rububiyah. Jika doa mengandung kedua aspek ini, maka doa adalah ibadah yang paling agung.”[17]
Imam Al-Qastalani -rahimahullah- berkata:
“Karena doa dan penghambaan adalah salah satu bentuk ibadah yang paling mulia, Allah memerintahkannya sebagai keutamaan dan kemurahan, dan menjamin akan dikabulkannya.”[18]
3. Menunjukkan Ketergantungan kepada Allah dan Pengakuan atas Kemampuan-Nya Memenuhi Kebutuhan
Allah mencintai hamba-Nya yang meminta dan murka terhadap orang yang tidak meminta kepada-Nya. Allah menginginkan hamba-Nya mendekat dan memohon kepada-Nya, berdoa dan mengakui ketergantungan mereka kepada-Nya. Allah menyukai orang yang bersungguh-sungguh dalam doa. Bahkan, setiap malam, Allah memanggil mereka yang memiliki kebutuhan:
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila sepertiga malam pertama telah lewat, Rabb turun ke langit dunia dan tetap di sana hingga fajar, seraya berkata: ‘Adakah yang meminta diberikan, adakah yang berdoa dikabulkan, adakah yang sakit meminta kesembuhan lalu disembuhkan, adakah yang berdosa memohon ampunan lalu diampuni? Di mana orang-orang yang membutuhkan? Di mana mereka yang dalam kesulitan dan kesempitan?’”[19]
Siapa pun yang menjerit dalam kesulitan dan menyadari ketergantungannya kepada Allah Yang Maha Perkasa, inilah wujud ibadah melalui doa. Penghambaan kepada Allah adalah kemuliaan; sedangkan penghambaan kepada selain-Nya adalah kehinaan. Doa adalah ibadah agung karena menunjukkan ketergantungan kepada-Nya dan pengakuan akan kekuasaan-Nya memenuhi kebutuhan.
4. Memperbaiki Husnuzhan (Berprasangka Baik) kepada Allah
Berprasangka baik kepada Allah mendatangkan karunia-Nya. Hamba yang berdoa berada dalam perlindungan Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah berfirman: ‘Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku bersamanya saat ia berdoa kepada-Ku.’”[20]
5. Tidak Berdoa dengan Dosa atau Memutus Silaturahmi
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa seorang hamba dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan dosa atau memutus silaturahmi, selama ia tidak terburu-buru.”
Ditanyakan: “Apa yang dimaksud terburu-buru?”
Beliau ﷺ menjawab: “Ia berkata: ‘Aku telah berdoa, tetapi belum juga dikabulkan,’ lalu merasa putus asa dan meninggalkan doanya.”[21]
Dosa berarti berdoa untuk sesuatu yang haram, seperti mencuri atau berzina. Memutus silaturahmi berarti berdoa terhadap kerabat dengan kebencian.
6. Tidak Berlebihan atau Berlebih-lebihan dalam Doa
Allah berfirman:
Dan berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan sembunyi-sembunyi; sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.﴾ [Al-A’raf: 55]
Abdullah bin Mughaffal meriwayatkan: Anak beliau berkata:
“Ya Allah, aku memohon surga bagian kanan yang putih ketika masuk ke dalamnya.”
Beliau menasehati:
“Wahai anakku, mintalah surga dan berlindunglah dari neraka. Sesungguhnya akan ada umat yang melampaui batas dalam doa dan kesucian.”[22]
Ibnu Qayyim -rahimahullah- menjelaskan: Berlebihan dalam doa terjadi jika seseorang meminta yang tidak diperbolehkan atau meminta sesuatu yang tidak mungkin diberikan Allah, seperti keabadian atau terpenuhinya kebutuhan manusia tanpa usaha. Berlebihan juga bisa berarti berteriak keras saat berdoa.[23]
7. Bersungguh-sungguh, Sabar, dan Tidak Terburu-buru dalam Doa
Banyak orang berhenti berdoa karena bosan. Ini adalah kehilangan kesempatan, karena siapa pun yang teguh berdoa tanpa menyerah akan dikabulkan, meskipun lambat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Doa hamba dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan dosa atau memutus silaturahmi, selama ia tidak terburu-buru. Terburu-buru berarti ia berkata: ‘Aku telah berdoa, tetapi belum dikabulkan,’ lalu meninggalkannya.”[24]
Siapa yang bersabar dan terus berdoa, ia dekat dengan dikabulkan, seperti orang yang terus mengetuk pintu; suatu saat pintu akan dibukakan.
