Wajib bagi setiap muslim bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya, dan senantiasa mengingat hari-hari Allah yang selalu kita nikmati. Hari-hari yang kelak akan menjadi saksi tentang jiwa-jiwa suci yang telah berjuang menggapai ketinggian; tentang jiwa-jiwa yang telah memberikan kematian untuk mendapatkan kehidupan. Untuk itulah Allah memerintahkan kita untuk senantiasa mengingat hari-hari-Nya; agar dengan begitu kita senantiasa menemukan godaan luar biasa untuk berjalan dan mendaki langit ketinggian; “… dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah”. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (QS. 14: 5)
Ingatlah kisah seorang manusia besar, seorang nabi Allah , lbrahim , sedang menapaki jalan terjal menuju ketinggian; menjalani detik-detik paling menggetarkan dalam kehidupan jiwa-nya dan dalam segenap gelombang sejarah kemanusiaan; saat-saat ketika ia melampaui batas keraguannya dan memasuki wilayah keya-kinan baru dimana ia benar-benar memutuskan untuk menyembelih puteranya tercinta, Ismail . Tidakkah engkau merasakan betapa Ibrahim menyembunyikan pergolakan besar yang berkecamuk di relung hatinya? Tapi lihatlah, betapa agungnya sang anak masih sanggup memanggil ayahnya dengan panggilan sayang; “Wahai ayahku tersayang!” Tapi alangkah agungnya sang anak ketika ia menjawab dengan tenang; “Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu!” Dan betapa tegarnya sang anak ketika ia mengatakan; “Niscaya kan kau dapati aku, Insya Allah, sebagai orang-orang yang sabar.”
ltulah momentum pengorbanan paling akbar dalam sejarah manusia. Dan itulah momentum kebesaran paling agung dalam sejarah manusia.
Begitulah kisah pengorbanan itu me-ngalir dalam sungai sejarah kemanusiaan. Sebab dalam sungai sejarah itu selalu hanya ada darah dan air mata. Tapi hanya itulah yang dapat mengantar setiap pribadi menu-ju muara kebesarannya. Dan hanya itulah yang dapat mengantar setiap umat menuju muara kejayaannya. Demikianlah akhirnya pengorbanan menjadi kisah panjang yang mengalir deras dalam sungai sejarah kema-nusiaan.
Kitapun ingat, putera Adam , Habil, mempersembahkan hewan terbaik yang ia miliki sebagai persembahan kepada Allah untuk membuktikan kedalaman takwanya (baca: QS.Al-Maidah: 27)
Dan ingatlah! betapa mirisnya perasa-an ibunda Nabi Musa saat ia memutus-kan untuk melepaskan bayi laki-lakinya terapung di atas sungai (baca QS.Thoha: 38-39).
Lihatlah bagaimana nabi Yusuf harus mengorbankan masa mudanya di da-sar sumur yang gelap lalu dalam penjara yang begitu melelahkan (baca QS.Yusuf: 33)
Lihatlah bagaimana nabi Nuh me-ngorabankan 950 tahun dan masa hidupnya untuk dakwah dan akhirnya hanya menda-pat dua belas pasang pengikut (baca: QS. Nuh: 1-9)
Lihatlah bagaimana nabi Musa dan Harun melewati jalan terjal untuk menyampaikan dakwah, harus menghadapi seorang thagut besar yang mengklaim diri jadi Tuhan yaitu Fir’aun? Lihatlah bagaima-na Ashabul Kahfi harus mengorbankan ma-sa muda mereka dan meninggalkan kota mereka untuk mempertahankan agama mereka dan meminta kenyataan bahwa mereka harus hidup dalam gua.
Lihatlah bagaimana nabi kita, Muhammad , harus berkorban demi dakwahnya sepanjang 22 tahun, 2 bulan dan 22 hari? Lihat pula bagaimana sahabat-sahabat beliau dan kaum Muhajirin harus meninggalkan tanah asalnya, anak isterinya, serta semua harta benda mereka, demi mempertahan-kan dan melebarkan sayap agama mereka? Lihat pula bagaimana orang-orang Anshar di Madinah yang notabene miskin harus menyambut saudara-sau-dara mereka kaum Muhajirin dari Mekkah yang datang tanpa apa-apa? Maka Allah ber-kata tentang nabi-Nya, Muhammad ; “Dan se-sungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.Dan Allah berfirman tentang Kaum Muhajirin dan Anshar (baca QS. Al-Hasyr: 8-9).
Dan tentang mereka semua: “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang membe-ri tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rizki (ni`mat) yang mulia.” (QS.Al-Anfaal: 74) juga firman-Nya QS. Al-Fath : 29.
