BUAH DARI KESABARAN

“Kesabaran merupakan salah satu poros bagi kaum muslimin didalam mengarungi biduk kehidupan ini, ia adalah satu diantara dua sayap untuk tetap mulia dalam mahligai iman agar tetap berada di jalan shirôtul mustaqîm, jalannya para Nabi, Shiddiqîn, Syuhada dan Shôlihîn.”

Teladan inilah yang senantiasa terekam dalam ingatan kita ketika menyaksikan kehidupan mulia sahabat-sahabat Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam, mulia di dunia karena tidak merasa sengsara terhadap apapun yang luput dari mereka, tidak berbalik ke agama nenek moyang walaupun berat terasa beban penyiksaan yang dilakukan kaum paganis atas mereka dan tidak sedikitpun merasa bergantung kepada orang lain walaupun sesaat, kehidupan yang merdeka karena selalu mengharap kepada Dzat yang Maha Kuasa, yang senantiasa memenuhi janji lagi Maha Memberi. Adapun mulia di akhirat karena selamat dari adzab yang membinasakan menuju luasnya ampunan lalu hidup di taman-taman yang penuh dengan kenikmatan tanpa kejemuan. Mari kita lihat sekelumit teladan itu dari sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari sahabat Khobab ibnu Arot, Ia berkata :

“Wahai Rosululloh, apakah anda tidak memohonkan pertolongan kepada Alloh untuk kami? Apakah anda tidak berdoa bagi kami? Beliau menjawab: “Diantara orang-orang sebelum kalian dahulu ada yang disiksa dengan ditanam hidup-hidup, ada yang dibelah kepalanya menjadi dua, dan ada pula yang disisir rambutnya dengan sisir besi hingga kulit kepalanya terkelupas. Akan tetapi itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk tetap mempertahankan agama. Demi Alloh, Alloh pasti akan mengakhiri semua persoalan itu sehingga seseorang berani berjalan dari Shon’a ke Hadromaut tanpa rasa takut kepada siapapun juga selain Alloh kalian adalah kaum yang tergesa-gesa.

Sungguh sebuah kesabaran dalam menanggung beban iman yang sulit dicari tandingannya dari orang-orang besar sepanjang sejarah manusia, dan terus diteladani oleh generasi selanjutnya. Peyiksaan demi penyiksaan terus berjalan yang diikuti oleh kesabaran dari sang peniti bagaikan karang yang kokoh diterpa hempasan gelombang samudera nan garang, akan tetapi mereka yakin bahwa hal ini akan berakhir dan Alloh pasti akan menolong agama-Nya, sebagaimana mereka dengar sendiri hal itu dari lisan Rosulalloh sholallohu ‘alaihi wasallam.

Kemudian sampailah rasa manis buah kesabaran yang selama ini mereka nantikan ketika berkecamuknya perang Badar yang dilatar belakangi oleh adanya anggapan dari gembong Quraisy kala itu Abu Sufyan yang mendengar akan adanya serangan yang dilakukan oleh kaum Muslimin terhadap kafilah dagangnya, kemudian diikuti oleh ego dan keras kepalanya dedengkot mereka Abu Jahal, walaupun ia telah mendengar kabar dari utusan Abu Sufyan bahwa kafilah dagang mereka telah selamat dan tidak mendapat gangguan apapun dari kaum muslimin, akan tetapi ia tetap berseru:

“Demi Alloh, kami tidak akan kembali sebelum tiba di Badar. Disana, kita akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makan beramai-ramai, dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan yang me-nyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh orang Arab mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada kita selama-lamanya”.

Kemudian Berkecamuklah peperangan yang takkan mungkin dihindari antara dua kekuatan besar, bertepatan pada Jum’at pagi 17 Romadhon tahun kedua Hijriyah dengan kuantitas berbeda, dimana kaum Muslimin hanya berjumlah sekitar 313 orang berkekuatan 2 ekor kuda, 70 ekor unta yang ditunggangi secara bergantian dan panji kaum Muslimin dibawa oleh Mush’ab bin Umair rodhiyallahu ‘anhu, sedangkan dipihak musuh hampir mendekati angka 1000 orang dengan 200 ekor kuda dan unta, sekaligus membawa perbekalan dan makanan yang memadai selama di perjalanan. Fanatisme jahiliyah pun begitu kentara pada diri-diri penyembah batu itu, tiap orang dari mereka ingin menunjukkan kedudukan dan keberaniannya, adalah al-Aswad bin Abdul Asad al-Makzumi yang dikenal sangat sadis dan biadab secara lantang meradang :

“Aku berjanji kepada Tuhan bahwa aku akan meminum dari kolam mereka, atau aku akan menghancurkannya atau aku akan mati karenanya”.

