Rahasia Diturunkannya Adam Ke Bumi

Judul di atas merupakan sub judul dari kitab Miftahu Daar as Saadah yang sebagian besar isinya aka dikutip agar kita semua memahami, bahwa Alloh [swt], adalah dzat yang maha sempurna dengan segala kehendak dan perbuatanNya, semua ketetapannyaadalah tepat, semua hukumnya adalah adil, walaupun sebagian besar manusia tidak mengetahui hikmah dari segala irodah dan takdirnya. Dalam menjelaskan rahasia diturunkannya Adam ke Bumi (alam dunia) Ibnul Qoyim al Jauziyah [rahimahu] berkata :

Sesungguhnya, Alloh [swt] menurunkan Adam [alayhis], bapak manusia, dari surga adalah karena hikmah-hikmah yang tidak mampu dipahami akal dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Karena turunnya Adam [alayhis]. dari surga merupakan esensi kesempurnaan-Nya agar dia kembali ke surga dalam kondisi yang terbaik. Alloh [swt] ingin membuat Adam dan keturunannya merasakan kehidupan dunia dengan segala kesusahan, keresahan, dan kesulitan di dalamnya, yang semua itu menjadi standar masuknya mereka ke surga di akhirat kelak. Dan, kebaikan sesuatu akan tampak melalui lawannya. Seandainya mereka hidup di surga, maka mereka tidak akan dapat mengetahui agungnya surga. Allah [swt] ingin memerintah, melarang, dan menguji mereka, sedangkan surga bukanlah tempat untuk menerima beban taklif (perintah &larangan), karena itu Allah [swt] menurunkan mereka ke bumi.

Allah [swt] menawarkan kepada mereka sebaik-baik balasan, yang tidak mungkin diperoleh tanpa ada perintah dan larangan. Di samping itu, Allah [swt] ingin memilih di antara mereka para nabi, rasul, wali, dan syuhada yang Dia cintai serta mereka mencintai-Nya. Maka, Allah [swt] membaurkan mereka dengan musuh-musuh-Nya, dan menguji mereka dengan musuh-musuh itu. Tatkala mereka lebih memilih Allah [swt], mengorbankan jiwa dan harta mereka demi keridhaan dan kecintaan-Nya, maka mereka memperoleh kecintaan, keridhaan, dan kedekatan dengan-Nya, yang tidak mungkin diraih tanpa pengorbanan tersebut. Kerasulan, kenabian, syahid, cinta, marah, keberpihakan kepada wali-wali-Nya dan membenci musuh-musuh-Nya karena Dia semata, merupakan derajat yang paling mulia di sisi-Nya. Semua ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan cara yang telah diatur dan diputuskan-Nya. Yaitu, menurunkan Adam [alayhis] ke bumi dan menjadikan kehidupannya serta kehidupan anak-cucunya di dalamnya.

Allah [swt] menciptakan Adam [alayhis] dari segenggam materi yang diambil dari semua zat bumi. Bumi yang mengandung zat baik, buruk, lapang, keras, mulia, dan jahat. Allah [swt] mengetahui bahwa di punggung Adam [alayhis] ada keturunannya yang tidak layak tinggal bersamanya di surga sebagai alam kenikmatan. Karena itu, Allah [swt] menurunkannya ke bumi, di mana kebaikan dan keburukan dikeluarkan dari tulang sulbinya. Lalu Allah [swt] memisahkan keduanya dan masing-masing Dia tempatkan di tempat yang berbeda. Maka, Allah [swt] menjadikan orang-orang baik sebagai teman dan sahabat Adam [alayhis] di surga kelak, dan menjadikan orang-orang yang jahat sebagai penghuni neraka, tempat orang-orang yang menderita dan orang-orang jahat. Allah [swt] berfirman,

“Supaya Allah [swt] memisahkan golongan yang buruk dari yang baik dan menjadikan yang buruk itu sebagiannya di atas sebagian yang lain, lalu semuanya ditumpukannya dan dimasukkannya ke dalam neraka Jahanam. (Mereka itulah orang-orang yang merugi).” (al-Anfal: 37)

Karena Allah [swt] tahu bahwa dari keturunan Adam [alayhis] ada yang tidak layak tinggal bersamanya di surga, maka Dia menurunkan Adam [alayhis] dan keturunannya ke tempat di mana orang-orang yang tidak layak tinggal di surga itu dipisahkan, lalu dimasukkan ke tempat yang sesuai dengan mereka. Semua itu terjadi karena hikmah-Nya yang agung dan kehendak-Nya yang sempurna. Demikianlah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

Tatkala Allah [swt] berfirman kepada para malaikat,“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”

Para malaikat pun bertanya,

“Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” (al-Baqarah: 30)

Maka, Allah [swt] menjawab pertanyaan itu dengan berfirman,“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah: 30)

Kemudian Allah [swt] pun menampakkan ilmu-Nya kepada hamba-hamba dan malaikat-Nya. Dia menjadikan di atas bumi ini orang-orang yang istimewa; yaitu para rasul, para nabi, dan para wali. Juga orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengorbankan jiwa melawan syahwat dan hawa nafsu demi cinta dan ridha dari-Nya. Mereka meninggalkan semua yang mereka cintai untuk mendekatkan diri kepada-Nya, mereka melawan hawa nafsu demi mencari keridhaan-Nya, dan mereka mengorbankan jiwa dan raga demi menggapai cinta-Nya.

