Mukmin Yang Dijamin Masuk Surga
Siapa diantara kita yang tidak ingin masuk kedalam surga? Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman “Penduduk surga bisa mendapatkan apa saja yang mereka inginkan di dalam surga. Dan di sisi Kami ada tambahan kenikmatan” (QS. Qof [50]:35). Alloh subhanahu wa ta’ala juga berfirman dalam sebuah hadits qudsi, “Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang sholih apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia” (HR. Bukhori).
Tentu kita semua ingin masuk surga. Terlebih lagi, didalam surga terdapat puncak kenikmatan yang diidam-idamkan setiap muslim, yakni memandang wajah Alloh subhanahu wa ta’ala. Namun, jalan menuju surga tidaklah mudah. Oleh karena itu, dibutuhkan perjuangan yang sungguh-sungguh untuk bisa istiqomah dalam menempuh jalan menuju surga.
Sifat mukmin yang dijamin masuk surga
Dari ‘Ubadah bin Shamit rodhiallohu ‘anhu, Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan jaminan padaku dengan enam perkara dari diri kalian, akan aku jamin surga untuk kalian : (1) Jujurlah jika berbicara (2) penuhilah jika kalian berjanji (3) tunaikanlah jika kalian diberi amanah (4) jagalah kemaluan kalian (5) tundukkan pandangan kalian (6) tahanlah tangan kalian”
(HR. Ahmad dan Hakim)
Dalam hadits di atas, Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan enam sifat mukmin yang dijamin masuk surga. Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala memudahkan kita untuk memiliki keenam sifat tersebut.
Jujur jika berbicara
Kejujuran adalah sebuah akhlak yang sangat mulia. Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian wajib untuk jujur. Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkan kepada surga” (HR. Muslim). Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Kejujuran adalah jalan yang lurus dimana orang yang tidak menempuh jalan tersebut, dia akan celaka dan binasa. Dengan kejujuran inilah, akan terbedakan siapakah yang munafik dan siapakah orang yang beriman, dan siapakah yang termasuk penduduk surga dan siapakah yang termasuk penduduk neraka” (Madaarijus Salikin, 2/ 257).
Dan Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita dari bahaya dusta. Beliau bersabda, “Hati-hatilah kalian dari dusta. Sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada maksiat, dan maksiat akan mengantarkan kepada neraka” (HR. Muslim). Termasuk perbuatan dusta yang sering diremehkan adalah berdusta dengan tujuan melawak. Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah orang yang berdusta dalam berbicara supaya orang lain tertawa. Celaka dia! Celaka dia!” (HR. Abu Dawud).
Oleh karena itu, mari kita biasakan untuk jujur, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Jujurlah ketika bicara, ketika ujian, ketika berjualan, ketika bekerja, ketika mengisi data untuk keperluan tertentu, dan lainnya.
Memenuhi janji
Memenuhi janji adalah diantara sifat seorang mukmin. Adapun tidak memenuhi janji adalah diantara sifat munafik. Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga : Jika berkata maka berdusta, jika diberi amanah maka berkhianat, dan jika berjanji maka melanggar” (HR. Bukhori dan Muslim).
Diantara bentuk tidak memenuhi janji adalah orang tua yang menjanjikan anaknya yang sedang menangis dengan mengatakan “Diam nak… Nanti bapak belikan mainan” . Setelah anaknya diam, ternyata si ayah tidak membelikannya mainan. Ini termasuk menyelisihi janji. Dan diantara bentuk tidak memenuhi janji juga adalah terlambat mengembalikan barang pinjaman atau membayar hutang padahal sudah dijanjikan waktu pengembaliannya, terlambat memenuhi waktu perjanjian yang mana waktunya telah disepakati, dan lainnya. (lihat Akhlak-akhlak Buruk karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, hal. 52-56).
Menunaikan amanah
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Alloh memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya” (QS. An Nisaa [4]:58). Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahulloh mengatakan, “Amanah itu pembahasannya luas sekali. Dan pada intinya, amanah ada pada dua hal : amanah yang berkaitan dengan hak-hak Alloh, yakni amanah yang diemban seorang hamba untuk beribadah kepada Alloh dan amanah yang berkaitan dengan hak manusia” (Syarh Riyadhus Sholihin,2/463).
Maka, beribadah kepada Alloh subhanahu wa ta’ala juga merupakan amanah yang harus ditunaikan seorang hamba. Amanah tersebut berkaitan dengan hak Alloh subhanahu wa ta’ala. Adapun amanah yang berkaitan dengan hak manusia contohnya adalah barang titipan dari seseorang, jabatan atau kekuasaan, serta rahasia yang harus dijaga.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga mengatakan, “Menunaikan amanah adalah tanda-tanda keimanan seseorang. Jika engkau menjumpai seseorang yang memegang amanahnya, menunaikannya dengan sebaik-baiknya, maka ketahuilah dia adalah orang yang kuat imannya. Sebaliknya, jika engkau mengetahui bahwa dia berkhianat, ketahuilah bahwa dia orang yang lemah imannya” (Syarh Riyadhus Sholihin, 2/464).
Menjaga kemaluan
Di dalam Al Qur’an, Alloh subhanahu wa ta’ala menerangkan bahwa diantara sifat seorang mukmin yang beruntung adalah orang yang menjaga kemaluannya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri atau budak-budak mereka, maka mereka itu tidak tercela. Adapun orang-orang yang mencari selain itu, mereka adalah orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minuun [23]:5-7).
Maka, mukmin yang beruntung adalah yang menjaga kemaluannya. Adapun orang yang tidak menjaganya dengan berzina atau onani, maka dia adalah orang yang melampaui batas. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,“Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk” (QS. Al Isro’ [17]:32). Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak tahu ada dosa yang paling besar setelah membunuh selain zina” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 162). Sesungguhnya dibalik kenikmatan semu zina terdapat kepedihan dan kesengsaraan.
Menundukkan pandangan
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, hendaknya mereka menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluan mereka. Sesungguhnya itu lebih suci bagi mereka” (QS. An-Nur [24] : 30). Ibnul Qoyyim mengatakan, “Pandangan adalah penunjuk jalan serta utusan syahwat. Menjaga pandangan adalah modal pokok untuk menjaga kemaluan. Siapa yang tidak menjaga pandangannya, dia telah menempatkan dirinya ke tempat kehancuran” (Al Jawaabul Kaafi, hal. 216). Oleh karena itu, menjaga kemaluan tergantung kepada menjaga pandangan. Orang yang mampu menjaga pandangannya, akan mampu menjaga kemaluannya dengan izin Alloh subhanahu wa ta’ala .
Maka jagalah pandangan dari lawan jenis. Orang yang mampu menjaga pandangannya, Alloh subhanahu wa ta’ala akan menerangi hatinya dengan cahaya. Ibnul Qoyyim mengatakan, “Menundukkan pandangan akan memberikan cahaya dan kemuliaan kepada hati yang akan nampak pengaruhnya pada mata, wajah, dan anggota tubuh lainnya sebagaimana melepaskan pandangan akan memberikan kegelapan kepada hati yang akan nampak pengaruhnya pada wajah dan anggota tubuh lainnya” (Raudhatul Muhibbin, hal. 73).
Tidak menganggu orang lain
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang menyakiti laki-laki dan wanita yang beriman tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, sungguh mereka telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata” (QS. Al-Ahzab [33]:58). Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim adalah seseorang yang kaum musllimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Bukhori dan Muslim).
Wallohua’lam