Kalau pengorbanan telah melekat begitu kuat dalam tabiat kehidupan, maka begitulah pengor-banan menjadi wajah abadi bagi iman. Sebab Allah hendak memenangkan agama-Nya di muka bumi dengan usaha-usaha manusia yang maksimal. Marilah kita menyimak dialog antara Sa’ad bin Abi Waqqas dengan Rasu-lullah berikut ini; Dan Saad bin Abi Waqqas dia berkata; “Wahai Rasulullah, siapakah yang mendapat cobaan paling berat?” Rasu-lullah menjawab; “Para Nabi, llu yang paling menyamai (kualitas) nabi. Dan seseorang akan diuji dengan sesuai dengan kemampuannya. Jika di dalam keagamaan terdapat kekua-tan, maka cobaannya akan semakin keras. Dan jika ada kelemahan dalam agamanya, ia hanya akan diuji sesuai dengan kadar keagamaannya itu. Maka cobaan tidak akan pernah meninggalkan seorang hamba, hingga ia membiarkan hamba itu berjalan di muka bumi tanpa sedikitpun dosa.” (HR.Ibnu Majah)
Begitulah saudaraku, pengorbanan menjadi harga mati bagi iman; dimana geliat imanmu hanya akan terlihat pada sebanyak apa engkau berkorban, pada se-banyak apa engkau memberi, pada seba-nyak engkau lelah, pada sebanyak apa engkau menangis; dan puncak dari sega-lanya adalah saat dimana engkau menye-rahkan harta dan jiwamu sebagai persem-bahan total kepada Allah . Maka berta- nyalah kepada diri sendiri; sudah berapa banyak yang engkau berikan? Sudah be-rapa banyak engkau meneteskan air mata?, Sudah berapa banyak engkau lelah?, Sudah berapa banyak?, Sudah berapa?, Sudah be-rapa banyak?
Begitulah saudaraku! pengorbanan menjadi harga mati bagi kemenangan. Se-tiap mimpi kemenangan dan kejayaan se-lalu diawali dengan kisah panjang pengor-banan. Maka Nabi lbrahim dinobatkan sebagai pemimpin umat manusia setelah Ia menyelesaikan kisah pengorbanannya yang begitu panjang dan begitu mengharubiru. Dan Rasulullah mencapai kemenangan akhir-nya setelah melalui masa-masa pe-ngorbanan yang penuh darah dan air mata.
Saudaraku! Para nabi dan sahabat-sahabatnya telah menggariskan jalan ke-menangan itu bagi kita; bahwa harga yang harus dibayar untuk itu adalah pengorbanan. Dan kita, kaum muslimin, yang kini terpuruk dalam semua bidang kehidupan, kalah dalam semua medan tempur, dan harus rela untuk hanya berada di pinggiran sejarah; harus benar-benar menyi-mak pelajaran itu dengan baik. Sebab Imam Malik mengatakan;“Generasi terakhir umat, tidak akan menjadi baik, kecuali hanya dengan apa yang telah menjadikan generasi pertama menjadi baik.”
Seorang sastrawan Muslim, Musthafa Shadiq Al-Rafi’i mengatakan; “Sesungguhnya keme-nangan dalam pertarungan hidup tidaklah diper-oleh dengan harta, kekayaan, kesenangan; tapi dari perjuangan keras, ketegaran dan kesabaran. Dan bahwa kemajuan manusia tidaklah diper-jualbelikan begitu, atau diberikan secara gratis; tapi sesuatu yang kita cabut dengan paksa dari peristiwa-peristiwa kehidupan dengan kekuatan karakter yang dapat mengalahkan krisis dan tidak dimatikan oleh krisis. lnilah jalan kembali itu; saat dimana cita-cita menuju ketinggian me-nguasai segenap pikiran dan jiwamu; saat dimana engkau melepaskan ikatan jiwamu dengan dunia dan engkau mulai terbang ke angkasa yang luas; saat dimana engkau menemukan sang iman telah memberimu gelora kekuatan jiwa yang dahsyat; maka engkau mulai bergerak bersama agama ini dan untuk agama ini; maka engkau duduk terme-nung lama untuk melahirkan gagasan besar demi agama ini; maka engkau marah, dan sedih dan benci dan gembira hanya karena dan untuk agama ini; maka tak ada satu detik pun dari waktumu yang berlalu begitu saja tanpa engkau gunakan untuk agama ini; maka semua harta yang engkau peroleh dan bekerja dan berdagang atau lainnya tak engkau gunakan kecuali hanya untuk agama ini; maka engkau terus bekerja, memberi dan me-meras seluruh tenaga fisikmu untuk agama ini. Itulah manusia-manusia yang dibutuhkan Islam saat ini. Manusia-manusia yang memiliki semua syarat untuk menciptakan peristiwa dan mengukir sejarahnya dengan tangannya sendiri; visi keislaman yang dapat menyi-nari kehidupan, tekad yang selalu dapat mengalahkan semua krisis, akhlak yang selalu dapat mengalahkan godaan. Dan manusia-manusia besar selalu hadir di tengah krisis, dan setiap krisis besar dalam sejarah sebuah masyarakat atau bangsa, pada mulanya selalu diselesaikan oleh sentuhan tangan dingin manusia-manusia besar itu. Dan begitulah pengorbanan menjadi bibit kebesaran manusia-manusia Muslim.
Maka berjanjilah kepada diri kita untuk melakukan itu. Buatlah perjanjian sekali lagi dengan Allah ; bahwa segenap hidup dan matimu, segenap jiwa dan pikiranmu, segenap harta dan waktu-mu, telah engkau jual kepada Allah yang akan dibayarnya -kelak- dengan surga;
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergem-biralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 111)