Kekayaan harta merupakan idaman dan impian bagi setiap insan. Bagaimana tidak? Dengan banyaknya harta seseorang bisa melakukan apapun yang ia inginkan, ia bisa pergi kemana saja dan mendapatkan apa saja dengan harta tersebut. Dan yang paling utama, ia akan mendapatkan kebahagiaan dari harta kekayaannya tersebut. Oleh karena itulah banyak orang hari ini yang saling berlomba-lomba untuk mendapatkan harta kekayaan dunia ini dengan berbagai macam cara, bahkan tidak sedikit pula yang menggunakan cara-cara yang di murkai oleh Alloh [swt] untuk mendapatkan harta tersebut. Padahal terlalu percaya dan yakin bahwa harta dunia lah yang akan memberikan kebahagiaan kepada kita merupakan salah satu ciri lemahnya iman kita kepada Alloh [swt] dan hari akhir, sebagaimana Al-Hasan Al-Bashri [rahimahu] pernah berkata;
“Sesungguhnya di antara lemahnya imanmu engkau lebih percaya kepada harta yang ada di tanganmu dari pada apa yang ada di sisi Alloh [swt]” (Jami’ul ‘Uluum wal hikam, 2/147)
Kekayaan Sejati
Banyak orang yang mengira bahwa orang yang memiliki harta melimpah pasti memperoleh kebahagiaan yang sempurna, karena bisa melakukan apa saja yang ia inginkan. Namun ternyata, Rosululloh [saw], orang termulia di umat ini mengatakan hal yang lain, Rosululloh [saw] bersabda,
“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Alloh menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Alloh berikan kepadanya” (HR. Muslim)
Dari hadits di atas, sudah sangat jelas sekali bahwa kebahagiaan terbesar seorang manusia setelah memeluk Islam adalah memiliki sifat qona’ah dengan rezeki yang Alloh [swt] berikan kepadanya. Tidak merasa kekurangan dengan harta yang ia dapatkan dari Alloh [swt]. Bahkan Ali bin Abi Tholib [ranhu] dan Al-Hasan Al-Bashri [rahimahu] berkata :الحَيَاةُ الطَّيِّبَةُ الْقَنَاعَةُ Kehidupan yang baik adalah qona’ah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya, 17/290)
Jadi, jika kita ingin bahagia dalam kehidupan dunia ini, bukan dengan cara sibuk memperbanyak harta ataupun kekayaan kita di dunia, akan tetapi dengan cara memperkaya hati kita dengan sifat qona’ah. Karena kekayaan hakiki di dunia ini hanyalah sifat qona’ah.
Rosululoh [saw] bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (qona’ah)” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Definisi Qona’ah
Kata qona’ah merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab, yaitu dari akar kata Qoni’a-Yaqna’u-Qona’an-Qona’atan, yang secara bahasa berarti Rela, Ridho, nerimo dan suka menerima setiap yang di berikan kepadanya.
Sedangkan secara istilah, qona’ah bisa diartikan dengan merasa ridho dan cukup dengan pembagian rezeki yang Alloh berikan Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508)
Buah dari Sifat Qona’ah
Merasa cukup dari rezeki yang Alloh [swt] berikan kepada kita (Qona’ah) adalah sifat yang sangat penting dan harus di miliki oleh setap orang yang beriman. Karena jika kita tidak memiliki sifat qona’ah ini, maka dunia akan mengatur kehidupan kita. Setiap hari, waktu, menit bahkan detik, kita akan selalu terobsesi dengan harta dunia dan tidak akan puas dengan harta yang kita miliki, malah semakin ingin memperbanyak harta tersebut. Sudah punya motor baru, tapi masih berusaha untuk memiliki motor yang lebih baru lagi. Sudah punya rumah tapi tidak bersyukur, malah menginginkan rumah yang lebih bagus dan elit. Itulah ciri manusia yang tidak memiliki sifat qona’ah dalam jiwanya.
Selain keutamaan memiliki sifat qona’ah dan bahaya yang akan timbul jika kita tidak memiliki sifat qona’ah tersebut, maka agar semakin memperkuat keyakinan kita akan pentingnya sifat qona’ah ini, kita harus tahu pula manfaat yang akan kita raih dari qona’ah, di antaranya adalah;
1. Memperoleh kehidupan yang baik
Mendapatkan kehidupan yang damai, indah, baik dan sempurna merupakan dambaan setiap kaum manusia, bukan hanya kaum Muslimin saja. Namun ternyata, bukan kekayaan dunialah yang akan memeperbaiki kehidupan kita, akan tetapi kekayaan hati (qona’ah).