Sebuah tantangan yang disambut oleh Singa Alloh “Hamzah bin Abdul Muttolib rodhiyallohu ‘anhu lalu sejurus kemudian membenamkan al-Aswad di kolam tersebut sesuai dengan keinginan dan keangkuhannya.

‘Utbah bin Rabi’ah terpancing emosinya, ia pun ingin menunjukkan keberaniannya. Tampil pula saudaranya Syaibah dan anaknya walid, mereka menantang untuk duel yang kemudian disambut oleh tiga pemuda dari kalangan Anshor yang akhirnya syahid dihadapan mereka. Rosululloh sholallohu ‘alaihiwasallam memerintahkan maju untuk menghadap mereka ‘Ubaidah bin al-Harits, Hamzah bin ‘Abdul Muthtolib dan Ali bin Abi Tholib, dengan idzin Alloh subhanahu wata’ala akhirnya mereka mengalahkan orang-orang Quraisy tersebut.

Demikianlah seterusnya peperangan berkecamuk antara kaum muslimin dan kafir Quaraisy sampai Alloh subhanahu wata’ala pun memberikan kemenangan kepada hamba-hambaNya yang beriman.

Perang badar menjadi sebuah pelajaran yang sangat gamblang bagi kita semua maupun bagi perjalanan sejarah kedepan akan manisnya kesabaran dalam menanggung beban iman, dan perang inipun menjadi bukti pamungkas kesabaran mereka dimata Alloh subhanahu wata’ala. Alloh menyebut hari itu dengan nama “Yaumul Furqon atau Yaum Iltaqo al-Jam’an” (hari pembeda atau hari dimana dua kekuatan bertemu). Peperangan ini pun membuahkan beberapa hasil yang menguntungkan bagi kaum mus-limin, diantaranya :

  1. Pembeda antara yang haq dan yang bathil.
  2. Keguncangan bagi kedudukan kafir Quraisy dimata bangsa Arab karena kekalahan tersebut.
  3. Bertambahnya kekuatan dan pengaruh kaum muslimin.
  4. Menyempitnya jalur perdagangan Quraisy, karena jalan yang biasa mereka lalui didalam melakukan perjalanan dagang telah dikuasi kaum muslimin.
  5. Terbunuh dan tertawannya 70 orang dari kalangan kafir Quraisy yang sebagian besar dari mereka adalah para pembesar, kemudian hanya 14 orang dari kaum muslimin menjemput syahadah pada perang tersebut.

Ketika kita renungi dengan seksama rang-kaian perjalanan mereka mulai dari Mekah hingga berkecamuknya perang Badar, maka akan kita dapati pelajaran besar tentang makna hakiki sebuah kesabaran yang dibatasi nilai-nilai iman didalamnya, diantaranya adalah :

  1. Keyakinan yang kokoh kepada Alloh subhanahu wata’ala yang maha menepati janji untuk menegakkan agama-Nya.
  2. Ketika Alloh subhanahu wata’ala menegakkan al-haq dan meruntuhkan al-Bathil pasti melalui tangan-tangan hamba-Nya yang senantiasa sabar dalam menapaki jalan iman nan penuh onak dan peluh walaupun jumlah mereka sedikit.

“Berapa banyak kelompok dengan jumlah sedikit mampu mengalahkan kelompok dengan jumlah yang banyak dengan idzin Alloh. Dan Alloh be-nar-benar bersama orang-orang yang bersabar”

Tujuan berperang dalam diri kaum mus-limin adalah membela keyakinan yang benar dan menegakkan haq-haq Alloh subhanahu wata’ala di muka bumi ini.

Check Also

DAKWAH TITIAN KEBANGKITAN (Oleh : Yanwar Arianto)

DAKWAH TITIAN KEBANGKITAN  Oleh : Yanwar Arianto  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *