Napak Tilas Perang Khandak
“Dan tatkala orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Alloh dan Rosulnya kepada kita,” dan, benarlah Alloh dan Rosul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”
(QS. Al-Ahzab: 22)
Bencana perang uhud benar-benar membawa pengaruh yang kurang menguntungkan bagi ‘izzah orang-orang mu’min. Wibawa dan aroma mereka menjadi luntur dan turun di mata kaum yahudi, munafik dan badui. Mereka semakin memperlihatkan peperangan terhadap kaum muslimin secara terang-terangan. Masing-masing di antara mereka mengintai orang-orang mu’min dan bahkan bermaksud hendak menghancurkan dan mencabut eksistensinya.
Setelah genap dua bulan pasca perang Uhud, Bani As’ad sudah menggelar persiapan untuk menyerang Madinah. Tujuan mereka hanya satu, yaitu membunuh Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam. Angin yang berhembus dari arah orang-orang mu’min seusai perang Uhud menyebabkan mereka dikepung dari berbagai penjuru. Keadaan tersebut membuat keadaan menjadi genting.
Rencana kaum yahudi untuk menyerang Madinah mendapat respon yang cukup baik dari kaum Quraisy. Mereka sepakat melakukan kerjasama dalam melancarkan serangan. Satu langkah yang dirancang orang-orang Yahudi dengan menghimpun orang-orang kafir untuk menyerang Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam dan membungkam da’wah Islam dapat berjalan mulus.
Semua golongan ini bergerak ke arah Madinah secara serentak seperti yang telah mereka sepakati bersama. Dalam beberapa hari saja, di sekitar Madinah sudah berhimpun pasukan musuh yang besar, jumlanya mencapai 10.000 ribu pasukan. Jumlah itu lebih banyak daripada seluruh penduduk Madinah, termasuk wanita, anak-anak dan orang tua.
Di tempat terpisah, informasi tentang rencana kaum kafir untuk melancarkan serangan sudah tercium di Madinah. Dengan cepat Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam segera menyelenggarakan majelis tinggi permusyawaratan untuk menampung rencana pertahanan di Madinah. Setelah berdiskusi panjang lebar di antara anggota majelis, mereka sepakat melaksanakan usulan yang disampaikan seorang sahabat yang cerdik, Salman Al-Farisi. Dalam hal ini Salman berkata, “Wahai Rosululloh dulu jika kami orang-orang Persia sedang dikepung musuh, maka kami membuat parit di sekitar kami.” Ini merupakan langkah yang bijaksana, yang sebelumnya tidak dikenal bangsa Arab.
Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam segera melaksanakan rencana itu. Setiap sepuluh orang laki-laki diberi tugas untuk menggali parit sepanjang empat puluh hasta. Tanpa banyak bicara dan komentar, kaum muslimin secara berjamaah langsung melaksanakan tugas yang diberikan oleh panglima mereka yaitu Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam.
Pasukan Quraisy yang berkekuatan empat ribu personil tiba di Mujtama’ul Asyal bilangan Rumat, tepatnya antara Juruf dan Za’abah. Sedangkan Kabilah Ghathafan dan penduduk Najd yang berkekuatan 6.000 personil itu tiba di Dzanab di dekat Uhud. Firman Alloh subhanahu wata’ala:
“Dan tatkala orang-orang mu’min melihat golongan-golongan yang berse-kutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Alloh dan Rosul-Nya kepada kita, ‘dan, benarlah Alloh dan Rosul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menam-bah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”
(QS. Al-Ahzab: 22)
Tetapi orang-orang munafik dan orang-orang yang jiwanya lemah, langsung menggigil ketakukan saat melihat pasukan yang besar ini.
Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam keluar rumah dengan kekuatan 3.000 personil. Di belakang punggung mereka ada gunung Sal’un dan dapat dijadikan pelindung. Sedangkan parit membatasi posisi mereka dengan pasukan musuh. Madinah diwakilkan kepada Ibnu Ummi Maktum. Para wanita dan anak-anak ditempatkan di rumah khusus sebagai perlindungan bagi mereka.
Tibalah saat dimana kaum kafir sudah tidak sabar ingin langsung melancarkan serangan secara sporadis. Tetapi apa yang terjadi, pada saat orang-orang musyrik hendak melancarkan serbuan ke arah orang-orang mu’min dan meyerang Madinah, ternyata mereka harus berhadapan dengan parit. Tentunya saja kondisi ini sangat di luar dugaan kaum kafir. Sebab dalam kamus perang mereka, strategi menggunakan parit adalah hal yang baru sehingga mereka tidak sempat berfikir mengenai hal itu.
Orang-orang musyrik hanya bisa berputar-putar di dekat parit dengan amarah yang menggelegar. Mereka terus mencari-cari titik lemah yang bisa dimanfaatkan. Sedangkan kaum muslimin terus menerus mengawasi gerakan orang-orang musyrik yang berputar-putar di seberang parit, dan juga melontarkan anak panah agar mereka tidak sampai mendekati parit apalagi melewatinya ataupun menimbunnya dengan tanah lalu menjadikannya sebagai jalur penyebarangan.
Kondisi seperti ini memaksa pasukan kafirin tidak bisa berbuat banyak. Sambil menunggu kaum muslimin lengah, mereka sepakat untuk mendirikan tenda di sekitar parit. Tetapi Apa yang terjadi selanjutnya, Alloh subhanahu wata’ala sekali lagi memperlihatkan Keperkasaannya.
Alloh subhanahu wata’ala memberikan kemenangan bagi kaum muslimin dalam peperangan ini tanpa melalui pertempuran. Alloh subhanahu wata’ala mengalahkan mereka dengan dua sarana yang tidak melibatkan kaum muslimin sama sekali.
Pertama, dengan seorang lelaki musyrikin yang menyatakan diri masuk Islam, setelah itu Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam menyuruh kepada dia untuk menyelundup dan memecah belah persahabatan mereka dengan hasutan. Kedua, dengan mengirimkan angin taufan pada malam hari yang dingin dan mencekam. Angin taufan datang menghempaskan kemah-kemah mereka dan menerbangkan kuali-kuali mereka. Tentu saja dengan kejadian ini benar-benar membuat mental kaum kafir runtuh seketika.
Keesokan harinya seluruh kaum musyrikin kembali meninggalkan medan perang, dan Rosululloh sholallohu’alaihi wasallam pun bersama para sahabatnya kembali ke Madinah. Dari kisah ini banyak ibroh yang terkandung, diantaranya:
- Setiap permasalahan yang menyangkut kepentingan kaum muslimin selalu dipecahkan dengan bermusyawarah.
- bersatu dan berjama’ahnya kaum muslimin dalam berperang melawan kaum kafir.
- Pertolongan Alloh pasti datang menghampiri kaum muslimin.
Wallohu’alam..