Alloh [swt] berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl [16]: 97)
Kehidupan yang baik tidaklah identik dengan kekayaan yang melimpah ruah. Oleh karenanya, sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik dalam ayat di atas adalah Alloh memberikannya rezeki berupa rasa qana’ah di dunia ini, sebagian ahli tafsir yang lain menyatakan bahwa kehidupan yang baik adalah Alloh menganugerahi rezeki yang halal dan baik kepada hamba (Tafsir ath-Thabari, 17/290; Maktabah asy-Syamilah)
2. Mampu merealisasikan syukur kepada Alloh
Seseorang yang tidak memiliki sifat qona’ah, tidak akan pernah bersyukur kepada Alloh [swt]. Karena dirinya akan selalu merasa kurang dengan nikmat yang Alloh [swt] berikan kepadanya. Rosululloh [saw] pernah berwasiat kepada Abu Huroiroh [ranhu], bahwa hanya dengan rasa qona’ahlah seseorang dapat bersyukur kepada-Nya ,
“Wahai Abu Huroiroh, jadilah orang yang wara’ niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling taat. Jadilah orang yang qana’ah, niscaya dirimu akan menjadi hamba yang paling bersyukur.” (HR. Ibnu Majah)
3. Memperoleh keberuntungan
Keberuntungan yang paling besar di dunia ini, bukanlah sekedar orang yang mendapatkan kekayaan harta, cerdas, pintar dan memiliki kedudukan yang tinggi di sisi manusia. Akan tetapi keberuntungan yang paling besar adalah jika seseorang setelah memeluk Islam ia memiliki sifat qona’ah.
Hal ini sebagaimana sebuah riwayat dari Abdulloh bin Amr [ranhu], ia mengatakan bahwa Rosululloh [saw] bersabda,
“Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam, diberi rezeki yang cukup dan Alloh menganugerahi sifat qana’ah atas apa yang telah diberikan-Nya. ” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Dan dari hadits di atas, kita juga dapat memahami bahwa orang yang paling rugi adalah orang yang tidak memiliki sifat qona’ah.
f. Kekayaan sejati terletak pada sifat qana’ah
Jika banyak orang selalu mengingatkan anaknya untuk meraih harta dunia dan kekayaan yang melimpah di dalamnya, ternyata berbeda dengan sahabat Sa’d bin Abi Waqqosh [ranhu], ia malah memotivasi anaknya untuk meraih sifat qona’ah, karena ia tahu bahwa qona’ah merupakan kekayaan sejati seorang hamba.
Sebagaimana wasiat Sa’ad bin Abi Waqqosh [ranhu] kepada putranya, “Wahai putraku, jika dirimu hendak mencari kekayaan, carilah dia dengan qana’ah, karena qana’ah merupakan harta yang tidak akan lekang” (Uyun al-Akhbar, : 3/207)
Dan sudah selayaknya bagi setiap kaum Muslimin lebih berambisi untuk kekayaan sejati ini (Qona’ah) dari pada kekayaan duniawi. Sehingga dalam keseharian kita, tidak di sibukkan dengan mencari harta dunia sehingga akan melupakan tujuan haqiqi kita di dunia ini yaitu beribadah kepada Alloh [swt].
Qona’ah adalah Sifat Keluarga Nabi [saw]
Saudaraku kaum Muslimin, jika harta dunia itu memang membawa kebahagiaan, maka Rosululloh [saw] lah yang pantas untuk mendapatkannya. Karena beliau adalah orang yang paling mulia di antara orang-orang yang mulia. Dan karena beliau adalah pemimpin umat manusia di akhir zaman ini, tentu sangatlah mudah bagi beliau untuk mendapatkan harta yang melimpah tersebut.
Namun renungkanlah bagaimana kehidupan orang yang paling bahagia tersebut yaitu Nabi kita Muhammad [saw], dengan sifat qona’ah beliau [saw] dan keluarganya. Sebagaimana dituturkan oleh Aisyah [ranha]:
Aisyah [ranha] berkata kepada ‘Urwah, “Wahai putra saudariku, sungguh kita dahulu melihat hilal kemudian kita melihat hilal (berikutnya) hingga tiga hilal selama dua bulan, akan tetapi sama sekali tidak dinyalakan api di rumah-rumah Rosululloh [saw]”. Maka aku (Urwah) berkata, “Wahai bibiku, apakah makanan kalian?”, Aisyah [ranha] berkata, “Kurma dan air”, hanya saja Rosululloh [saw] memiliki tetangga dari kaum Anshor, mereka memiliki onta-onta (atau kambing-kambing) betina yang mereka pinjamkan kepada Rosululloh [saw] untuk diperah susunya, maka Rosululloh [saw] pun memberi susu kepada kami dari onta-onta tersebut.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Bahkan Rumah beliau sangatlah sempit sekitar 3,5 kali 5 meter dan sangat sederhana. Atho’ Al-Khurosaani [rahimahu] berkata : “Aku melihat rumah-rumah istri-istri Nabi terbuat dari pelepah korma, dan di pintu-pintunya ada tenunan serabut-serabut hitam…” (At-Tobaqoot Al-Kubroo li Ibn Sa’ad, 1/499)
(Red-HASMI)