“Wahai orang-orang yang beriman, ruku-lah kalian, sujudlah kalian, sembahlah Tuhan-kaliandan berbuatlah kebajikan, supaya kalianmendapat kemenangan.” (QS. al-Hajj [22] : 77)
Kebajikan terbesar adalah ketika umat bisaselamat dari api neraka. Umat berjalan di atas jalan yang lurus. Jalan yang telah Alloh subhanahu wa ta’alanya-takan agar ditempuh oleh Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallamdan pengikutnya.
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) Ku, akudan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Alloh dengan hujjah yang nya-ta, Maha Suci Alloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf [12]: 108)
قل هذه سبيلي-> “Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku…”, menunjukkan bahwa jalan da’wah ini jelas, terang-terangan, blak-blakan, tidak basa-basi, tidak tertutup dan tidak eklusif, untuk semua kalangan.
Ketika da’wah adalah jalan hidup, man-hajul hayah, maka semua aktivitas hidup tak pernah lepas dari unsur da’wah. Da’wah akan meminta semuanya dari diri kita. Sampai pi-kiran kita. Sampai perhatian kita. Berjalan, duduk, dan tidur kita. Bahkan di tengah lelap kita, isi mimpi kita pun tentang da’wah. Ten-tang umat yang kita cinta.
Memang seperti itulah da’wah. Da’wah menyedot seluruh saripati energi kita. Sampai tulang belulang kita. Sampai daging terakhir yang menempel di tubuh renta kita. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret… Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.
Nabi Nuh ‘alaihi sallam, berda’wah selama seribu tahun kurang lima puluh. Memanfaatkan siangmalam. Menggunakan strategi rahasia maupun terang-terangan. Menjelang wafat, Beliau masih berda’wah. Nabi Ibrahim ‘alaihi sallam, berkelana kesana-kemari demi tegaknya da’wah. Nabi Yusuf ‘alaihi sallam,sampai dihimpit penjara pun masih menyem-patkan berda’wah. Orang-orang sholih di masa lalu tak kalah semangatnya menjadikan da’wah sebagai jalan hidupnya.
Apalagi Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam. Semua kerabat de-kat menjadi sasaran da’wah Beliau. Orang arabmaupun non arab. Di pasar, di jalan, di tempat-tempat orang berkumpul, Beliau tegakkan da’wah. Di hadapan seorang pembesar suatu kaum, maupun di depan seorang budak, Beliau berda’wah. Saat mengunjungi orang sakit, Be-liau sisipkan da’wah. Kepada orang yang marah pada Beliau, Beliau legowo menda’wahinya. Bahkan orang yang datang hendak membunuh Beliau pun, tak lepas dari upaya da’wah Beliau. Beliau juga mengirim risalah da’wah kepada raja-raja yang berkuasa ketika itu.
Tidak ada sekulerisme dalam da’wah. Da’wah bukan sekedar ceramah di mimbar-mimbar, bukan sekedar mengajar, bukan se-kedar coretan pena, bukan sekedar nasehat se-mata. Tapi meliputi segala upaya menjadikan kalimatullahi hiyal ulya. Da’wah tidak hanya di masjid, tidak hanya di majelis ta’lim, tidak hanya di pesantren, tidak hanya dibatasi tempat. Tapi meliputi segala ruang.
أدعو إلى الله -> “aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Alloh”,kita mengajak orang kepada ajaran Islam. Islam yang murni, Islam sebagaimana yang Alloh tu-runkan ke bumi. Islam yang tidak terkonta-minasi atau tersusupi ajaran-ajaran yang bukandari Islam. Islam yang berdiri kokoh di atas tauhidulloh.
Mengikhlaskan agama hanya untuk Alloh(Tauhid) merupakan pokok ajaran agama Islam. Karena hal inilah Alloh menurunkan kitab-kitab-Nya serta mengutus para Rosul, dan se-luruh para Nabi menyerukan dan menda’wah-kan hal ini serta berjihad di jalan-Nya.
Alloh subhanahu wa ta’alamenyatakan dalam firman-Nya:
“Maka sembahlah Alloh dengan mengikhlaskan (memurnikan) agama ini.”(QS. az-Zumar: 2).
Mentauhidkan Alloh adalah sumber segalakebaikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullohmengatakan: “Orang yang mau mentadabburikeadaan alam akan mendapati bahwa sumber kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Alloh subhanahu wa ta’alaserta taat ke-pada Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam. Sebaliknya semua kejele-kan di muka bumi ini; fitnah, musibah, pace-klik, dikuasai musuh dan lain-lain, penyebab-nya adalah menyelisihi Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallamdan ber-da’wah (mengajak) kepada selain Alloh subhanahu wa ta’ala. Orang yang merenungi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati kenyataan seperti inibaik dalam dirinya maupun di luar dirinya.” (Majmu’ Fatawa 15/25)
Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Qar’awi rohimahullohberkata, “Barangsiapa yang men-tauhidkan-Nya dan tidak mencampuri tauhid-nya dengan syirik maka Alloh menjanjikan atasnya keselamatan dari masuk ke dalam ne-raka di akherat serta Alloh akan membimbing-nya menuju jalan yang lurus di dunia.” (al-Jadidfi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 35)
على بصيرة -> “ dengan hujjah yang nyata”,da’wah ini harus berdasarkan hujjah yang sam-pai pada derajat yakin, berdiri di atas ilmu be-rupa wahyu yang datang dari Alloh. Harus bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah as-Shohihah. Sang da’i pun harus ma’rifah dengan Alloh subhanahu wa ta’ala.
Ibnul Qoyyim rohimahullohberkata: “al-Bashiroh ada tiga tingkatan. Barangsiapa yang menyem-purnakan ketiganya, semakin sempurna bashi–rohnya. Bashiroh tentang nama-nama dan sifat-sifat Alloh subhanahu wa ta’ala, bashiroh tentang hal-hal yang diperintahkan dan yang dilarang,bashiroh tentang janji-janji dan ancaman.”
Sang da’i juga harus mendalami keadaan mad’u, tingkat keilmuannya, keluasan wawa-sannya. Sebab da’i adalah sang pembawa obatuntuk umat. Da’i harus memahami tujuan-tujuan da’wah, tujuan global maupun rinci, tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Da’i juga harus tahu strategi dan wasilah (sa-rana) yang diperbolehkan demi tercapainya tujuan yang ditetapkan. Sebab da’wah adalah ibadah. Da’i harus memahami resiko dan tabiat di setiap marhalah.
أنا ومن اتبعني –> “aku dan orang-orang yangmengikutiku…”,selain para Rosul, da’wah jugadibebankan kepada para pengikut atau umat-nya. Dengan demikian, da’wah tidak hanya menjadi tugas para Rosul melainkan juga untuk para pengikutnya. Tidak hanya pengikut saat Rosul hidup, tetapi hingga masa dunia berakhir. Sekaligus da’wah adalah ciri utama pengikut Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam.
Ayat ini menunjukkan bahwa manhaj yangdipakai adalah manhaj pengikut Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam(yaitu para sahabat dan pengikutnya), juga menganjurkan untuk saling kerja sama, ber-jama’ah untuk menegakkan da’wah.
وما أنا من المشركين وسبحان الله –> “Maha SuciAlloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” Prioritas da’wah adalah pem-binaan aqidah dahulu. Hakikat kemenangan adalah kemenangan aqidah di atas hawa nafsu, tercapainya peribadatan hanya kepada Alloh subhanahu wa ta’alasemata.