Maka, Allah [swt] memberi mereka keistimewaan dengan sebuah pengetahuan yang tidak dimiliki para malaikat. Mereka selalu bertasbih dengan memuji-Nya siang-malam. Mereka senantiasa menyembah-Nya meskipun hawa nafsu, syahwat, dan godaan jiwa serta musuh-musuh mereka selalu merongrongnya. Sedangkan para malaikat, mereka menyembah Allah [swt] tanpa ada tantangan yang menghadang, tanpa ada syahwat yang menggoda, dan tanpa ada musuh yang semena-mena, karena ibadah para malaikat kepada Allah [swt] seakan menyatu dengan jiwa mereka. Di samping itu, Allah [swt] ingin menampakkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, perihal musuh-musuh-Nya, pembangkangan mereka, dan ketakaburan mereka terhadap perintah-Nya. Allah [swt] juga ingin menampakkan usaha musuh-musuh-Nya itu dalam menentang keridhaan-Nya.

Dan sebelumnya, semua itu tersembunyi dan tidak diketahui oleh bapak manusia dan bapak jin. Oleh karenanya, Allah [swt] menurunkan mereka ke bumi, dan di sana Dia memperlihatkan apa yang sebelumnya hanya diketahui oleh-Nya. Maka, nyata dan sempurnalah kebijaksaanan serta perintah-Nya, dan pengetahuan-Nya pun menjadi tampak oleh para malaikat.

Allah [swt] mencintai orang-orang yang sabar, orang-orang yang berbuat baik, orang-orang yang bersatu untuk berperang di jalan-Nya, orang-orang yang bertobat, orang-orang yang bersih, dan orang-orang yang bersyukur. Kecintaan Allah [swt] adalah kemuliaan yang paling tinggi. Karena itu, dengan hikmah-Nya Dia menempatkan Adam [alayhis] dan keturunannya di suatu tempat, di mana kecintaan Allah [swt] itu dapat terwujud. Dengan demikian, diturunkannya Adam dan keturunannya ke bumi ini adalah nikmat yang paling tinggi bagi mereka. Allah [swt] berfirman,

“Dan Allah menentukan siapa yang dikehendakinya untuk diberi rahmat dan Allah mempunyai karunia yang sangat besar.” (al-Baqarah: 105)

Allah [swt] juga ingin mengambil dari keturunan Adam orang-orang yang Dia bela, Dia kasihi serta Dia cintai, dan mereka juga mencintai-Nya. Kecintaan mereka kepada-Nya merupakan puncak kehormatan dan kemuliaan. Derajat yang mulia ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya keridhaan dari-Nya dengan mengikuti perintah-Nya, serta meninggalkan keinginan hawa nafsu dan gejolak syahwat yang dibenci oleh-Nya, Zat yang mereka cintai. Maka, Allah [swt] menurunkan mereka ke bumi ini, di mana mereka menerima perintah dan larangan untuk mereka taati. Sebab itu, mereka memperoleh kemuliaan cinta dari-Nya. Itulah kesempurnaan hikmah dan kasih sayang-Nya, Dia Yang Maha Baik lagi Maha Penyayang.

Karena Allah telah menciptakan makhluk-Nya secara berjenjang dan berjenis-jenis, dan dengan hikmah-Nya Dia mengutamakan Adam [alayhis] beserta keturunannya atas seluruh makhluk-makhluk-Nya, maka Dia menjadikan penyembahan (‘ubudiyyah) mereka kepada-Nya sebagai derajat yang paling mulia. Yaitu ‘ubudyiyah yang mereka lakukan sesuai keinginan dan pilihan mereka sendiri, bukan karena keterpaksaan. Sebagaimana diketahui, Allah [swt] telah mengutus Jibril kepada Nabi [saw] untuk memberinya pilihan; antara menjadi seorang raja dan nabi, atau menjadi seorang hamba dan nabi. Lalu Nabi [saw] memandang Jibril [alayhis] seolah berkonsultasi kepadanya, dan Jibril mengisyaratkan supaya beliau bersikap tawadhu. Kemudian beliau bersabda, “Saya memilih menjadi seorang hamba dan nabi.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang syafaat Nabi saw. dan penolakan para nabi untuk memberi syafaat serta perkataan Almasih [alayhis], “Pergilah kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang”, menunjukkan bahwa Nabi Muhammad [saw]. memperoleh kedudukan yang paling agung ini, karena kesem-purnaan penghambaan beliau dan sempurnanya pengampunan Allah [swt] atas beliau. Jika kehambaan (‘ubudiyyah) di sisi Allah [swt] memiliki kedudukan yang sedemikian rupa tingginya, maka hikmah-Nya menghendaki untuk menempatkan Adam [alayhis] dan keturunannya di suatu tempat, yang di dalamnya mereka memperoleh kedudukan tinggi tersebut yang bisa dicapai dengan kesempurnaan ketaatan dan kedekatan mereka kepada Allah [swt], serta karena kecintaan Allah [swt] kepada mereka. Juga karena mereka meninggalkan segala yang mereka suka demi kecintaannya kepada Allah [swt]. Inilah kesempurnaan nikmat dan kebaikan Allah [swt] kepada mereka. (Red-HASMI)

Check Also

Obat Mujarab Penyakit Galau

Zaman sekarang pemuda pemudi pasti tidak asing lagi dengan istilah “galau”, satu kata pendek yang …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *