Tak Peduli di Bumi Mana Aku Terbunuh

13 Mar 2014Redaksi Pemuda Juang

Tak Peduli di Bumi Mana Aku Terbunuh

Para pembaca yang budiman, pada rubrik kali ini, kita kembali menyimak sebuah kisah yang tidak kalah menariknya dengan kisah-kisah sebelumnya. Salah seorang sahabat Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) yang tergolong perawi hadits terbanyak dari kalangan para sahabat Nabi  dimana beliau lebih dikenal dengan sebutan Abu Huroiroh raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) , Ia menceritakan;

“Rosululloh  pernah mengirimkan sepuluh orang sebagai pasukan mata-mata dan mengangkat ‘Ashim bin Tsabit Al-Anshori  sebagai pemimpin pasukan tersebut. Mereka pun berangkat, ketika mereka tiba di Al-Had’ah, (sebuah tempat yang terletak) antara ‘Usfan dan Makkah, ternyata keberadaan mereka diketahui oleh penduduk Hudzail, mereka dikenal dengan sebutan Bani Lahyan. Maka merekapun mengirimkan kurang lebih seratus orang pemanah.”

Kemudian para pemanah tersebut mengikuti jejak pasukan yang dikirim Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him). Ketika ‘Ashim dan para sahabatnya merasakan keberadaan pasukan pemanah musuh, merekapun berlindung di suatu tempat. Ternyata pasukan pemanah itu pun mengepung mereka dan mereka berkata;

“Turunlah kalian, berikanlah tangan kalian dan bagi kalian perjanjian bahwa kami tidak akan membunuh seorang pun dari kalian.”

Maka ‘Ashim bin Tsabit berkata;

“Wahai kaum, aku tidak akan mau berada di bawah perlindungan orang kafir. Ya Alloh, kabarkanlah keadaan kami ini kepada Nabi-Mu .”

Kemudian kaum itu menghujani mereka dengan anak panah dan mereka berhasil membunuh ‘Ashim. Sedangkan tiga orang dari pasukan yang dikirim Rosululloh  itu menyerah kepada pihak musuh untuk mendapatkan perjanjian mereka. Di antara mereka adalah Khubaib, Zaid bin Ad-Datsinah, dan seseorang yang lain.

Ketika mereka sudah mendekat pada musuh, kaum musuh melepaskan tali busur mereka dan mengikat tiga orang itu dengan tali tersebut. Orang yang ketiga berkata;

“Ini adalah pengkhianatan yang pertama. Demi Alloh, aku tidak akan menemani kalian. Aku memiliki teladan, yaitu mereka ini.”

Maksudnya adalah orang-orang yang telah terbunuh. Maka kaum musuh itu menariknya dan memegangnya, tapi ia menolak untuk mengikuti mereka. Sehingga mereka pun membunuhnya. Dan mereka pun berangkat dengan membawa Khubaib dan Zaid bin At-Datsinah, sampai mereka menjual keduanya di Makkah setelah terjadi perang Badar.

Maka Bani Al-Harits bin ‘Amir bin Nufail bin ‘Abdu Manaf membeli Khubaib. Dan ternyata Khubaib adalah orang yang membunuh Al-Harits pada peristiwa perang Badar. Maka Khubaib menetap bersama Bani al-Harits sebagai tawanan sampai mereka sepakat untuk membunuhnya. Khubaib pun meminjam pisau cukur dari sebagian anak perempuan Al-Harits untuk bercukur, lantas seorang anak perempuan Al-Harits meminjamkannya. Maka tiba-tiba lewatlah seorang anak kecil milik anak perempuan Al-Harits tanpa sepengetahuannya, sampai anak itu tiba di hadapan Khubaib. Anak perempuan Al-Harits itu pun mendapati anaknya sedang didudukkan oleh Khubaib di pahanya, saat pisau cukur masih di tangannya. Maka anak perempuan Al-Harits itu merasa kaget;

“Apakah engkau takut aku akan membunuhnya? Aku tidak akan melakukan hal itu.” kata Khubaib. Anak perempuan Al-Harits pun menceritakan tentang Khubaib;”

“Demi Alloh, aku tidak pernah melihat tawanan yang lebih baik daripada Khubaib. Maka demi Alloh, aku pernah mendapati Khubaib pada suatu hari sedang memakan setandan anggur di tangannya, padahal tangannya sedang terikat besi dan di Makkah tidak ada buah-buahan. Itu pastilah rezeki yang Alloh berikan kepada Khubaib.”

Ketika Bani Al-Harits membawa Khubaib keluar dari Al-Haram (Makkah) untuk mereka bunuh, Khubaib berkata kepada mereka;

“Biarkan aku sholat dua rakaat.”

Mereka pun membiarkannya, lalu Khubaib sholat dua rakaat, kemudian berkata:

“Demi Alloh, seandainya kalian tidak mengira bahwa aku takut, pasti aku tambah (rokaatnya).” kemudian Khubaib berdoa.

“Ya Alloh, hitunglah jumlah bilangan mereka, bunuhlah mereka dalam keadaan tercerai berai, dan janganlah Engkau sisakan dari mereka seorang pun.”

Khubaib juga mengucapkan:
“Aku tidak peduli ketika aku terbunuh sebagai seorang Muslim, dimana saja aku berada, karena Alloh-lah matiku. Dan itu adalah di sisi Alloh, jika Dia menghendaki, Dia pasti memberkahi kepada semua anggota tubuh yang dicerai beraikan.” (HR. al-Bukhori)

Begitulah kesabaran dan akhir hayat Khubaib  dan para sahabat yang tidak takut mati karena membela agama Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He)Wallohu’alam. 

(Red-HASMI)