Pembelaan Rasul Shalallahu Alaihi wa Sallam Terhadap Para Shahabatnya Radhiallahu Anhu

Dari Abu Said al-Khudri Radhiallahu Anhu, bahwa Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kalian mencela Sahabatku, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang diantara kalian berinfak emas seperti gunung Uhud, sungguh belum menyamai satu mud seorang diantara mereka, tidak pula separuhnya”

(HR. Al-Bukhori no. 3673 dan Muslim no. 2541)

Dari hadits yang mulia di atas dapat diambil suatu pelajaran yang berharga yaitu haram hukumnya mencela para Sahabat Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam. Maka dari itu para ulama Ahlus Sunnah mencintai semua Sahabat Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam serta membela harga diri dan kehormatan mereka baik dengan ilmu maupun amal. Sikap membela Sahabat dan mencela para pencela Sahabat adalah perbuatan dan warisan para pewaris Nabi. Berkata al Imam Abu Zur'ah ar-Raazi, “Apabila anda melihat seseorang mencela salah satu Sahabat Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq, karena Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam menurut kami adalah benar dan al-Qur'an itu benar. Sesungguhnya yang menyampaikan al-Qur'an dan hadits kepada kita adalah para Sahabat Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam. Mereka (yang mencela para Sahabat) hanyalah ingin mencela para saksi kita untuk membatalkan al-Qur'an dan sunnah, padahal celaan itu lebih pantas untuk mereka dan mereka adalah orang-orang zindiq" (lihat Kitab Al-Kifaayah fii 'ilmil riwaayah oleh al-Khatib al-Baghdadi hal. 67).

Berkata al Imam al Barbahari (wafat 329 H), “Jika anda melihat orang yang menghujat salah seorang Sahabat Nabi, ketahuilah bahwa ia seorang penebar pemikiran sesat dan pengikut hawa nafsu, karena Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Jika disebut-sebut Sahabatku, maka diamlah’ (HR. ath Thabrani, lihat ash Shahihah no. 34 oleh Syaikh al Albani)”

Di zaman ini banyak sekali fenomena pelecehan terhadap para Sahabat Nabi, dan hal itu pun salah satu sikap kaum munafiq di zaman Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam. Mari kita lihat kisah munafiq yang mengolok-olok para Sahabat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Kisah ini disampaikan oleh para Sahabat diantaranya adalah Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab dan yang lainnya. Mereka berkata: ada seorang laki-laki munafiq pada perang Tabuk dia berkata: “Tidaklah kami melihat semisal Qurra (pembaca al-Qur’an) kita ini, mereka paling besar perutnya (karena banyak makan), paling pendusta ketika berbicara, paling pengecut bila berhadapan dengan musuh”. Perkataan itu ditunjukkan kepada para Sahabat nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Mendengar hal itu Auf bin Malik Radhiallahu Anhu berkata kepadanya: “Bohong kamu..!! akan tetapi kamu munafiq. Sungguh aku akan memberitahukan hal ini kepada Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam”. Kemudian pergilah Auf menjumpai Nabi dan memberitahukan perkara orang munafiq ini. Belum sampai Auf menjumpai Nabi, telah turun ayat yang memberitahu keadaan tersebut dengan sebenarnya, yaitu firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala: “Dan jika kamu (Muhammad) bertanya kepada mereka orang-orang munafiq tentang apa yang mereka lakukan itu, tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan main-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Alloh, ayat-ayatNya dan RosulNya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman…” (QS. at-Taubah: 65-66)

Selanjutnya orang munafiq itu menemui nabi, sedangkan saat itu Nabi telah menaiki untanya. Orang munafiq itu berkata: Wahai nabi, sesungguhnya kami hanya bersenda gurau. Kami berbicara seperti layaknya orang yang berbicara dalam kendaraan agar kami tidak merasa lelah dalam perjalanan… Wahai Nabi maafkan kami, kami hanya bersenda gurau dan main-main..!! lalu Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam menjawabnya dengan membacakan ayat diatas “Apakah dengan Alloh, ayat-ayatNya dan RosulNya kalian selalu berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman..!!

Di dalam kitab Nawaqidul Iman Al-Qouliyah wal Amaliyah. Syaikh ‘Abul Aziz ‘Ali al-‘Abdul Latif mengutip perkataan Ibnu Taimiyah yang mengatakan: “Ayat ini adalah salah satu nash yang menunjukkan bahwa istihza dengan Alloh, ayat-ayat-Nya, serta Rosul-Nya adalah kufur”. Orang yang menghina Sahabat Nabi pada hakikatnya adalah menghina Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam. Demikianlah pembelaan Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam kepada para Sahabatnya ketika ada orang-orang munafiq yang mencoba menjatuhkan kredibilitas Sahabat.

Kisah lainnya dari pembelaan Rosul terhadap para Sahabat adalah ketika Rosul mengirim pasukan yang berjumlah 12 orang dan dipimpin oleh Abdullah bin Jahsy al-Asadi menuju lembah Nakhlah, kejadian ini sebelum terjadi perang badar. Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan pasukan tersebut untuk singgah di lembah Nakhlah yang terletak antara Makkah dan Thaif untuk memantau kafilah Quraisy dan memberitakan perihal mereka kepada Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam. Ketika pasukan tersebut sampai di lembah Nakhlah, mereka memantau kafilah kafir Quraisy yang membawa kismis, kulit dan perniagaan lainnya. Ikut serta dalam kafilah ini Amr bin Al-Hadrami, Utsman dan Naufal (dua orang putra Amr bin Al-Mughirah), al-Hakam bin kisan, Maula Bani al-Mughirah. Kaum muslimin sepakat untuk bertempur meskipun mereka menyadari bahwa saat itu adalah asy-syahr al-haram (bulan diharamkannya berperang) dengan alasan jika mereka membiarkan kafilah Quraisy di malam itu maka kafilah itu akan sampai ke tanah Haram. Akhirnya salah seorang dari pasukan kaum muslimin melepaskan anak panahnya tepat mengenai Amr al-Hadrami sehingga menewaskannya, lalu menawan Utsman dan Hakam sedangkan Naufal berhasil lolos. Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam mengingkari tindakan mereka seraya bersabda: “Aku tidak pernah menyuruh kalian berperang di bulan Haram”  akhirnya kaum Musyrikin memanfaatkan situasi itu untuk menuduh kaum muslimin sebagai pihak pemberontak, kaum muslimin adalah pembunuh yang telah menghalalkan apa yang diharamkan Alloh, sehingga dakwah Islam pun terpojokan dan orang musyrik semakin antipati terhadap Islam. Di tengah tuduhan seperti itu maka Rosululloh Shalallahu Alaihi wa Sallam  tetap membela Sahabatnya dengan menyampaikan ayat al-Qur’an: “Mereka bertanya tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “berperang dalam bulan itu adalah dosa besar” Tetapi menghalangi manusia dari jalan Alloh, kafir kepada Alloh, menghalangi masuk ke Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar dosanya di sisi Alloh. Dan berbuat fitnah lebih besar dosanya dari pada membunuh.” (Al-Baqoroh: 217)

Ayat tersebut menjawab tuduhan orang musyrik terhadap kaum muslimin (para shahabat), dimana Alloh dan RosulNya tetap membela para shahabat meskipun mereka telah melakukan kesalahan besar yaitu berperang di bulan Haram, namun kesalahan dan fitnah yang diperbuat oleh penuduh (dalam hal ini adalah orang musyrik) adalah lebih besar di sisi Alloh daripada sekedar membunuh di bulan Haram. Demikianlah keadilan Rosululloh dalam menilai para Sahabatnya yang telah melakukan pelanggaran.

Faidah Siroh

Dari hadits dan kisah-kisah di atas maka jelaslah bahwa para Sahabat merupakan orang-orang mulia, mereka adalah generasi terbaik ummat ini yang wajib dijaga kehormatannya. Mereka yang mencela para Sahabat tidak lain adalah orang-orang kafir dan munafiq yang ingin merendahkan dan menghancurkan Islam.

Check Also

Setangguh Nabi Ayyub

Setangguh Nabi Ayyub Nabi Ayyub ‘alaihissalam adalah salah seorang nabi Alloh subhanahu wata’ala yang diutus ke muka …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *