TUNTUTAN ILMU ADALAH AMAL (Oleh: Tim Redaksi HASMI)

TUNTUTAN ILMU ADALAH AMAL

Oleh: Tim Redaksi HASMI

Sesungguhnya dengan mengamalkan ilmu, para ulama diangkat derajatnya, dan karena meninggalkannya sebagian yang lain direndahkan. Sebagaimana amal dengan ilmu menjadi sebab keselamatan seorang alim, demikian pula ia adalah jalan perbaikan bagi umat seluruhnya. Sebab, para ulama adalah garda terdepan umat dalam melakukan perbaikan; mereka yang meluruskan apa yang telah dirusak manusia, mereka yang berkorban, bersegera, memperbaiki, dan mengoreksi.

Imam ath-Tabari meriwayatkan dari Abu Darda’ –raḍiyallāhu ‘anhu– tentang firman Allah Ta‘ālā:

{وَعُلِّمْتُم مَّا لَمْ تَعْلَمُوا أَنتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ} [الأنعام: 91]

“Kalian telah diajarkan sesuatu yang tidak kalian ketahui, dan juga tidak diketahui oleh nenek moyang kalian.”

Beliau berkata: “Sungguh, di antara perkara yang paling aku takutkan akan menjadi lawan bagiku kelak (di hadapan Allah) adalah dikatakan: Wahai Abu Darda’, engkau telah mengetahui, lalu apa yang engkau amalkan dari apa yang engkau ketahui?”[1]

Ini adalah atsar yang agung, yang dikuatkan oleh sabda Rasulullah ﷺ dalam hadis Abu Hurairah –raḍiyallāhu ‘anhu–:

“Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah… [beliau menyebutkan di antaranya] seorang lelaki yang belajar ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Qur’an…”[2]

Atsar tersebut menyentuh pokok terbesar, yaitu beramal dengan ilmu. Ibnul Jauzi berkata:

“Orang yang merugi adalah mereka yang habis umurnya untuk ilmu yang tidak diamalkan. Dunia luput dari mereka, kebaikan akhirat pun hilang dari mereka. Maka ia datang (menghadap Allah) dalam keadaan bangkrut, dengan hujjah yang kuat membebani dirinya.”[3]

Meskipun makna atsar ini sudah jelas, namun di dalamnya terdapat tanda-tanda bagi yang mau merenungi dan cahaya bagi para pencari kebenaran. Ia menyingkap rahasia terbesar dari manfaat ilmu, yaitu diamalkan. Dengan itu seseorang akan mendapat manfaat untuk dirinya lalu memberi manfaat bagi orang lain. Ibnul Jauzi –wafat 597 H– menuturkan pengalamannya:

“Aku berjumpa dengan banyak guru dengan kondisi yang berbeda-beda, dan mereka berbeda pula dalam tingkat keilmuan. Tetapi yang paling bermanfaat bagiku dalam bersahabat adalah yang mengamalkan ilmunya, meski ada yang lebih berilmu darinya.”[4]

Dengan mengamalkan ilmu, para ulama diangkat derajatnya, dan karena meninggalkannya sebagian yang lain direndahkan. Sebagaimana amal dengan ilmu menjadi sebab keselamatan seorang alim, demikian pula ia adalah jalan perbaikan bagi umat seluruhnya.

Inilah teladan praktis dari Abu Darda’ –raḍiyallāhu ‘anhu– yang memberi contoh nyata bagi para ulama agar mencurahkan perhatian mereka pada pengamalan ilmu, tidak terbuai oleh pujian manusia lalu melalaikan amal, dan senantiasa melakukan muhasabah diri dengan menimbangnya pada apa yang mereka baca dari Al-Qur’an dan berusaha untuk mengamalkannya. Inilah hakikat tadabbur; hidup bersama Al-Qur’an dan nilai-nilainya, lalu mengukur diri di atasnya, sebagaimana dilakukan oleh generasi pilihan yang terdahulu, yang Allah gambarkan dalam firman-Nya:

“Katakanlah: Berimanlah kamu kepadanya atau jangan beriman. Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya, apabila Al-Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas wajah mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: Mahasuci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas wajah mereka sambil menangis, dan bertambah khusyuk mereka.” [Al-Isrā’: 107–109]

________________________________________

Catatan Sumber:
[1] Tafsir ath-Ṭabari (9/395).
[2] HR. Muslim, Kitab al-Imārah, Bab Man Qātala lil-Riyā’, no. 1905.
[3] Ibnul Jauzi, Ṣayd al-Khāṭir, hlm. 159.
[4] Ibid., hlm. 158.

Check Also

KHUTBAH JUM’AT KE-9 (Oleh: Supendi, S.Sy.)

ALLOH MAHA KAYA (Oleh: Supendi, S.Sy.) KHUTBAH PERTAMA إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

slot
situs slot