Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam pergi pada beberapa malam di bulan Romadhon bersama sahabat-sahabatnya. Beliau pergi pada hari Senin setelah delapan hari dari bulan Romadhon. Beliau mengangkat ‘Abdullah bin Ummi Maktum untuk menjadi imam di Madinah dan mengangkat Abu Lubabah sebagai pemimpin sementara kota Madinah.
Jumlah pasukan kaum muslimin pada saat itu hanyalah 313 orang, komposisi ini adalah 240 orang dari kalangan Anshor, sisanya dari kalangan Muhajirin. Mereka membawa 2 ekor kuda dan 70 ekor unta. Sementara panji kaum muslimin di bawa oleh Mus’ab bin ‘Umair. Peristiwa Badar sendiri meletus pada hari Jumat pagi tanggal 17 Romadhon.
Ketika itu Abu Sufyan terkenal sebagai seorang yang begitu ambisius dan cerdik. Ia selalu memperhitungkan segala macam kemungkinan dan resiko yang dapat terjadi. Ia tahu benar apa yang telah dilakukan penduduk Quroisy terhadap kaum muslimin selama ini. Ia pun begitu menyadari akan kekuatan umat islam yang semakin hari semakin mengalami peningkatan dan perkembangan. Ia mengorek informasi dari setiap rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti kekhawatirannya atas perdagangannya berikut harta orang-orang Quroisy yang dibawanya. Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang yang ditemuinya bahwa Nabi Muhammad shalallohu ‘alaihi wa sallam telah memobilisasi sahabat-sahabatnya untuk mencegat rombongan yang sedang membawa harta perdagangan. Mendengar hal ini, ia pun segera berhati-hati dan mengambil jalur perjalanan yang lain seraya mengirim utusan kepada penduduk Quroisy yang ada di Kota Makkah untuk meminta bantuan.
Abu Sufyan menyewa Dhamdham bin ‘Amr Al-Ghifari agar segera menemui orang-orang Quroisy dan memberitahu mereka situasi yang tengah terjadi. Ia pun bergegas menunggangi untanya. Dengan berteriak ia berkata, ”Wahai orang-orang Quroisy! Harta kalian bersama Abu Sufyan terancam oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kulihat kalian tidak akan memperolehnya. Tolonglah… tolonglah!”
Mendengar berita ini, fanatisme mereka pun berkobar. Mereka begitu khawatir akan perdagangan mereka. Dengan cepat mereka bergerak. Semuanya pergi kecuali Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib. Ia mengirim Al-‘Ash bin Hisyam bin Al-Mughirah sebagai pengganti. Orang-orang Quroisy sepakat untuk bersama-sama pergi baik dalam keadaan susah maupun lapang. Di depan barisan mereka terdapat biduan wanita yang bernyanyi mendendangkan hinaan dan celaan bagi umat Islam.
Abu Sufyan tidak hanya berpangku tangan menanti uluran bantuan dari penduduk Quroisy.Ia curahkan segenap kepiawaian yang ia miliki agar mereka tidak jatuh ke tangan kaum muslimin. Semua informansi dan peristiwa yang ada ia kumpulkan dan dianalisis hingga akhirnya ia tahu kapan pasukan muslimin pergi menghadang kafilah dagang mereka.
Pasukan musyrik Quroisy bergerak dengan penuh kesombongan di tengah hamparan padang pasir, di antara sekian banyak kabilah Arab yang terdapat di sepanjang jalur yang menghubungkan Kota Makkah dan Madinah diiringi nyanyian biduan wanita. Mereka begitu bangga dengan kekuatan dan pasukan yang ada. Mereka bermaksud hendak menyelamatkan Abu Sufyan dan kafilah dagang dari tangan umat Islam. Namun ternyata kafilah tersebut telah terselamatkan. Abu Sufyan sendiri yakin bahwa ia telah berhasil menyelamatkan kafilah dagang mereka dari kepungan dan incaran umat Islam. Ia pun mengirim pesan kepada pasukan Quroisy, ”Sesungguhnya kalian keluar untuk melindungi perdagangan, orang-orang,dan harta benda kalian. Mereka semuanya telah terselamatkan. Maka kembalilah!”.
