Alloh subhanahu wata’ala membuka kitab suci-Nya dengan Bismillahirrahmaanirrahim (dengan nama Alloh Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang). Dia memperkenalkan diri-Nya dengan dua nama-Nya yang sangat indah, yaitu: Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kemudian Dia menjelaskan bahwa rahmat (kasih sayang)-Nya sangat luas dan meliputi segala sesuatu. Allah subhanahu wata’ala berfirman.”
وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.”
(QS. Al-A’raaf [7]: 156)
Tidak ada satu makhluk hidup pun di alam semesta ini melainkan mendapat bagian dari rahmat Alloh subhanahu wata’ala tersebut. Di dunia, orang-orang kafir pun juga mendapatkan bagian dari rahmat Alloh subhanahu wata’ala tersebut. Sedangkan orang-orang yang beriman, merekalah yang paling sempurna mendapatkan rahmat-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ
“Maka akan aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami.”
(QS. Al-A’raaf [7]: 156)
Kasih sayang Alloh subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya sudah terlimpah semenjak ia masih berupa janin di dalam perut ibunya. Lihatlah bagaimana Alloh subhanahu wata’ala dengan penuh kelembutan-Nya memproses penciptaan janin tersebut setahap demi setahap. Bermula dari setetes mani, segumpal darah, segumpal daging, sekerat tulang (kerangka), lalu kerangka tersebut dibungkus dengan kulit hingga akhirnya menjadi bentuk yang sempurna dan dilengkapi dengan panca indera. Alloh subhanahu wata’ala mengingatkan kepada kita akan nikmat penciptaan-Nya tersebut.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Alloh sebaik-baik pencipta.”
(QS. Al-Mukminuun: 12-14)
Ibnu Qoyyim rohimahulloh berkata dalam kitabnya al-Fawa’id, “Perhatikanlah keadaan janin, makanannya yang berupa darah datang dari satu jalur yaitu placenta (tali pusar). Ketika ia keluar (terlahir) dari perut ibunya dan jalur makanan tadi telah terputus, maka Alloh subhanahu wata’ala membukakan baginya dua jalur makanan, dari keduanya mengalir rezeki yang lebih baik dan lebih lezat daripada yang pertama yaitu ASI yang segar dan bergizi. Kemudian apabila telah selesai masa penyusuan dan kedua jalur makanan tadi telah tertutup dengan tersapihnya sang bayi, maka Alloh subhanahu wata’ala membukakan baginya empat jalur makanan yang lebih sempurna dari sebelumnya, yaitu dua jalur berupa makanan dan dua jalur berupa minuman. Adapun dua jalur yang berupa makanan ialah hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan dua jalur yang berupa minuman ialah air dan susu, serta beberapa kelezatan yang ditambahkan pada keduanya.
Kemudian, apabila ia telah meninggal maka terputuslah keempat jalur makanan tadi. Akan tetapi, jika ia seorang yang shalih, maka Alloh subhanahu wata’ala akan membukakan baginya delapan jalan, yaitu delapan pintu surga yang ia dipersilahkan masuk dari pintu mana saja yang ia sukai. Demikianlah Robb Yang Maha Suci, Dia tidak mencegah (menahan) sesuatu dari hamba-Nya yang mukmin melainkan untuk memberinya sesuatu yang lebih utama dan lebih bermanfaat baginya.”
Diantara bentuk kasih sayang-Nya kepada kita adalah Dia menganugerahkan kepada kita berbagai macam rezeki-Nya yang sangat beraneka rupa. Diantaranya adalah air yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan semua makhluk hidup. Tanpa air tak akan ada kehidupan di muka bumi ini. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan Alloh menurunkan dari langit air (hujan) dan dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).”
(QS. An-Nahl [16]: 65)
Diantara bentuk kasih sayang-Nya adalah Dia mengabulkan doa orang-orang yang berada dalam kesulitan. Berapa banyak orang-orang yang terancam bahaya lalu berdoa kepada Alloh subhanahu wata’ala kemudian Dia selamatkan? Berapa banyak orang-orang yang tertimpa penyakit lalu berdoa kepada Alloh subhanahu wata’ala kemudian Dia sembuhkan? Berapa banyak orang-orang yang mendapatkan kesulitan lalu berdoa kepada Alloh subhanahu wata’ala kemudian Dia keluarkan dari kesulitan tersebut?
Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.”
(QS. An-Naml [27]: 62)
Diantara bentuk kasih sayang-Nya adalah Dia subhanahu wata’ala mengajarkan kepada manusia berbagai macam ilmu dan teknologi yang dengannya kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan lebih nyaman. Kita sering lupa bahwa ilmu dan teknologi manusia yang kian hari kian canggih itu sebenarnya adalah sebagian (setetes) dari ilmu Alloh subhanahu wata’ala yang diajarkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al-’Alaaq [96]: 4-5)
Diantara kasih sayang-Nya ialah Dia membalas setiap amal shalih yang dikerjakan oleh para hamba-Nya dengan sepuluh kali lipatnya, sedangkan untuk dosa-dosa yang diperbuat hamba-Nya, maka Dia hanya membalasnya dengan yang setimpal atau bahkan memaafkannya. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Barangsiapa yang datang pada hari Kiamat dengan membawa satu amal kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa amal yang buruk, maka dia tidak akan dibalas melainkan setimpal dengan keburukannya, sedang mereka sedikitpun tidak di dzhalimi.”
(QS. Al-An’am [6]: 160)
Bahkan boleh jadi, satu kebaikan akan dibalas oleh Alloh subhanahu wata’ala dengan tujuh ratus kali lipatnya. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Alloh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Alloh Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS. Al-Baqoroh [2]: 261)
Buah Mengimani Keluasan Rahmat Alloh
Dengan mengimani keagungan dan keluasan rahmat Alloh subhanahu wata’ala, hati seorang mukmin akan dipenuhi oleh hal-hal berikut ini:
- Rasa syukur yang mendalam kepada Alloh subhanahu wata’ala. Besar kecilnya rasa syukur seseorang berbanding lurus dengan kesadarannya akan luasnya rahmat dan anugerah Alloh subhanahu wata’ala.
- Menumbuhkan sifat raja (berharap) kepada Alloh subhanahu wata’ala. Seorang yang mengimani bahwa rahmat Alloh sangat luas dan karunia-Nya sangat agung niscaya ia akan menggantungkan seluruh harapannya kepada Alloh subhanahu wata’ala dan dengan sepenuh hati.
- Bertambahnya iman dan ketaatan. Dengan mengimani keluasan rahmat Alloh subhanahu wata’ala, maka seorang mukmin akan semakin mengenal Alloh (ma’rifatulloh). Hal ini akan mempertebal keimanan yang sudah ada dalam hatinya. Sedangkan buah dari bertambahnya iman adalah bertambahnya ketaatan. Demikianlah, dengan mengenali nikmat Alloh subhanahu wata’ala akan menuntun seorang hamba untuk menapaki tangga-tangga penghambaan kepada Alloh subhanahu wata’ala. Inilah hakikat syukur yang sebenarnya.
- Mencintai Alloh subhanahu wata’ala. Salah satu fitrah setiap manusia ialah mencintai siapa yang berbaik hati kepadanya. Seorang anak balita akan mencintai kedua orang tuanya yang selalu berbaik hati kepadanya. Demikian pula seorang hamba yang mengetahui luasnya limpahan rahmat Alloh subhanahu wata’ala, ia akan mencintai-Nya dengan sepenuh hatinya. Kalau mau kita renungkan, ternyata tidak ada yang lebih berjasa dan lebih baik kepada kita selain Alloh subhanahu wata’ala. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Alloh-lah datangnya.” (QS. An-Nahl [16]: 53)
- Tidak mengutamakan dunia atas akhirat. Kehidupan dunia memang manis dan hijau, indah dan mempesona. Penuh dengan beragam kenikmatan dan kelezatan. Akan tetapi, seorang mukmin yang mengimani bahwa rahmat Alloh yang diturunkan-Nya ke dunia ini hanya satu bagian saja, sementara yang sembilan puluh sembilan bagian Dia tunda untuk di akhirat, niscaya tidak akan mengutamakan kehidupan dunia dari pada akhirat. Dia tahu, bahwa rahmat Alloh subhanahu wata’ala yang akan dilimpahkan-Nya di akhirat kelak jauh lebih besar dan lebih luas lagi. Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Padahal kehidupan akhirat jauh lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’laa [87]: 16-17)