“Saya sudah sering mengajak pasangan hidup saya berdialog sebelum masalah kami menjadi besar. Namun, ia selalu menolak dan berkata, “Nanti saja”. Ia enggan diajak bermusyawarah dalam urusan rumah tangga.
Sekarang masalahnya semakin meruncing dan hubungan kami semakin buruk. Kami sama sekali tidak berdialog. Memang, pasangan hidup saya jarang berbicara dalam banyak hal.”
Paragraf di atas merupakan ungkapan nyata menggambarkan salah satu problematika kehidupan rumah tangga. Ya… Ketidak adaannya keterbukaan dan komunikasi antara pasangan suami isteri. Kegagalan berkomunikasi inilah sebagai pemicu yang akan merusak kehangatan dan keharmonisan bahtera rumah tangga. Banyak keluarga yang tidak mengetahui akan faidah dan manfaat komunikasi sehingga mereka memutuskan perkara sendiri-sendiri, tidak mempedulikan pasangannya, padahal ia hidup seatap yang seyogyanya susah dan bahagia dipikul bersama-sama.
Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk mengadakan musyawarah dalam perkara-perkara yang membutuhkan musyawarah. Adanya musyawarah bersama diharapkan solusi terciptakan, beban masalah menjadi ringan, dan terhamparkan baginya jalan menuju titik temu.
Alloh [swt] berfirman:
“Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imron [3: 159)
As-Sa’di [rahimahu] berkata, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” Yaitu perkara-perkara yang membutuhkan musyawarah, pertimbangan, dan pemikiran. Karena sesungguhnya musyawarah memiliki banyak faidah dan kemaslahatan, baik dunia maupun akhirat.” (Tafsir as-Sa’di 1/154)
Pasutri yang mewujudkan komunikasi dan musyawarah ketika menghadapi permasalahan atau menentukan kata mufakat di antara mereka berdua dalam perkara agama dan dunia, pada hakikatnya telah mewujudkan firman Alloh tersebut dan merekapun akan memperoleh pahala.
Mereka berdua mengetahui bahwa mengadakan musyawarah untuk membulatkan suatu keputusan merupakan sifat orang-orang yang beriman.
Alloh [swt] berfirman:“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Robbnya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. asy-Syuro’ [42]: 38)
Potret Nabi [saw] dalam Berkomunikasi
Nabi Muhammad [saw] merupakan teladan yang ideal bagi keluarga Muslim dalam kehidupan rumah tangga. Sebaik-baik manusia terhadap keluarga adalah beliau . Pantas sekali bila kita jadikan beliau sebagai figur dan teladan kita dalam membina hubungan rumah tangga. Sebab dewasa ini banyak orang yang salah memilih figur dalam berumah tangga.
Beliau [saw] bersabda:
(( خَيْرُكُمْخَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي ))
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya dan saya adalah orang yang paling baik diantara kalian terhadap keluargaku.” (HR. at-Tirmidzi)
Beliau [saw] memberikan pengajaran kepada umatnya bagaimana cara berkomunikasi yang baik antara beliau dengan istrinya agar menjadi contoh bagi mereka.
Di antara bukti-bukti komunikasi suami istri yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhamamd [saw] sangatlah banyak. Sejarah tidak pernah melupakan sikap Khodijah [ranha], istri Rosululloh ketika beliau mendapati Rosululloh [saw] takut dan gemetar saat wahyu datang kepadanya kali pertama, dia tidak mengetahui bahwa yang datang kepadanya itu wahyu dari Alloh [swt], Rosululloh [saw] saat itu berkata, “Aku takut pada diriku sendiri”, kemudian Khadijah [ranha] menenangkannya, menghiburnya seraya berkata, “Demi Alloh, Dia tidak akan menyengsarakanmu, kamu selalu menyambung tali silaturahmi, menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, memuliakan tamu, membantu orang-orang yang tertimpa musibah” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Coba diperhatikan, bagaimana Rosululloh mengajak dialog dan diskusi kepada istrinya, Ummu Salamah saat para sahabat tidak mengindahkan perintahnya ketika beliau [saw] memerintahkan mereka untuk menyembelih hewan dan mencukur rambut setelah perjanjian Hudaibiyah. Ummu Salamah [ranha] pun berkata kepada Rosululloh [saw], “Wahai Nabi Alloh, apakah engkau senang hal ini? Sekarang temui mereka dan jangan ajak bicara mereka meskipun sepatah kata hingga engkau menyembelih hewan sembelihanmu dan engkau memanggil orang yang mencukur rambutmu.” Lalu Rosululloh [saw] menemui para sahabat, tidak mengajak bicara mereka dan beliau menyembelih hewan sembelihannya dan mencukur rambutnya, akhirnya para sahabat pun mengikuti apa yang dilakukan Rosululloh [saw].
Merajut Komunikasi Benar dan Baik
Menciptakan komunikasi antara pasangan suami istri merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan rumah tangga. Bagaimana tidak? Bukankah hakikat pernikahan adalah sebuah ikatan kerjasama, tolong menolong dalam suka maupun duka, saling menerima dan memberi, saling mencintai dan menyayangi, dan saling memberikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban? Bukankah ini semua tidak mungkin terlaksana kecuali dengan komunikasi dan keterbukaan suami istri?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah komunikasi dan musyawarah agar tercapai komunikasi yang baik dan benar:
1. Membiasakan pasutri berkomunikasi dan bermusyawarah adalah lebih utama.
Komunikasi merupakan pintu gerbang menuju kebersamaan, persatuan, keterbukaan antar pasutri dan penyelesaiaan masalah. Hendaknya kepala keluarga menciptakan komunikasi terhadap istri dan anak-anaknya di saat mengahadapi problematika maupun tidak. Dengan adanya komunikasi dua arah, maka akan diketahui curahan isi hati dan keinginan pasangan. Suami mengetahui kehendak istri dan istripun akan memahami apa langkah suami.
2. Memilih suasana yang pas.
Ketika kita hendak dialog dengan pasangan hidup kita hendalah mencari suasana yang tenang dan hati tentram. Sebagai istri atau suami tentu kita mengerti benar kapan waktu-waktu yang tepat untuk memperbincangkan masalah yang kita hadapi.
Waktu ini sifatnya fleksibel, tidak bisa disamakan antara satu keluarga dengan keluarga yang lain.
Janganlah seorang istri langsung mengajak bermusyawarah pada saat suami pulang dari tempat kerja. Kondisi seperti ini tidaklah kondusif sebab suami merasa lelah dan capek, justru yang dianjurkan saat itu adalah bagaimana menghilangkan rasa lelah suami melalui sambutan hangat dan berpenampilan menarik di hadapannya sambil menghidangkan secangkir teh atau kopi.
Janganlah seorang suami mengajak berdialog dengan istri pada saat dia mengasuh anak. Situasi ini tidak memungkinkan untuk berdialog sebab perhatian istri tertuju pada anak.
Perlu diperhatikan juga bahwa terkadang metode dialog kurang tepat juga ketika suami marah atau istri menolak dengan keras, saat itu metode komunikasi dan bermusyawarah tidak tepat. Bahkan bisa jadi keadaan bisa lebih memburuk.
3. Gunakan bahasa yang tepat saat bermusyawarah.
Memilih kata atau kalimat yang tepat, jelas maksudnya, lemah lembut, penuh dengan etika dan bahasa yang komunikatif sangat diperlukan pasutri agar tercipta komunikasi yang indah.
Kata-kata yang kasar dan melukai hati perasaan pasangan hendaknya dihindari. Akibatnya bukanlah kata sepakat yang diharapkan akan tetapi perselisihan dan pertengkaran yang menjadi-jadi.
4. Jujur dalam ucapan.
Kejujuran terhadap pasangan kita akan membawa keberkahan dan ketenangan jiwa. Sebaliknya kedustaan akan menimbulkan dosa, salah tingkah, kegalauan hati dan kegundahan jiwa. Bahkan satu kali saja seorang berdusta kepada pasangannya bisa berakibat seribu dusta.
Rosululloh [saw] bersabda:
“Berpegangteguhlah pada kejujuran karena kejujuran membawa kebaikan dan kebaikan itu membawa kepada surga. Dan sesungguhnya seseorang senantiasa berbuat jujur dan memilih kejujuran hingga ia dicatat di sisi Alloh sebagai orang yang jujur. Dan hati-hatilah kamu terhadap kedustaan karena kedustaan membawa kejahatan dan kejahatan itu membawa kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan hingga dicatat di sisi Alloh sebagai seorang pendusta.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Kedustaan dalam kontek ini adalah kedustaan yang dilarang oleh syari’at. Kedustaan yang menyebabkan mendzolimi pasangannya, tidak memenuhi hak pasangannya dan tidak melaksanakan apa yang wajib bagi dirinya. Sebab kedustaan yang dapat mengharmoniskan hubungan pasutri dibolehkan. Misal; “Neng, masakan kamu enak banget.” -padahal masakannya biasa-biasa saja-,” Masya Alloh, akang genteng banget-padahal wajahnya pas-pasan.
5. Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
Sikap inilah yang harus ditampilkan di hadapan pasangan kita. Ada orang yang berperilaku ramah, lemah lembut, sopan, dan suka tersenyum kepada tetangga, mitra kerja, kerabat, atasan atau bawahan.
Sangat disayangkan sekali ia tidak bisa menghadirkan sikap kehangatan rumah tangga dengan senyuman menawan saat berkomunikasi dengan pujaan hatinya. Ia berkata kepada pasangannya seperlunya saja. Ia mengkerutkan keningnya jika berjumpa dengannya. Tak ada canda, tak ada senyum, dan tak gembira. Yang ditampilkan di hadapan pasangannya ekspresi kaku dan tegang.
Perhatikanlah hadits berikut ini berbicara tentang keutamaan senyum.
عَنْ أَبِِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : ((تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ))
Dari Abu Dzar [ranhu] dia berkata: Rosululloh [saw] bersabda: “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama Muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Hiban)
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini seseorang yang menampakkan wajah ceria dan senyum di hadapan sesama Muslim akan mendapatkan pahala. Bagaimana halnya dengan seseorang yang menampakan senyuman manis dan indah di hadapan istri atau suaminya? Keutamaan dalam hadits dari Jarir bin Abdulloh al-Bajali , dia berkata:
“Rosululloh [saw] tidak pernah melarangku untuk menemui beliau sejak aku masuk Islam, dan beliau tidak pernah memandangku kecuali dalam keadaan tersenyum di hadapanku”. (HR. al-Bukhori dan Muslim)
6. Menatap pasangan kita dengan lemah lembut.
Saat berbincang dengan pasangan hidup kita hendaknya pandangan kita tidak tertunduk atau ke arah samping kanan atau kiri. Pandanglah ia dengan tatapan kelembutan. Pandanglah ia dengan pandangan cinta dan kasih sayang. Hargailah dan hormatilah apa yang ia sampaikan dengan penuh khidmat. Jauhilah sikap kasar sebab hal itu tidak mendatangkan kecuali keburukan semata. Hadirkan kelembutan sebab sesungguhnya kelembutan tidaklah pada sesuatu melainkan membuatnya bertambah indah.
Nabi Muhammad [saw] bersabda:
(( إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ ))
“Sesungguhnya kelembutan tidaklah pada sesuatu melainkan membuatnya bertambah indah, dan tidalah ia lepas dari sesuatu melainkan menambah-Nya buruk.” (HR. Muslim)
Demikianlah tulisan singkat tentang merajut komunikasi antar pasutri. Kami mengajak kepada pembaca agar melestarikan budaya komunikasi dan musyawarah yang baik dan benar di lingkungan keluarga agar tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah dan rohmah. Amiin…
(Red-HASMI)