Masyarakat Pedukuhan Ngino, Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat menggelar upacara Ritual “Mbah Bregas” untuk melestarikan adat dan tradisi yang sudah turun temurun di masyarakat.
Ketua panitia upacara adat “Mbah Bregas” Sudarsi Sudarisman mengatakan, penyelenggaraan Upacara Bersih Desa dimaksudkan untuk menyampaikan rasa syukur segenap warga masyarakat setempat kepada Tuhan atas hasil panen, keselamatam dan keberkahan yang diperoleh.
“Selain itu upacara adat ini juga untuk memohon serta harapan memperoleh kehidupan yang lebih baik di masa-masa mendatang,” katanya.
Rangkaian upacara diawali pada Kamis 26 Mei 2011 mulai pukul 10.00 WIB dengan pementasan kuda lumping “Turonggo Mudo” dan dilanjutkan pada malam harinya pukul 19.30 dilaaksanakan ziarah kubur dan puji tahlil di makam “Mbah Bregas” dilanjutkan dengan tirakatan dan penyerahan “gunungan wulu wetu” (hasil bumi).
“Pada tengah malam pukul 23.30 WIB dilakukan pengambilan air suci di Sendang Planangan yang kemudian diboyong ke Balai Desa Margoagung,” katanya.
Ia mengatakan, rangkaian kegiatan dilanjutkan Jumat mulai pukul 08.00 WIB berupa kenduri dengan berpakaian adat Jawa dilanjutkan sesaji di empat penjuru yaitu di Ringin, Kramat, Sendang Planangan dan Dalang.
“Selanjutnya dipentaskan pagelaran wayang kulit dengan lakon ’Sri Mulih’ oleh dalang Ki Sriyanto dan jagong siang serta sesaji patehan,” katanya.
Puncak acara diawali pada pukul 15.00 WIB dengan tarian dari siswa siswi TK Puspasiwi, tari Candik Ayu dan tari Kalongking dari SD Nggentan, tari Incling Jangget dan Tari Cahya Nirakila dari SMA Negeri Seyegan.
Kemudian dilanjutkan dengan prosesi upacara adat berupa penerimaan Bregada dan serah terima Gunungan Wulu Wetu dan air suci.
Rangkaian upacara adat “Mbah Bregas” ditutup pada malam harinya dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk oleh dalang Ki Sudiyono dengan lakon Seta Jaring.
Menurut legenda, Mbah Bregas merupakan cikal bakal warga/penduduk Ngino dan merupakan pengikut setia Sunan Kalijaga yang mendapat tugas untuk menjaga dan menyebarkan agama Islam di wilayah Desa Margoagung.
Konon Mbah Bregas memiliki kebiasaan mengadakan Upacara Merti Desa setelah panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada perkembangan selanjutnya masyarakat tetap mempertahankan kebiasaan tersebut dengan nama Upacara Adat Bersih Desa Mbah Bregas untuk mengengang perjuangan beliau.
Namun sungguh memilukan bahwa adat-adat serta upacara-upacara tersebut merupakan ritual yang berbau kesyirikan dimana seharusnya kita menghaturkan rasa syukur dan meminta keberkahan kita kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala namun malah meminta kepada kuburan-kuburan dan tuhan-tuhan palsu yang mereka anggap bisa jadi perantara mendekatkan diri mereka kepada Alloh, serta ritual-ritual yang tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam serta para shahabat. (Redaksi HASMI/Kompas)