WONOSOBO – Sungguh kesyirikan telah mulai menampakkan warna dan ragamnya, bahkan seakan telah ada pada puncaknya. Kebanyakan diantara mereka berbuat syirik dengan cara mengatasnamakan agama sehingga terkesan agamis dan tak ada cacat serta salah sedikitpun.
Tadi pagi. Jum’at (23/12/2011), sekitar pukul 09.00 sebanyak 2.500 orang warga Desa Giyanti, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo melakukan ritual syirik yang mereka namakan “Ritual Tenongan”. Parahnya lagi, acara ini turut dimeriahkan pula oleh sejumlah musik tradisional seperti lengger dan campur sari.
Samadi, yang bertindak sebagai Kepala Desa Giyanti, mengemukakan bahwa tenongan sudah menjadi ritual tahunan, karena Giyanti telah menjadi desa wisata budaya di Wonosobo. Menurutnya panitia dan warga yang dilibatkan sebanyak 2.500 orang.
Para tamu yang datang dari berbagai daerah mendapatkan suguhan komplit hiburan dan aneka macam jajanan pasar. Selain tarian lengger, disuguhkan pula peragaan musik gamelan kombinasi Islam-Jawa.
Parahnya lagi, jika diamati secara seksama, seluruh warga di desa tersebut memang sudah mempersiapkan ritual secara matang dan dikerjakan secara gotong royong. Jika pada sebelumnya tidak berdandan, maka penampilan masyarakat di desa itu kini menjadi lain. (Astagfirullah…!)
Menurut Suro Darmanto, selaku ketua panitia mengemukakan bahwa seluruh rangkaian acara merupakan sumbangan dari kesadaran masyarakat untuk ikut memelihara warisan leluhur. Bagi dia kearifan lokal yang ada sangat penting untuk tetap dijaga kelestariannya secara turun temurun.
“Warga desa sudah merasa memiliki tradisi tenongan sebagai bagian dari hidup,” ujarnya. Wal ‘iyadu Billah. (Admin-HASMI/srmrdk).