Utusan Abu Sufyan pun akhirnya bertemu dengan pasukan Quroisy di perjalanan. Ia sampaikan berita selamatnya kafilah dagang mereka. Mendengar berita ini Abu Jahal berkata, ”Demi Tuhan! Kita tidak akan kembali kecuali setelah sampai di Badar dan tinggal di sana selama tiga hari. Kita akan memotong hewan sembelihan, memberi makan, menuangkan khamr, dan mendengarkan lagu dari para biduan. Dan orang-orang Arab pun akan mendengar ekspedisi dan perkumpulan kita ini sehingga mereka akan senantiasa segan kepada kita untuk selama-lamanya.”
Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam, keluar untuk mencegat kafilah Quroisy yang membawa harta dagangan. Beliau benar-benar tidak mengetahui keberadaan pasukan Quroisy yang sedang bergerak mendatanginya. Beliau pun tinggal di luar kota Madinah, sambil mempersiapkan pasukan dan mengembalikan mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk berperang.
Pasukan kaum muslimin di bawah kepemimpinan Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam berjumlah 313 orang. Bersama mereka terdapat 2 ekor kuda, satu milik Zubair bin ‘Awwam dan seekor lainnya milik Miqdad bin ‘Amr, serta 70 unta yang mereka tunggangi secara bergantian.
Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam mempercayakan panji berwarna putih kepada Mush’ab bin ‘Umair. Sementara di hadapan beliau sendiri terdapat dua buah bendera. Di sebelah kanan beliau terdapat Zubair bin ‘Awwam dan di sebelah kiri terdapat Miqdad bin Al-Aswad, serta di belakangnya terdapat Qois bin Abi Sho’sho’ah.
Pasukan musyrikin berhasil memobilisasi 950 orang yang kebanyakan mereka berasal dari Quroisy. Bersama mereka terdapat 200 ekor kuda dan unta dalam jumlah yang sangat banyak sekali untuk mereka tunggangi sekaligus membawa perbekalan dan makanan mereka selama di perjalanan.
Orang-orang musyrikin tidak memiliki seorang pemimpin umum. Hanya saja di antara mereka terdapat dua orang terpandang, yaitu ‘Utbah bin Rabi’ah dan Abu Jahal beserta sekian orang pemuka Quroisy lainnya.
Pasukan muslimin menyusuri jalur yang biasa dilalui oleh kafilah-kafilah dagang yang terbentang di antara Badar dan Kota Madinah. Panjangnya sekitar 60 kilometer. Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa orang melakukan pengintaian untuk kepentingan informasi dan keamanan dari kemungkinan serangan tiba-tiba yang kiranya tidak dapat mereka tangani.
Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam mengutus Basbas bin ‘Amr dan ‘Ady bin Abi Zaghba. Mereka pun pergi hingga sampai ke wilayah Badar. Mereka singgah di sebuah bukit dekat dengan sumber air. Lalu mereka mengambil air dan meletakkannya pada tempat air kecil yang mereka bawa lalu meminumnya. Mereka berdua bertugas untuk mengumpulkan informasi. Akhirnya ‘Ady dan Basbas mendengar dua orang anak perempuan dari penduduk sekitar yang saling berselisih seputar air. Salah seorang dari mereka berkata, ”Besok akan datang rombongan dan aku akan bekerja untuk mereka kemudian aku akan mengganti hari yang seharusnya jadi milikmu.”
Mereka berdua kemudian memberitahukannya kepada Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya untuk memberikan analisis atas informasi tersebut.
Kemudian Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam mengutus ‘Ali bin Abi Thalib ra, Zubair bin ‘Awwam, dan Sa’d bin Abi Waqqash dalam satu regu untuk pergi ke sumber air di Badar sambil mencari informasi. Mereka pun berhasil menawan beberapa orang Quroisy yang bertugas untuk mengambil air. Beberapa dari mereka kemudian masuk Islam, di antaranya budak Bani Hajjaj dan ‘Aridh Abu Yasar budak Bani ‘Ash bin Sa’d. Mereka membawanya kepada Nabi untuk diinterogasi.
Setelah itu Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam pergi bersama Abu Bakar untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi. Semua informasi yang diperoleh dari aktivitas intelejen menunjukkan bahwa rombongan kafilah dagang telah selamat dan pasukan orang-orang musyriklah yang kini berada di hadapan mereka. Pasukan Quroisy sekitar 900 hingga seribu orang. Di antara mereka terdapat beberapa orang pemuka Quroisy.
Setelah mendapat keterangan, Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam kemudian mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan syuro. Beliau meminta pendapat kepada mereka dalam menentukan rencana untuk menghadapi pasukan Quroisy tersebut.
Ketika Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam hendak bergerak menghadapi pasukan musyrikin dan mendirikan kemah di hadapannya serta mengambil posisi sebagai persiapan sebelum perang, beliau masih terus mendengarkan saran dari para sahabatnya. Akhirnya beliau menerima saran dari sahabatnya agar beliau pergi hingga menemui sumber mata air dan menggali sumur dan kolam di tempat tersebut.
Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallamsegera bangkit beserta beberapa orang sahabatnya. Beliau pun pergi hingga mendekati sumber air suatu penduduk dan singgah di sana. Lalu beliau memerintahkan sahabatnya untuk membuat sumur dan sebuah kolam besar pada sumur tempat ia singgah serta mengisinya dengan air. Kemudian mereka lemparkan ke dalamnya tempat air. Mereka pun akhirnya mendapatkan sumber air, sementara kaum musyrikin tidak mendapatkannya. Sekelompok orang musyrikin datang sambil menahan perih karena kehausan. Mereka ingin mengambil air dan meminumnya. Seluruhnya terbunuh pada saat Perang Badar, kecuali Hakim bin Hizam yang sempat masuk Islam setelah itu. ia begitu bersyukur kepada Alloh swt atas keselamatan dirinya pada saat Perang Badar. Karena jika tidak, niscaya saat itu ia mati dalam keadaan kafir.
Tidak diragukan lagi bahwa pertempuran antara pasukan muslimin dan musyrikin akan menjadi sebuah pertempuran yang sangat dahsyat. Karena orang-orang Quroisy dengan kesombongannya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk membinasakan Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam dan sahabat-sahabatnya sehingga hukum paganisme menjadi satu-satunya aturan hukum yang berlaku. Namun demikian, Alloh subhanahu wa ta’ala menginginkan agar kekuatan kaum muslimin yang telah dibangun di Kota Madinah dan dilatih sedemikian rupa sehingga berhasil melahirkan pasukan-pasukan yang kokoh mampu mengepakkan debu di medan perang, setelah selama lima belas tahun berada di bawah tekanan penindasan dan kelaliman serta membela akidah dan dakwah yang mereka bawa.
Oleh karenanya, terlihat kemudian bahwa pertemuan antara keduanya benar-benar akan menyisakan kepahitan dan keperihan yang teramat sangat. Namun di balik semua ini, Alloh subhanahu wa ta’ala ingin menghancurkan kekuatan pendukung kebatilan dan meninggikan kebenaran dan para pembelanya.
Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat begitu bersemangat. Mereka memilih tempat yang tepat di arena peperangan. Mereka mendirikan sebuah podium sebagai tempat untuk pemimpin yang dijaga dengan ketat. Barisan pasukan mulai di atur dan kalimat “Ahad… Ahad…” dipilih sebagai bahasa sandi di antara sesama muslim. Hal ini untuk menghindari kesemerawutan, dimana pasukan muslim menghantam saudaranya sendiri ketika perang sedang berkecamuk. Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pasukannya untuk tidak memulai penyerangan kecuali setelah mendapatkan perintah. Hal ini agar mereka tidak terpancing oleh orang musyrikin untuk berperang tanpa hasil. Rosululloh saw berpesan, “Jika mereka menyerang kalian,maka lemparlah mereka dengan anak panah. Jangan kalian bergerak menyerang mereka sampai aku mengizinkannya.”
Demikianlah Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan segalanya dengan sangat matang. Beliau letakkan segala sesuatunya sesuai dengan tempat yang seharusnya. Beliau tidak menyisakan celah untuk hal yang sifatnya tiba-tiba tanpa terencana. Kemudian beliau bertawakkal menyerahkan semuanya kepada Alloh swt setelah berupaya secara optimal sebatas kemampuannya sebagai manusia. (Bersambung)