Seorang muslim diwajibkan membersihkan dirinya dari najis. Bersih dari najis merupakan syarat sahnya sholat atau ibadah-ibadah yang mewajibkan suci dari najis. Sehingga, setiap muslim dan muslimah dituntut untuk memahami cara membersihkan najis dengan baik dan benar. Berikut ini penjelasan beberapa cara membersihkan najis sesuai dengan jenis najis dan kondisinya:
Pertama, jika ada najis mengenai pakaian atau badan, hendaknya dicuci dengan air sampai najisnya hilang. Jika najis tersebut dapat dilihat seperti darah maka dicuci sampai bersih. Namun, apabila setelah dicuci tetap masih ada bekas, atau sulit dihilangkan, maka kondisi seperti itu dimaafkan.
Jika najis tidak dapat dilihat seperti air kencing, maka cukup dengan mencucinya. Meskipun hanya sekali cucian. Sebagaimana Asma binti Abu Bakar berkata, “Salah seorang perempuan datang menemui Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam dan berkata, ‘Seseorang di antara kami bajunya terkena darah haid. Apa yang mesti dilakukan?’ Beliau shollallohu’alaihi wasallam berabda:
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ وَتَنْضَحُهُ وَتُصَلِّي فِيهِ
“Hendaknya kamu mengerik bekas darah tersebut, kemudian menggosoknya. Lalu membasuhnya dengan air. Setelah itu, pakaian tersebut dapat digunakan untuk sholat!”
Jika suatu najis mengenai pada bagian ujung bawah pakaian seorang perempuan, maka ia menjadi suci dengan menyentuh tanah. Dalilnya adalah hadis sohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Dawud, bahwa ada seorang perempuan yang bertanya kepada Ummu Salamah seraya berkata, “Pakainku sangat panjang sehingga ujungnya menyentuh tanah, dan aku bejalan di tempat yang kotor?” Ummu Salamah berkata kepadanya, bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pernah bersabda, “Tanah sesudahnya akan mensucikannya.”
Cara menyucikan najis yang kedua yaitu jika suatu najis mengenai tanah, maka cara menyucikannya dengan menyiramkan air di atas tanah itu. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairoh rodhiyallohu’anhu bahwa seorang Arab Badui berdiri lalu kencing dalam masjid. Para sahabat bangkit untuk menertibkan orang itu. Melihat hal tersebut, Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
دَعُوهُ وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ – فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
“Biarkan dia! Siramlah air kencingnya itu dengan air atau satu timba air. Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan, bukan untuk mendatangkan kesulitan.”
Tanah yang terkena najis juga akan suci dengan sendirinya apabila telah kering. Demikian juga benda-benda yang berada di sekelilingnya, seperti pohon dan bangunan. Hal ini berlaku apabila benda najis yang mengenainya berupa cairan. Tetapi, jika benda najis yang mengenainya telah membeku atau membekas, maka cara untuk menyucikannya adalah dengan membuang najis yang menempel padanya.
Cara menyucikan najis yang ketiga yaitu jika suatu najis mengenai mentega dan sejenisnya. Berkaitan dengan hal ini, Imam Bukhori meriwayatkan hadis bahwa Rosululloh pernah ditanya mengenai tikus yang terjatuh ke dalam mentega. Beliau shollallohu’alaihi wasallam menjawab, “Buanglah tikus itu dan bagian yang berada di sekitarnya. Setelah itu, makanlah mentega kalian.”
Ibnu Hajar Al Asqolani berkata, “Menurut Ibnu Abdil Barr bahwa para ulama sepakat, bahwa apabila bangkai masuk ke dalam makanan yang beku, maka buanglah bangkai itu dan yang di sekelilingnya. Jika telah jelas bangkai itu mengenai sebagian dari benda tersebut, hal itu tidak boleh dikaitkan dengan bagian lain yang tidak terkena bangkai. Jika bangkai masuk ke dalam makanan berbentuk cair, para ulama berbeda pendapat. Mayoritas mereka berpendapat bahwa makanan itu najis semuanya. Sebagian ulama seperti Imam az-Zuhri dan al-Auza’i rohimahumalloh berpendapat tidak menganggap semua makanan cair itu menjadi najis.
Adapun cara menyucikan sandal atau sepatu yang terkena najis adalah dengan menggosokkannya ke tanah sampai bekas najis yang menempel padanya hilang. Imam Abu Dawud meriwayatkan hadis dari Abu Hurairoh rodhiyallohu’anhu bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:
« إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ »
“Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan sandalnya, maka tanah yang dipijak dapat menyucikannya.”
Dalam fikih Mazhab Syafi’i, jenis najis dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, najis berat seperti anjing dan babi. Najis ini hanya dapat disucikan dengan cara membasuhnya sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Cara ini digunakan pada najis berat, baik yang kena najis itu adalah badan, pakaian, maupun tempat.
Kedua, najis ringan seperti air kencing bayi yang belum makan apa-apa selain ASI ibunya. Najis ini dapat disucikan dengan cara memercikkan air ke bagian yang kena najis secara merata.
Ketiga, bersuci dari najis sedang. Yaitu najis selain anjing, babi, dan kencing bayi yang belum makan apa-apa selain ASI ibunya. Najis ini hanya dapat disucikan dengan cara menyirami benda yang terkena najis dengan air hingga najis berikut bekas-bekasnya hilang. Bukan najis saja yang harus hilang, tetapi sifat-sifat lain dari najis, seperti warna, rasa, dan bau, juga harus hilang. Namun, masih dapat dimaklumi jika warna najis sulit dihilangkan seperti darah.
Semoga pembahasan ini bermanfaat untuk kita semua.
Wallohu Ta’ala a’lam