Diantara sisi aqidah yang harus menghujam kuat dalam keyakinan orang-orang beriman adalah bahwa sunnatullah pada alam semesta, baik di bumi ataupun di langit tidak pernah berjalan tanpa aturan, melainkan semua berjalan tunduk kepada aturan Alloh [swt]. Dan tidak pernah tunduk pada kehendak salah satu makhluk Alloh [swt] . Aturan Alloh [swt] pada alam semesta ini tidak pernah berubah atau berganti kecuali jika Alloh menghendakinya sebagaimana ditegaskan dalam al-Quran: “Kamu tidak akan menjumpai sunnatullah itu berganti.” (QS. Fathir: 43).
Saat ini di negeri kita yang kita cintai ini tumbuh bermunculan magician, illusionist, mentalist atau para bintang hipnotis bak jamur di musim hujan yang menyedot perhatian masyarakat kebanyakan. Realitas masyarakat kita saat ini sangat menggandrungi keberadaan magician atau penyihir, illusionist, mentalist dan nama nama semisal. Di antara mereka masih bergaya jadul, rambut panjang gimbal, pakaian hitam ukuran besar, namun tidak sedikit juga diantara mereka yang berpenampilan nyentrik, tampil necis bahkan berjas dan dasi. Fenomena tersebut menjadi booming terlebih ketika media cetak dan elektronik memblow up habis-habisan aksi-aksi mereka. Bahkan beberapa stasiun televisi swasta menayangkan rubrik khusus dengan jam tayang pekanan. Para penyihir atau pelaku hipnotis tersebut menggunakan kemampuannya untuk menguasai dan mengendalikan alam (termasuk kejadian, objek, orang dan fenomena fisik) melalui mistik dan supranatural. Tidak ada ajakan untuk mengamini pernyataan tertentu atau mengajak menyembah sosok tertentu pula.
Masyarakat kita memang masih longgar dalam mensikapi masalah ini. Mereka tidak disentuh dari sisi agama. Mereka hanya diarahkan untuk takjub, heran bahwa para mentalist itu hebat. Bahkan tak jarang measyarakat memposisikan para peramal sebagai sosok manusia yang layak diacungi jempol, karena memiliki kelebihan dan keistimewaan yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Sehingga tak heran kalau ada paranormal atau peramal yang punya posisi khusus di hati mereka. Yang sangat disanjung, dihormati dan menjadi referensi serta solutor dalam berbagai permasalahan dan problematika kehidupan. Masyarakat akan menjadi fans yang setia tanpa harus diminta ataupun dipaksa. Mereka akan bergaya hidup sebagaimana sang idola dengan penuh bangga dan jiwa yang besar. Sehingga hasilnya bisa segera dilihat. Fatwa ulama seharam apapun tidak akan menjadi sebuah pertimbangan. Karena jiwa dan hati sudah didominasi rasa heran dan takjub. Seiring dengan zaman, fenomena ini berulang seolah menunjukkan bahwa kita kembali menjadi bangsa primitif. Mirip seperti zaman Mesir kuno saat Nabi Musa [alayhis] hidup. Kerajaan Firaun sangat gemar mempertontonkan kekuatan sihir dan ramal di depan rakyatnya. Mengubah tongkat menjadi ular dan berjalan di atas api serta pertunjukan sihir lainnya. Masyarakat suka dengan itu semua. Dan kini, zaman itu bergulir lagi dengan kemasan yang lebih modern.
Penonton sudah tidak mau lagi peduli apakah ini akan menjerumuskan mereka pada syirik kepada Alloh [swt] ataukah tidak. Karena pesan yang disampaikan oleh televisi nampaknya sudah mengakar kuat bahwa ini hanya tontonan entertainment. Dan layaknya sebuah bisnis, dunia hiburan selalu membutuhkan sensasi yang menakjubkan. Di sinilah kemudian, dunia hiburan menjadi kiblat baru dalam menjalani kehidupan. Sementara agama hanya berlaku di majlis ta’lim dan masjid-masjid. Masalah ramal-meramal dalam prespektif lslam tidak seremeh seperti yang dipahami oleh masyarakat awam. Tidak sekedar percaya atau tidak percaya. Karena ini berhubungan dengan sesuatu yang paling prinsip dan utama dalam kehidupan seorang muslim, yaitu aqidah lslamiyah. Abdullah bin mas’ud [ranhu] berkata: “Barangsiapa pergi ke tukang ramal, atau ke tukang sihir atau ke tukang tenung, kemudian ia bertanya dan percaya terhadap apa yang dikatakannya, maka sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad [saw].” (Riwayat Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad yang baik). Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Jawa dan Lampung yang menggelar rapat koordinasi di Serang, melalui Ketua Komisi Fatwa Rapat Koordinasi MUI se-Jawa dan Lampung, KH. Syafe’i mengatakan, ulama menilai acara entertainmen yang menghadirkan mentalist, magician, dan yang semisalnya, itu termasuk perbuatan hipnotis yang merusak ketauhidan dan akidah umat Islam.