8. Kejujuran dan Ikhlas dalam Doa
Allah berfirman:
Berdoalah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya.﴾ [Ghafir: 14]
Bahkan orang kafir jika berdoa dengan ikhlas dan sungguh-sungguh, doanya dikabulkan meski ia kembali kafir kemudian. Allah berfirman:
“Apabila mereka naik perahu, berdoa kepada Allah dengan ikhlas, lalu Allah menyelamatkan mereka ke darat, sebagian dari mereka berlaku adil, sebagian lagi ingkar.” [Luqman: 32]
9. Mengonsumsi Makanan dan Pakaian yang Halal
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah itu baik dan hanya menerima yang baik. Allah memerintahkan orang-orang mukmin sebagaimana Dia memerintahkan para rasul: ‘Hai para rasul, makanlah dari yang baik dan kerjakanlah kebajikan.’”[25]
Ibnu Rajab -rahimahullah- berkata:
“Makan, minum, dan berpakaian dengan yang halal menjadi sebab terkabulnya doa.”[26]
Kesimpulan:
Seorang Muslim dianjurkan banyak berdoa dengan penuh kesadaran, memilih waktu yang mustajab, dan menanyakan segala kebutuhan—besar maupun kecil, seperti sandal, garam, dan makanan. Mereka yang berdoa dengan semangat tinggi, sabar, dan bersungguh-sungguh akan menerima kebaikan besar dari Allah. Maka, berdoalah kepada Tuhanmu, bersungguh-sungguhlah, bertawakal hanya kepada-Nya, dan yakinlah bahwa Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
________________________________________
[1] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1479), At-Tirmidzi (3247), dan telah disahihkan oleh Al-Albani.
[2] Athar Muhammad Al-Bashir Al-Ibrahimi: 1/395.
[3] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1481), At-Tirmidzi (3477), dan telah disahihkan oleh Al-Albani.
[4] Diriwayatkan oleh At-Tabarani dalam Al-Mu‘jam Al-Awsat (1/220), dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami‘ (4399).
[5] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (3479), dan telah diperbaiki oleh Al-Albani.
[6] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6340) dan Muslim (2735).
[7] Hilyat Al-Awliya: 2/335.
[8] Tafsir At-Tabari, Jami‘ Al-Bayan: 10/247.
[9] Diriwayatkan oleh Muslim (2679).
[10] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1488) dan disahihkan oleh Al-Albani.
[11] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1486) dan disahihkan oleh Al-Albani.
[12] Diriwayatkan oleh Muslim (1794).
[13] Jala’ Al-Afham: 1/343.
[14] Tafsir As-Sa‘di: hal. 587.
[15] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (3373) dan Ibn Majah (3827), disahihkan oleh Al-Albani.
[16] Hashiyah As-Sindi atas Sunan Ibn Majah, 2/428 (disesuaikan dan disingkat).
[17] Tafsir Ar-Razi: 14/280.
[18] Irsyad As-Sari fi Sharh Shahih Al-Bukhari: 9/173.
[19] Diriwayatkan oleh Ahmad (967), dan menurut Alaauddin Mughallatai dalam Sharh Ibn Majah (2/511): sanadnya sahih.
[20] Diriwayatkan oleh Muslim (2675).
[21] Diriwayatkan oleh Muslim (2735).
[22] Diriwayatkan oleh Abu Dawud (96) dan Ibn Majah (3864), disahihkan oleh Al-Albani.
[23] Bada’i’ Al-Fawa’id: 3/854.
[24] Diriwayatkan oleh Muslim (2735).
[25] Diriwayatkan oleh Muslim (1015).
[26] Jami‘ Al-‘Ulum wa Al-Hikam – edisi Arnaut: 1/275.
HASMI :: Sebuah Gerakan Kebangkitan Himpunan Ahlussunnah Untuk Masyarakat Islami