Sesungguhnya Alloh [swt] telah mensyari’atkan kepada kaum Muslimin untuk menunaikan zakat fithri pada penghujung bulan Romadhon sebelum pelaksanaan sholat ‘Idul Fithri, sebagai penutup bulan ini.
- Hukum Zakat Fithri
Zakat Fithri merupakan salah satu kewajiban yang yang telah ditetapkan oleh Rosululloh [saw] kepada kaum Muslimin. Hukum perkara-perkara yang diwajibkan atau diperintahkan oleh Rosululloh [saw] adalah sama dengan yang diperintahkan atau diwajibkan oleh Alloh [swt].
Alloh [swt] berfirman: “Barangsiapa yang menaati Rosul, maka sesungguhnya ia telah menaati Alloh. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. an-Nisa’ [4]: 80)
Alloh [swt] berfirman, “Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’ [4]: 115)
Zakat fithri diwajibkan kepada orang tua, anak-anak, laki-laki, perempuan, orang yang merdeka, dan budak dari kalangan kaum Muslimin. ‘Abdulloh bin ‘Umar berkata: “Rosululloh mewajibkan zakat fithri sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang tua dari kalangan kaum Muslimin.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Adapun janin dalam kandungan, ia tidak terkena kewajiban zakat fithri, namun tidak mengapa jika ada yang mau membayarkannya. Dahulu ‘Utsman bin ‘Affan [ranhu] mengeluarkan zakat fithri atas janin dalam kandungan. Orang yang tidak mempunyai kelebihan harta untuk menafkahi kebutuhannya pada pagi hingga malam hari raya tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithrinya. Jika kelebihan harta yang dimiliki seseorang kurang dari satu sho’, maka ia tetap mengeluarkan zakat sesuai dengan kemampuannya.
Alloh [swt] berfirman: “Maka bertakwalah kalian kepada Alloh menurut kesanggupan kalian dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk diri kalian. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. at-Taghobun [64]: 16)
Rosululloh [saw] bersabda: “Jika aku me-merintahkan suatu perkara kapada kalian, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR. al-Bukhori dan Muslim).
1. Hikmah Zakat Fithri
Hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah sebagai bentuk perbuatan baik kepada fakir miskin, sekaligus mencegah mereka dari meminta-minta pada hari raya. Hikmah lainnya, zakat membuahkan sifat kedermawanan dan kasih sayang, sekaligus menyucikan orang yang berpuasa dari dosa, kekurangan dan kesia-siaan. Zakat juga merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat Alloh [swt], berupa kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa pada bulan Romadhon, menghidupkannya dengan mendirikan sholat, dan kemudahan untuk melakukan amal-amal sholih lainnya.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas , ia berkata: “Rosululloh mewajibkan zakat fithri untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat ‘Id maka ia merupakan zakat yang diterima, sedangkan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat ‘Id maka ia termasuk sedekah.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
2.Jenis Zakat Fithri
Harta yang dijadikan zakat fithri berupa makanan pokok negeri setempat, yaitu gandum, kurma, beras, kismis, keju, dan sebagainya. Dari Ibnu Umar , ia berkata: “Rosululloh mewajibkan zakat fithri dari bulan Romadhon dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)
Pada waktu itu, gandum merupakan makanan pokok mereka, sebagaimana di riwayatkan Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata: “Dahulu, pada zaman Nabi , kami mengeluarkan satu sho’ makanan ketika hari raya. Pada saat itu, yang menjadi makanan kami adalah gandum, kismis, keju dan kurma.” (HR. al-Bukhori)
Pakaian, tempat tidur, serta benda-benda lainnya selain makanan pokok tidak dapat digunakan untuk membayar zakat fithri. Sebab Nabi [saw] mewajibkan pembayaran zakat fithri dengan makanan pokok. Ketentuan Nabi [saw] tidak boleh dilanggar. Demikian pula, tidak dibolehkan mengganti makanan dengan uang yang senilai atau seharga makanan karena ini menyelisihi perintah Rosululloh [saw]. Nabi [saw] bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk dari ajaran kami maka ia tertolak.” Disebutkan dalam riwayat lain: “Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya maka ia tertolak.” (HR. Muslim)
Alasan lainnya, bahwa pembayaran zakat fithri dengan uang itu menyelisihi amalan para Sahabat, yakni mereka menunaikannya dengan satu sho’ makanan. Nabi [saw] bersabda: “Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rosyidin yang mendapat petunjuk setelahku.”(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah. dan at-Tirmidzi)
3. Ukuran Zakat Fithri
Takaran zakat fithri adalah satu sho’ Nabawi. Beratnya mencapai 480 mitsqol atau 2,04 kg gandum yang berkualitas baik. Berat satu mitsqol setara dengan 4,25 gram sehingga 480 mitsqol sama dengan 2.040 gram. Jadi satu sho’ Nabawi sama dengan 2.040 gram gandum, atau dibulatkan menjadi 2,5 kg.
4. Waktu Zakat Fithri
Penentuan waktu wajib zakat fithri ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya adalah karena ia merupakan saat berbuka dari puasa Romadhon, maka zakat tersebut disandarkan kepada waktu berbuka. Oleh sebab itulah, ia disebut zakat fithri (berbuka) dari Romadhon. Waktu pembayaran zakat fithri terdiri dari dua bagian: waktu yang utama dan waktu yang dibolehkan. Waktu utamanya adalah ketika Shubuh pada hari raya, sebelum dilaksanakannya sholat ‘Id. Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Dahulu, pada zaman Nabi , kami mengeluarkan satu sho’ makanan ketika hari berbuka.” Di riwayatkan juga dari Ibnu ‘Umar : “Bahwasanya Nabi memerintahkan pembayaran zakat fithri sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan sholat ‘Id.” (HR. Muslim)
Adapun waktu yang dibolehkan, adalah satu atau dua hari sebelum hari raya. Dari Nafi’, ia berkata: “Dahulu, Ibnu ‘Umar mengeluarkan zakat fithri atas anak kecil, orang tua, bahkan anak-anakku. Beliau memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat itu diberikan satu atau dua hari sebelum hari raya.” (HR. al-Bukhori)
5. Tempat dan Cara Menunaikannya
Zakat fithri diberikan kepada orang-orang fakir yang ada di tempat domisili sewaktu seseorang terkena kewajiban zakat ini. Kalangan yang berhak menerima zakat fithri adalah orang-orang fakir dan orang-orang yang tidak mampu melunasi hutangnya. Mereka mendapatkan zakat ini sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, zakat fithri seseorang boleh dibagikan kepada beberapa orang fakir. Demikian pula sebaliknya, zakat fithri yang dibayarkan oleh sekelompok orang juga boleh dibagikan kepada satu orang miskin. Sebab, Nabi menentukan besar zakat fithri dan tidak menentukan jumlah orang yang berhak menerimanya.
Allohu a’lam
(Red-HASMI)