إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا .مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
﴿ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ﴾
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيُ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ، وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Kaum muslimin rahimakumullah….
Satu hal yang menjadi keyakinan setiap muslim adalah bahwasanya Allah tidaklah menciptakan manusia, mengutus para rasul, dan menurunkan kitab-kitab suci-Nya kecuali untuk mewujudkan suatu tujuan yang sangat agung yaitu agar manusia mengabdi atau beribadah kepada-Nya semata. Dan ibadah tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali dengan mengagungkan Dzat yang disembah. Oleh karena itu, Syaikh al-Manawi menyebutkan definisi ibadah: perbuatan seorang mukallaf yang bertentangan dengan hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan Robbnya. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa ibadah adalah mengagungkan Allah dan melaksanakan perintah-Nya.
Dengan demikian menjadi jelaslah urgensi ta‘zhimullah (mengagungkan ALlah). Ia termasuk dalam cakupan ibadah yang menjadi tujuan diciptakannya manusia. Agar kita dapat menangkap hakikat pengagungan ini maka marilah kita renungkan contoh berikut ini. Lihatlah keadaan para pengawal atau pelayan raja-raja dan kepala negara. Engkau lihat salah seorang dari mereka jika telah datang perintah dari sang raja kepada pelayannya maka ia tidak mampu untuk menolak perintah sang raja atau kepala negara tersebut. Juga tidak mampu untuk melanggar larangannya meskipun peintah atau larangan tersebut menimbulkan mudharat pada fisik, harta atau keluarganya. Dan ketika engkau tanyakan kepadanya tentang rahasia ketaatannya yang sedemikian rupa maka ia akan menjawab bahwa pengagungannya kepada raja itulah yang merupakan sebab sejati ketaatannya tersebut. Jadi, pengagungan akan memunculkan dalam jiwa rasa takut terhadap fihak yang diagungkan.
Dibandingkan dengan kebesaran raja-raja dunia, Allah jauh lebih besar dan lebih agung kekuasaan-Nya. Dia-lah Pencipta raja-raja tersebut dan pemilik kerajaan yang sejati. Alam semesta ini tunduk patuh dalam kekuasaan-Nya. Dia-lah Yang menghidupkan dan mematikan, Yang memberi rizki kepada seluruh makhluk dan Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu.
Kemudian perhatikanlah kebesaran Allah dalam ayat berikut ini:
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit-langit akan digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. az-Zumar [39]: 67)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika orang-orang yang beriman mengagungkan Allah lebih daripada pengagungan seorang pengawal kepada rajanya. Sebagai teladan untuk kita semua marilah kita perhatikan keadaan mereka-mereka yang mengagungkan Allah . Bagaimana keadaan mereka di saat berdiri untuk menghadap Allah dalam shalat mereka.
Imam mujahid -salah seorang ulama di kalangan tabi‘in- berkata, “Adalah salah seorang dari mereka jika berdiri untuk shalat dia takut kepada Allah jika pandangannya sampai tertarik kepada sesuatu atau menoleh, membalik kerikil, atau main-main dengan sesuatu, atau terlintas dalam hati mereka sesuatu dari urusan dunia kecuali karena terlupa.”
Abdullah bin Zubair , jika ia berdiri dalam shalatnya seakan-akan sebuah batang pohon karena khusu‘nya. Pernah ketika sedang sujud sebuah lemparan manjaniq (batu) mengenai sebagian pakaiannya, akan tetapi ia tidak mengang-kat kepalanya dari sujudnya dan tidak bergeming sedikitpun dari tempatnya.
Ali bin Abi Thalib jika datang waktu shalat ia gemetar dan wajahnya berubah pucat. Ketika ditanyakan kepadanya, “Kenapa keadaanmu seperti ini?” ia menjawab, “Telah datang, demi Allah, waktu amanah yang Allah telah menawarkannya kepada langit, bumi dan gunung-gunung akan tetapi mereka semua enggan menerimanya dan merasa takut untuk memikulnya.-“
Maslamah bin Basyar pernah shalat di masjid, tiba-tiba satu bagian masjid runtuh. Orang-orang berlarian sementara ia tetap dalam shalatnya seakan-akan tidak terjadi sesuatu. Sa‘id at-Tanukhi jika ia sedang shalat maka air matanya tak henti mengalir membasahi kedua pipinya dan janggutnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah jika ia masuk dalam shalat anggota tubuhnya bergetar sehingga ia miring ke kanan dan ke kiri. Demikianlah sekelumit dari berita-berita tentang mereka yang mengagungkan Allah .
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْﺁنِ الْعَظِيْمِ وَ نَفَعَنِي وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلاۤيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ .أَقُوْلُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَ لِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH II
إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدَهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Kaum muslimin rahimakumullah…..
Bahkan termasuk hal yang aneh adalah bahwa orang-orang kafir Quraisy di dalam hati mereka ada sesuatu dari pengagungan Allah . Berikut ini beberapa bukti atas hal itu:
1. Kisah ‘Utbah bin Rabi‘ah yang diutus oleh orang-orang Quraisy untuk berunding kepada Nabi agar beliau mau menghentikan dakwahnya. Setelah dia berbicara panjang lebar kepada Nabi maka Nabi menjawab omongannya dengan membacakan kepadanya permulaan surat Fushilat. Ketika beliau sampai pada ayat ini:
“Jika mereka berpaling maka katakanlah: ‘Aku memperingatkan kalian dengan petir seperti yang menimpa kaum ‘Aad dan Tsamud’.” (QS. Fushshhilat [37]: 13)
Ketika sampai pada ayat ini ‘Utbah merasa takut dan segera meletakkan tangannya pada mulut Rasulullah dan ia meminta kepada beliau atas nama Allah dan kekerabatan agar beliau berhenti dari pembacaan al-Qur’an.
2. Kisah Jubair bin Muth’im yang ketika itu dia masih musyrik. Dia berkata, “Saya mendengar Nabi membaca dalam shalat Maghribnya Surat
ath-Thur. Dan ketika beliau sampai pada ayat ini:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?” (QS. ath-Thur: 35-37), hampir-hampir jantungku terbang. Dan itulah awal pertama Islam masuk ke dalam hatiku.” (HR. Bukhari)
3. Suatu hari pernah Rasulullah berada di sisi Ka’bah, sementara di sekitar beliau ada orang-orang musyrikin Quraisy. Lalu beliau membacakan kepada mereka surat an-Najm sampai akhir surat. Ketika beliau sampai kepada ayat terakhir dari surat itu (ayat sajadah) maka beliau sujud dan orang-orang musyrik pun ikut sujud bersama beliau.
Inilah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kaum kafir Quraisy meskipun mereka dalam kekufuran dan kesyirikan akan tetapi dalam hati mereka ada sedikit pengagungan terhadap Allah. Ibnu Taimiyyah berkata, “Kaum musyri-kin tidaklah mengingkari penyembahan kepada Allah dan pengagungan terhadap-Nya, akan tetapi mereka menyembah ilah-ilah lain di samping Allah.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي اْلأُمُوْرِ، وَنَسْأَلُكَ عَزِيْمَةَ الرُّشْدِ، وَنَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي اْلأُمُوْرِكُلَّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ اْلآخِرَةِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لََعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.