Menurut KH. Syafe’i, jika hipnotis yang murni saintifik atau ilmiah tanpa menggunakan bantuan jin, setan dan mantera, hukum asalnya adalah boleh atau jawaz tergantung pada penggunaannya. Namun jika hipnotis sudah menggunakan bantuan setan dan jin, maka hukumnya haram. Rapat koordinasi MUI se-Jawa dan Lampung itu, secara langsung tertuju pada sejumlah tayangan televisi yang berbau mistik. Sementara itu, keputusan yang dibuat dalam Bahtsul Masail Wustho yang digelar di Ponpes Abu Dzarrin, Kendal, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro juga mengamini fatwa yang sama. Menurut para peserta pertemuan, pertunjukan yang mendebarkan itu adalah jauh dari jangkauan akal sehat yang syarat dengan mistis.
Pertemuan tersebut diikuti oleh puluhan pesantren di Jatim. Di antaranya adalah Ponpes Sidogiri (Pasuruan), Lirboyo (Kediri), Langitan (Tuban), Al-Khozini (Sidoarjo), PP Tanggir (Tuban), PP Gilang (Babat/Lamongan) dan beberapa pesantren kondang lainnya.
Pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam menindak para dajjal sekutu setan ini. Kita sangat mengkhawatirkan mentalitas anak-anak kita dan maasyarakat awam yang belum cukup pondasi aqidahnya. Mereka akan tercuci otaknya terlemahkan aqidahnya. Ketawakalan mereka kepada Alloh akan bergeser menjadi ketakjuban terhadap kepiawaian magician atau mentalist membodohi umat.
Syekh Wahid bin Abdis Salam Bali dalam bukunya ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar menulis bahwa Jumhur Ulama berpendapat mengharuskan pembunuhan terhadap tukang sihir, kecuali Imam Syafi’i saja, di mana dia menyatakan bahwa tukang sihir tidak harus dibunuh kecuali jika dengan sihirnya itu dia membunuh orang, sehingga dia harus diberikan hukuman qishash. Rosululloh menilai sihir sebagai salah satu daripada dosa besar yang bisa merusak dan menghancurkan sesuatu bangsa sebelum terkena kepada pribadi seseorang, dan dapat menurunkan derajat pelakunya di dunia ini sebelum pindah ke akhirat. Justru itu Nabi bersabda: “Jauhilah tujuh perkara besar yang merusak. Para sahabat bertanya: Apakah tujuh perkara itu, wahai Rosululloh? Jawab Nabi, yaitu:
1) Menyekutukan Alloh;
2) Sihir;
3) Membunuh jiwa yang oleh Alloh diharamkan kecuali karena hak;
4) Makan harta riba;
5) Makan harta anak yatim,
6) Lari dari peperangan;
7) Menuduh perempuan-perempuan baik, terjaga dan beriman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian ahli fiqih menganggap, bahwa sihir itu berarti kufur, atau membawa kepada kufur. al-Quran juga telah mengajar kita supaya kita suka berlindung diri kepada Alloh dari kejahatan tukang sihir, yaitu firman-Nya: “(Dan aku berlindung diri) dari kejahatan tukang meniup simpul.” (QS. al-Falaq: 4)
Cukuplah bagi kita bercermin pada salaf sholeh, termasuk dalam bersikap kepada para penyihir, peramal, illusionist atau apapun namanya. Agar kita tidak terperdaya oleh sihir dan tersesatkan dari aqidah yang lurus. Alloh berfirman dalam al-Quran, “Dan tidak menang tukang sihir itu dari manapun datang.”
(QS. Thaha 69).
Syekh Muhammad Jamil Zainu berkata, “Apa yang dikatakan oleh para peramal itu sebenarnya hanyalah dugaan dan kebetulan saja. Umumnya tidak lebih dari dusta karena bisikan setan dan tidak ada orang yang terbujuk kecuali orang yang kurang akalnya saja. Andaikata mereka mengetahui hal-hal yang ghaib, niscaya mereka akan mengambil harta yang tersimpan dalam perut bumi ini sehingga mereka tidak lagi menjadi orang fakir yang kerjanya mengelabui orang lain hanya untuk mencari sesuap nasi dengan cara yang batil. Kalau mereka benar-benar mengetahui hal-hal yang ghaib, maka beritahulah kami apa rahasia-rahasia yahudi sehingga dapat ditumbangkan.”
Wallohu a’lam bishowab.
(Red-HASMI)