Sifat Puasa

2 Jul 2014Redaksi Teras Ramadhan

Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He). Dan pelaksanaanya untuk tujuan yang mulia yaitu menjadi manusia yang bertakwa kapada Allah.

Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman:

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183)

Dan ramadhan memilki keistimewaan dengan diberikannya keberkahan seluas-luasnya oleh Allah atas amalan kebaikan yang kita kerjakan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي

“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ta’ala berkata: ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya karena Aku’.” (HR. Muslim)

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) akan melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya Ta’ala. Padahal kita tahu bahwa Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.

Hikmah dari semua ini adalah sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan keinginan hawa nafsu dan makannya karena Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He). Tidak nampak dalam dzahirnya dia sedang melakukan suatu amalan ibadah, padahal sesungguhnya dia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada makanan dan minuman.

Di samping itu dia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa. Semua itu dilakukan karena mengharapkan keridhaan Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dengan meyakini bahwa Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) mengetahui segala gerak-geriknya.

Agar prestasi ketakwaan bisa terwujud wajib bagi kita mengoptimalkan bulan Ramdhan ini dengan melaksanakan amalan-amalan yang utama sebagai bentuk ittiba kepada Rasululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) , diantara amalan itu:

  1. Puasa Ramadhan

Jadika puasa yang kita lakukan karena motifasi iman dan motifasi meraih pahala disis Allah, bukan hanya sekedar menjaga dari yang membatalkan dengan menahan lapar dan dahaga saja akan tetapi berusaha menjaga nilai pahala dengan cari menjauhi segala yang di haramkan seperti mencaci maki orang, menggibah dan mendzolimi orang  lain.

Berusaha mencari kesempurnaan puasa ramadhan dengan menjaga sunnah-sunnah nabi dalam berpuasa seperti: menghakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dan berdo’a disaat berbuka dll.

  1. Shalat malam

Keutamaan shalat malam dibulan ramadhan merupakan kebaikan diatas kebaikan dan dia merupakan standar kemuliaan seorang mukmin hal ini berdasarkan nasehat malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) : “Wahai Muhammad , hiduplah sekehendakmu karena engkau pasti mati, cintailah siapapun yang kau cintai karena engkau pasti akan berpisah dengannya, beramallah sekehendakmu karena engkau pasti akan dibalas, ketahuilah bahwa kemulian seorang muslim terletak pada shalat malamnya dan kewibawaannya ketika ia tidak butuh kepada manusia.” (silsilah hadits shahihah al-Albani)

Terlebih Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) akan menghapuskan kesalahan seorang hamba jika shalat malam karena iman dan mengharapkan pahala darinya.

Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

“Barang siapa shalat malam karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah maka Allah akan menghapuskan kesalahannya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam nawawi raḥimahullāh (may Allāh have mercy upon him) mengatakan bahwa arti ihtisaban adalah:

‘’Semata-mata hanya mengharapkan balasan dari Allah.”

Dan dianjurkan shalat bersama imam sampai selesai, karena shalat berjamaah bersama imam sampai selesai memilki keutamaan.

Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

“Barang siapa yang shalat malam bersama imam sampai selesai tercatat untuknya seperti shalat satu malam.” (HR.Ahmad)

Dan imam Ahmad raḥimahullāh (may Allāh have mercy upon him) senantiasa mengamalkan perkara ini samapai imam selesai dari shalatnya.

Tentang jumlah rakaat qiyamul lail tidak ada batasan yang terpenting pelaksanaannya harus thumaninah dan menyempurnakan perkara yang wajib dalam shalat bukan justruk tergesa-gesa karena mengejar target.

  1. Tilawah Al-Qur’an

Ramdhan adalah syahrul qur’an orang shalih terdahulu telah memahami dan mengetahui perkara ini dengan benar, seorang Imam Ahlus sunnah Az-Zuhri pernah ditanya tentang amalan di bulan Ramadhan. Beliau menjawab: “Amalan Ramadhan itu hanya membaca al-Qur’an dan memberi berbuka kepada orang yang berpuasa.’’ Iya, amalan yang menghasilkan nilai besar adalah membaca al-Qur’an, karena jika seseorang membaca satu huruf saja dari al-Qur’an Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) akan membalasnya dengan sepuluh kebaikan itu jika dikerjakan di luar bulan ramadhan lalu bagaimana jika membacanya di bulan Ramdhan? Sungguh akal kita tidak akan sanggup membayangkannya. Karena satu kebaikan yang dikerjakan akan dibalas dengan kelipatan kebaikan tak terhingga..

Para ulama menjadikan bulan Ramdhan waktu untuk berinteraksi dengan al-Qur’an sehing banyak para ulama yang meninggalkan majlis ilmu di bulan ramadhan dan mengkhususkan membaca al-Qur’an dari mushaf. Dengan waktu yang luas itu tidak heran jika orang-orang shalih terdahulu sanggup menghatamkan al-Qur’an hanya dengan 3 hari sekali, ada yang menghatamkan dengan waktu seminggu sekali. Lantas dimana kedudukan kita dalam al-Qur’an di bulan Ramadhan?

Ibnu Ash-Shalah raḥimahullāh (may Allāh have mercy upon him) berkata: “Membaca al-Qur’an adalah kemuliaan dari Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) kepada manusia. Karena disebutkan bahwa para malaikat tidak diberi kemuliaan ini. Mereka hanya diberi kesungguhan untuk mendengarkan dari   manusia’’

  1. Dermawan

Dermawan merupakan sifat Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) yang maha tinggi sehingga salah satu nama-Nya Al-Jawwad artinya yang maha pemurah dan Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

“Sesungguhnya Allah maha pemurah dan menyukai kedermawanan, menyukai akhlaq yang baik dan membenci akhlaq yang buruk.”

Salah satu akhlaq Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) adalah dermawan dan semakin bertambah kedermawanannya ketika   datang bulan Ramadhan. Ibnu Abbas raḥimahum Allāh (may Allāh have mercy upon them) mengatakan:

“Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) adalah manusia yang paling dermawan dan semakin bertambah kedermawanannya di bulan Ramadhan..” (HR.Bukhari) 

Di antara hikmahnya juga yaitu karena orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He), dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan taqdir-Nya subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He). Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (Az-Zumar: 10)

Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota badan lainnya dari segala yang diharamkan oleh Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) namun bukan berarti ketika tidak sedang berpuasa boleh melakukan hal-hal yang diharamkan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini, dan ketika menjalankan ibadah yang sangat dicintai Allah Ta’ala. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapatkan faidah apa-apa dari puasanya kecuali hanya merasakan haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.

Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa agar mendapatkan balasan dan keutamaan-keutamaan yang telah Allah ta’ala janjikan. Diantaranya:

1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, dengan membekali ibadah yang dikerjakannya dengan ilmu yang benar bukan sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

Imam Al-Khattabi raḥimahullāh (may Allāh have mercy upon him) mengartikan Ihtisaban dengan “Tekad yang kuat. Yaitu hendaknya seseorang yang berpuasa memilki kemaun kuat untuk meraih pahala. Dan jiwanya merasa nyaman dengan hal itu, tanpa menganggap berat menjalankannya dan tidak merasa lama melewati waktu-waktunya.”

2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He), seperti menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara langsung atau tidak langsung seperti melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota badan lainnya dari bermaksiat kepada Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He).

Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tidak peduli dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari)

Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) menjelaskan bahwa rafats yaitu perkataan kotor, kefasikan serta kebodohan itu semua itu akan menghilangkan fungsi puasa itu sendiri sebagai perisai.

Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut bisa menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Allah subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He). Begitu pula menjauhi televisi karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa efek negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.

3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan kepadanya.

Bersabar ketika menjalankan ketaatan jauh lebih besar dibandingkan bersabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan bersabar dari takdir yang jelek. Bersabar ketika berpuasa merupakan kunci kesuksesan sehingga Ramdhan dinamakan juga syahrus shabar Rasulullah ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) bersabda dalam hadits Abu Hurairah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him):

“Puasa adalah tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah dia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (HR. Muslim)

Dari hadits tersebut bisa diambil pelajaran tentang wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang bisa menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya dia akan terjauh dari memulai menghina dan melakukan kejelekan yang lainnya.

Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan ketaatan kepada Allah k. Namun mendapatkan hasil yang demikian tidak akan didapat kecuali dengan menjaga puasanya dari beberapa hal yang tersebut di atas.

Puasa itu ibarat sebuah baju. Bila orang yang memakai baju itu menjaganya dari kotoran atau sesuatu yang merusaknya, tentu baju tersebut akan menutupi auratnya, menjaganya dari terik matahari dan udara yang dingin serta memperindah penampilannya. Demikian pula puasa, orang yang mengamalkannya tidak akan mendapatkan buah serta faidahnya kecuali dengan menjaga diri dari hal-hal yang bisa mengurangi atau bahkan menghilangkan pahalanya.

Rasulullah  jika mengajarkan suatu ibadah beliau selalu mengjarkan ibadah dengan perasaan perpisahan, iya, seolah-olah ibadah yang dikerjakannya sebagai ibadah terakhir kalinya, hal ini dapat terlihat dari sabda beliau  :

Jika engkau berdiri hendak shalat, maka shalatlah seperti seorang yang akan berpamitan (dengan dunia ini).’’ (HR.Ahmad)

Mari kita renungkan tentang usia kita hari ini..berapa kali kita melewati ramadhan??? Masing segar dalam ingatan kita di ramadhan tahun lalu yang penuh dengan kelalain..kalau ramdhan tahun ini jauh lebih jelek dari ramdhan sebelumnya, kapan kita akan memilki kesempatan berjumpa dengan ramadhan berikutnya, apakah kita yakin ramadhan tahun depan akan berjumpa lagi atau tahun depan kita sudah tiada dan ramdhan tahun ini ramadhan perpisahan kita..jangan sia-siakan ramdhan tahun ini dengan mengulang potret kburam kesalahan-kesalahan yang tak kunjung selesai.

(Red-HASMI)