shofiyah binti Huyay adalah salah satu istri Nabi Muhammad yang berasal dari Bani Nadhir. Ia adalah putri seorang kabilah Yahudi Bani Nadhir bernama Huyai. Ketika Rosululloh menikahinya, ia telah menjadi janda dua kali. Karena ia pernah menikah dengan dua orang dari keturunan Yahudi, yaitu Salm Masykam dan Kinanah bin Robi’ bin Abi Hakik.
Nabi Muhammad menikahi Shofiyyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Nabi Muhammad dengan Shofiyyah didasari beberapa landasan. Shofiyyah telah memilih Islam serta menikah dengan Nabi Muhammad ketika ia memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shofiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi Muhammad , Selain itu, Shofiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslimin, di samping itu juga karena kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammad .
Nabi Muhammad menghormati Shofiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri Nabi Muhammad menyambut kedatangan Shofiyyah dengan wajah kurang suka karena dia adalah keturunan Yahudi, di samping itu juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Rosululloh pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shofiyyah.
Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rosululloh tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shofiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rosululloh berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shofiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dari untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rosululloh datang. Ketika itu Shofiyyah mendengar obrolan Hafshoh dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit- ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rosululloh sambil menangis. Rosululloh menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shofiyyah mendengar Hafshoh berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Nabi Muhammad menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshoh binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudi.’ Kemudian Nabi Muhammad bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Nabi Muhammad kemudian berkata kepada Hafshoh, ‘Bertakwalah engkau kepada Alloh, wahai Hafshoh!”
Salah satu bukti cinta Shofiyyah kepada Nabi Muhammad terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thobaqotnya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shofiyyah berkata, “Demi Alloh, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rosululloh memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Alloh, dia adalah benar.”
Setelah Nabi Muhammad wafat, Shofiyyah merasa sangat terasingkan di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dari Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Muhammad . Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits dari Nabi . Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’.