Dalam sebuah konferensi pers pada tanggal 14 Juni 2011 yang lalu, LSI (Lembaga Survey Indonesia) merilis sebuah hasil survey yang di-adakan sejak tanggal 18 s.d 26 November 2010. Survey dengan tema ‘Tata nilai, impian, cita-cita pemuda muslim di Asia Tenggara’ ini di-adakan di 33 provinsi di Indonesia.
Pada jumpa pers tersebut, Burhanudin Muhtadi, Direktur LSI menyampaikan salah satu hasil dari survey yang mewawancara 1.496 responden berusia 15-25 tahun dengan tingkat pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi, dengan menyimpulkan; “Untuk yang selalu sholat 5 waktu dan membaca al-Qur’an ternyata cukup rendah, walau nilai-nilai konservatif masih dipegang tinggi di Indonesia”.
Terkait seberapa dekat kaum Muda muslim dengan Kitabulloh, hasil survey ini memaparkan bahwa yang selalu membaca al-Qur’an hanya sejumlah 10,8 %. Berikutnya dengan intensitas sering (27,5 %),kadang-kadang (61,1 %) dan yang tidak pernah (0,3 %).[1]
Apapun komentar masyarakat pasca dirilisnya hasil survey tersebut, bagi para da’i dan khususnya mereka yang concern pada kondisi umat, tentunya data tersebut semakin memperkuat kesimpulan yang telah lama kita jadikan bahan diskursus, bahwa keterpurukan duniawi berupa berbagai musibah yang datang silih berganti datang menerpa ummat ini adalah akibat keterpurukan ruhani mereka.
Beragam dosa telah menjadi sangat biasa dilakukan. Rasa takut pada siksa dan ancaman Alloh seakan tak lagi tersisa dalamjiwa-jiwa mereka. Membangkang dan menantang aturan Alloh yang difirmankan dalam ayat-ayat-Nya yang suci dan titah Rosul-Nya yang mulia sudah sangat sering kita saksikan kini menjelma menjadi karakter mayoritas masyarakat.
Itu semua terjadi karena umat memang telah lama meninggalkan jalan kebenaran. Lebih suka mencari jalan sendiri dan melakukan aktivitas apa saja sesuka hati. Panduan dalam menata hidup dan meniti kehidupan telah lama diabaikan. Kitab suci yang sejatinya menjadi pedoman sepanjang hayat tak pernah lagi dikaji dan ditadabburi.
Alloh [swt] memperingatkan sikap ini dengan firman-Nya:
“Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci. Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka.” (QS. Muhammad[47]:25)
Sungguh sangat miris memang, jangankan mentadabburi al-Qur’an, membacanya saja sudah sangat jarang. Fakta yang dengan sangat mudah setiap kita bisa temukan, sangat banyak umat Islam yang sampai saat ini tidak memiliki mushaf al-Qur’an. Kalaupun ada, banyak yang memilikinya hanya karena ‘tak sengaja’ terwarisi dari para sesepuh terdahulu. Itupun tersimpan ‘rapi’ di dalam laci lemari yang paling dalam. Dengan cover sangat lusuh dan berbalut debu yang tebal, tanda sekian lama sudah tak pernah tersentuh. Jika ditelisik lebih dalam, berapa banyak dari mereka yang memilikinya menjadikan tilawah al-Qur’an sebagai aktivitas rutinnya..?
Suara tilawah al-Qur’an sudah sejak lama tak lagi terdengar di rumah-rumah kaum muslimin. Program rutin yang seharusnya telah membudaya itu kini telah sirna. Gaya hidup materialis dan hedonis, sikap hidup tak beraturan dan memang tak mau diatur, telah merubah itu semua dengan alunan dan senandung seruling setan. Aktivitas mengkaji ayat-ayat suci telah terganti dengan gelak dan canda tawa ditengah aksi para komedian yang asyik bertingkah tak ubahnya badut lucu yang siap melaksanakan skenario apapun pesanan para pebisnis hiburan.
Hingar bingar musik menjadi sarapan pembuka di pagi hari, teman setia yang menemani aktivitas di siang hari, sahabat karib di waktu senja, dan hidangan penutup di akhir malam. Tak perlu ditanya lagi, sudah berapabanyak waktu yang dihabiskan untuk mata yang tak terpejam, tak pernah bosan menyaksikan tingkah pola aksi para selebritis yang menjadi bintang sinetron di layar kaca. Silahkan bandingkan itu semua dengan waktu yang ‘disisihkan’ untuk membaca pesan-pesan ilahi dalam kitab-Nya yang mulia.
Semua aktivitas menjauh dari al-Qur’an yang kita saksikan tersebut adalah berbagai bentuk yang termasuk kategori hajr al-Qur’an. Pengabaian, sikap acuh dan tak peduli kepada al-Qur’an, sangat jarang membacanya, terlebih mentadabburinya, juga termasuk di dalamnya.
Fenomena diatas-lah yang menjadi faktor terbesar terjadinya berbagai musibah di dunia, dan yang kita sangat khawatirkan siksa akhirat yang teramat pedih. Fenomena yang hanya kepada Alloh kita adukan, sebagaimana Rosululloh keluhkan :
“Berkatalah Rosul : “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sesuatu yang tidak diacuhkan”. (QS. al-Furqan[25]:30).@
[1] Hasil selengkapnya lihat: http://www.lsi.or.id/riset/
(Red-HASMI)