Murnikan Dakwah dengan al-Qur’an dan as-Sunnah

 

Murni artinya tidak bercampur dengan unsur lain, tidak ternoda, suci dan sejati. Memurnikan berarti membersihkan, meluruskan, menjernihkan. Dakwah yang kita kibarkan panjinya di Harakah penuh berkah ini adalah dakwah kemurnian. Dakwah yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang murni.Murni dan suci dalam bertauhid, Murni dan suci dalam beribadah, berakhlak, bermu`amalah dan berdakwah.
 
Tidak ada kompromi dengan segala noda dalam upaya menegakkan agama Alloh. Tidak ada persatuan di atas genangan rawa penuh noda. Walaupun persatuan penting, tetapi harus berlandaskan tauhid dan sunnah yang murni. Tidak mungkin istana berdiri menjulang, bila dasar bangunannya kubangan rawa yang dalam.
 
Istilah lain dari upaya pemurnian sering disebut tajdid. Secara bahasa, kata tajdîd berasal dari bahasa Arab, jaddayajiddu artinya memperbaharui sesuatu sebagaimana semula. Dalam bahasa Arab sesuatu dikatakan jadîd(baru) apabila bagian-bagiannya masih jelas dan masih erat menyatu. Maka, upaya tajdîdadalah upaya mengembalikan keutuhan dan kemurnian Islam. Tajdid berarti kembali kepada pokok atau keaslian Islam, menghidupkan apa yang dulu pernah ada tetapi ditinggalkan, membersihkan Islam dari noda-noda yang menutupinya. Mengembalikan orbit kehidupan pada orbit ittiba’ sunnah kenabian.
 
Menurut Ibn Asyir, tajdid (pemurnian) agamadirealisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Pertama, sisi pemikirannya, berupaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya (agama yang dibawa Rasulullah dan para sahabatnya). Kedua, sisi pengamalannya dengan meluruskan kembali amalan-amalannya. Ketiga, sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.” (Ibn Asyir,Tahqiqat wa Anzhar fî al-Qur’ân wa as-Sunnah)
 
Sejarah telah memberi banyak pelajaran. Apabila ittiba tidak dikawal, maka jadilah awal kehancuran. Kaum Nuh, ketika tidak lagi berittiba’, tenggelam. Khilafah yang berdiri ratusan tahun, ketika lepas dari prinsip ittiba, runtuh. Perluasan wilayah yang seharusnya menebar benih tauhid, hanya menjadi perluasan “kesyirikan”.
 
Kita harus waspada dengan para pemalsu kemurnian. Yaitu orang-orang yang mengaku-ngaku, mengusung jargon kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah akan tetapi jauh panggang dari api. Di antara ciri-ciri golongan ini antara lain; Menafsirkan al-Qur’an secara asal, kadang berdasarkan pikirannya semata, kadang mentok pada pendapat tokoh organisasainya. Standar keselamatan seseorang ikut organisasinya, bukan pada kemurnian manhaj. Sibuk menebar cap kafir pada orang per orang, bukannya sibuk menjadikan orang agar beriman.
 
Dakwah yang tidak di bangun di atas kemurnian adalah dakwah kepalsuan. Mengobral cita-cita palsu. Penipuan besar terhadap umat. Menebar iming-iming sebatas dunia. Semisal perkataan, bila khilafah tegak, niscaya BBM tidak akan naik. Atau bila partai dakwah berkuasa, rakyat akan makmur sejahtera. Atau dakwah kekuasaan yang melupakan kemurnian, sibuk mengotori diri demi peraihan maslahat duniawi, sementara maslahat dien dibenamkan dalam-dalam. Ini adalah maslahat mulgho, syad (tercela). Atau dakwah yang berusaha menjadikan Indonesia layaknya Iraq dan Afghanistan. Ini semua dakwah apa? Syarat mutlak dakwah yang benar adalah harus berdiri kokoh di atas kemurnian. Serasi sejalan dengan dakwah Rasulullah SAW. Dakwah yang berittiba’.
 
Selain pemalsu kemurnian, ada juga penoda kemurnian, dan ini jauh lebih busuk. Tidak ada sedikitpun kebaikan yang bisa diharapkan. Para ulama sampai-sampai menyebut para penoda ini bukan lagi bagian dari kaum muslimin alias keluar dari Islam. Diantaranya adalah kaum liberal, syiah dan ghullatus suffiyah.
 
Para du’at di jalan Allah tidak cukup berkoar-koar tentang da’wah, namun pada sisi lain mencair dalam masyarakat jahiliyyah. Atau hanyut dalam setting hiburan, tertawa tak jelas maksudnya, dan ujungnya tidak memberikan bekas apa-apa pada umat kecuali sebuah kesimpulan, sang ustad lucu. Da’wah seperti itu tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Mereka mestinya tampil beda, tampil mencerahkan. Benar-benar yang disampaikan adalah permasalahan mendasar. Kokoh, kukuh, teguh memegang kemurnian.
 
Sejak permulaan sejarahnya,Islam telah memiliki tradisi menjaga kemurnian. Kemurnian adalah adat umat Islam sepanjang zaman. Semua nabi dan pengikut para nabi mendakwahkan kemurnian. Semua sibuk menjaga kemurnian. Pejuang kemurnian dikenal seluruh alam. Seluruh penduduk langit memuji dan mendoakan.
 
 “Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada ummat ini di setiappenghujung 100 tahun seseorang yang akan melakukan tajdîd (memperbaharui, memurnikan) agamanya”.(HR. Abu Dawud)
 
Ibnul Qayyim rahimahullâh memberi penjelasan: “Di setiap awal atauakhir dari periode 100 tahun kehidupan manusia, yakni ketika ilmu dan sunnah menjadi sedikit, kebodohan serta perbuatan bid’ah merajalela, Allah SWT akan mengutus kepada ummat ini seseorang yang akan menjelaskan sunnah dari perbuatan bid’ah dan akan memperbanyak ilmu serta ikut menolong para ahli ilmu dan mengecilkan posisi ahli bid’ah serta menyelisihinya. (Ibnu Qayyim Al Jauziyyah,‘Aun al-Ma’bûd Syarah Sunan Abî Dâwud)
 
Kita di zaman yang sangat membutuhkan para pejuang kemurnian. Sebanyak-banyaknya pejuang. Sebab, semakin waktu berlalu, kebutuhan itu semakin melonjak. Rasulullah SAW memberi isyarat:
 
“Tidaklah datang kepada kalian suatu hari atau suatu zaman melainkan sesudahnya lebih buruk dari sebelumnya, hingga kalian berjumpa dengan Rabb kalian.”(HR. Ibnu Hiban, sanadnya sahih).
 
Umat hari ini telah lama terkapar dalam ketidakmurnian. Mungkin karena sudah kelamaan ”enjoy” hidup di belantara lumpur noda. Selanjutnya ”pandai” beradaptasi, lalu terbius dan meyakini bahwa memang sudah semestinya mereka nrimo hidup tanpa pernah lagi berusaha menyucikan diri dan umat. Awalnya hanya terpaksa menjadi gelandangan berlumur kotoran, lama kelamaan sukarela meyakini dan tumbuh mentalitas gelandangan di dalam jiwa. Berjalan ke sana sini tidak tentu tujuannya.
 
Padahal, muslim sejati adalah mereka yang tidak sedikitpun berkompromi dengan nilai-nilai dan sistem jahiliyyah yang mendominasi. Sibuk menjalankan program berdasarkan arahan dan bimbingan wahyu Allah dan supervisi Nabi Muhammad. Lurus, kencang penuh semangat lagi tak mudah terlemahkan.
 
Saudaraku, marilah kita pastikan diri ikut dalam program menjemput datangnya periode cerah di atas kemurnian. Berjalan berdasarkan petuah wahyu, mengikuti jejak Nabi dan para sahabatnya. Jangan malah terlibat dalam program-program tawaran manusia yang sedang terlena dengan noda-noda sambil menyangka dan meyakini bahwa itulah jalan yang bisa mendatangkan kejayaan Islam.
 
Tegaknya Khilafah di atas kemurnian tidak mungkin mengandalkan negosiasi di meja perundingan dengan kaum kuffar yang sedang menguasai dunia dewasa ini. Atau mengharapkan perjuangan ini laksana melewati taman-taman bunga indah, apalagi sekedar mengandalkan judi "permainan kotak suara".
 
Saudaraku, kembalinya kejayaan Islam menuntut pengorbanan luar biasa. Boleh jadi mengakibatkan tetesan air mata bahkan kucuran darah karena harus menempuh jalan yang telah ditempuh Nabi dan para sahabatnya. Yaitu ad-Da’wah al-Islamiyyah, yang murni dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
 
 Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang terdaftar sebagai pasukan pejuang kemurnian. Ya Allah, berilah kami salah satu dari dua kebaikan’isy kariiman (hidup mulia di atas kemurnian) atau mati syahiidan (mati syahid dengan penuh hormat dalam menegakkan kemurnian). Amin.

Check Also

IMRAN BIN HUSHAIN/Seperti Malaikat

IMRAN BIN HUSHAIN Seperti Malaikat   Pada tahun Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah ﷺ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *