Menggali Makna Hakiki dari Hijrah Rasulullah

21 Jan 2011Redaksi Sejarah Islam

 

Hijrah berasal dari kata hajaro yang berarti meninggalkan. Secara istilah; kata hijrah digunakan untuk aktifitas meninggalkan perbuatan tertentu, seseorang, ataupun meninggalkan negeri kafir menuju negri Islam sebagai bentuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Kronologi Hijrahnya Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam

Ketika permusuhan dan penyiksaan kaum musyrikin Mekkah terhadap umat Islam semakin kuat, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengizinkan para Sahabat untuk berhijrah dari Mekkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Yatsrib/Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam). Sementara Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  sendiri tetap tinggal di Mekkah menunggu izin dari Alloh Shallallahu Alaihi wa Sallam . Kaum Muslimin pun berangsur-angsur meninggalkan Mekkah sampai tak ada yang tertinggal kecuali Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam , Abu Bakar, ‘Ali, para tahanan, orang yang sakit dan orang yang tak mampu. Ketika itu orang-orang musyirk Mekkah menyadari bahwa peristiwa hijrah ini akan membahayakan mereka. Maka dari itu parlemen musyrikin Mekkah, “Dárun Nadwah” pada pagi hari membuat keputusan keji untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam . Namun, sebelum hal itu terjadi turunlah malaikat Jibril  membawa wahyu rabb-Nya untuk memberitahukan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam  perihal persekongkolan jahat kaum musyrikin tersebut sekaligus mengabarkan sudah adanya izin dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada beliau untuk hijrah meninggalkan Mekkah. Kemudian Jibril  menentukan moment hijrah tersebut seraya berkata:“Malam ini kamu jangan tidur di tempat yang seperti biasa.” (Shahih Bukhori, Bab: Hijratin Nabi wa ash-habihi, I/553).

Dalam keadaan terancam seperti ini, di siang hari yang sangat panas tak peduli dengan terik matahari yang begitu menyengat, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam  menutup wajahnya dan segera berangkat menuju kediaman Abu Bakar as-Sidiq untuk bersama-sama menyepakati tahapan hijrah. Abu Bakar Radhiyallahu anhu  yang mengetahui kedatangan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  berkata dengan penuh keheranan, “Demi Alloh..!!  beliau tidak datang di waktu-waktu seperti ini kecuali karena ada hal yang sangat penting.”

Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  menceritakan kepada Abu Bakar Radhiyallahu Anhu perihal wahyu yang baru saja diterimanya. Kemudian beliau mengajak Abu Bakar Radhiyallahu Anhu untuk berhijrah bersama sekaligus membahas kesepakatan hijrah tersebut. Setelah disepakati rencana hijrah tersebut, Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  pulang ke rumahnya menunggu datangnya malam.

Pengepungan Rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam 

Setelah di pagi hari Parlemen Mekkah “Darun Nadwah” membuat kesepakatan untuk membunuh Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , langsung pada siang harinya musyrikin Quraisy itu mempersiapkan diri guna melaksanakan rencana yang telah disepakati. Untuk eksekusi pembunuhan tersebut, dipilihlah sebelas orang pemuka mereka,  yaitu:

 

  1. Abu Jahal bin Hisyam
  2. Al-Hakam bin Abil Ash
  3. Uqbah bin Abi Mu’ith
  4. An-Nadlar bin al-Harits
  5. Umayyah bin Khalaf
  6. Zam’ah bin al-Aswad
  7. Tha’imah  bin Adi
  8. Abu Lahab
  9.  Ubay bin Khalaf
  10. Nabih bin al-Hajjaj dan
  11. Munabbih bin al-Hajjaj

 

 

Ibnu Ishaq mengisahkan, “Tatkala malam telah gelap, kesebelas orang kafir itu pun berkumpul di depan pintu rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  untuk mengintai kapan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam  bangun sehingga mereka dapat menyergap dan membunuhnya.” (Siroh Ibnu Hisyam, hlm. 482).

Mereka melakukan pengintaian di malam tersebut dengan penuh kewaspadaan seraya menunggu datangnya waktu tengah malam, dikarenakan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  biasa bangun dan keluar rumah pada tengah malam untuk solat di Masjidil Haram.

Sekalipun persiapan yang dilakukan oleh kaum Quraisy untuk melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian rapihnya, namun mereka mengalami kegagalan total. Sehebat apapun rencana yang dibuat oleh orang-orang kafir, ketetapan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, jauh lebih sempurna.

Alloh Subhanahu wa Ta'ala menghendaki agar di malam itu Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  tidak tidur di tempat biasa, sehingga beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam  memerintahkan kepada Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu Anhu untuk tidur di tempat tidurnya sekaligus berselimut dengan burdah hijau dari Hadramaut miliknya Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ketika ‘Ali sudah tidur di ranjang Rosul, maka Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  pun keluar rumah dan menembus barisan kepungan orang-orang kafir Quraisy sambil membaca al-Qur’an surat Yasin: 1-9. Beliau kemudian mengambil segenggam tanah (debu) lalu melemparkan tanah itu ke kepala mereka, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, semuanya beliau taburi tanah atau pasir dari al-Batha’. Saat itulah Alloh Subhanahu wa Ta'ala mencabut pandangan mereka untuk sementara, sehingga mereka tidak bisa melihat pergerakan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  dan tidak menyadari keluarnya beliau dari rumah, dan dikarenakan peristiwa inilah, maka Alloh Subhanahu wa Ta'ala menurunkan al-Qur’an surat al-Anfaal: 30.

Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam memanfaatkan kesempatan tersebut untuk segera pergi menuju kediaman Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, kemudian belaiu bersama Abu Bakar Radhiyallahu Anhu pun segera pergi berhijrah meninggalkan kota Makkah sebelum fajar tiba. Kejadian ini berlangsung pada tanggal 27 safar tahun 14 kenabian, Beliau beserta Abu Bakar pergi menuju Goa Tsur sebagai tempat persembunyian sementara dan mereka berdua singgah di dalamnya selama tiga hari. Adapun di saat yang sama orang-orang kafir itu masih terus memantau rumah rasul hingga menjelang tengah malam. Namun usaha mereka sia-sia belaka, mereka tidak juga melihat Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  keluar dari rumah. Akhirnya, mereka penasaran dan mengintip ke dalam rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam . Mereka melihat seseorang yang sedang tidur dan menyangka bahwa itu adalah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , padahal ia adalah ‘Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu Anhu. Mereka berkata: “Demi Alloh! Sesunngguhnya itu adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai burdahnya”.

Mereka pun tetap menunggu hingga pagi hari sampai ‘Ali Radhiyallahu Anhu bangun dari tidurnya, melihat hal itu merekapun langsung menangkap ‘Ali Radhiyallahu Anhu yang mereka kira adalah Muhammad, ternyata mereka salah dan telah tertipu. Mereka akhirnya bertanya kepada ‘Ali Radhiyallahu Anhu perihal Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , ‘Ali Radhiyallahu Anhu menjawab: “Aku tidak mengetahui tentangnya (kemana perginya). (lihat Sofiyurrahman al-Mubarokfuri, Rohiqul Makhtum).

Ketika kafirin Qurasiy menyadari Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam  telah pergi, merekapun mencarinya ke seluruh pelosok kota Makkah, mengirim utusan untuk mencari sepanjang jalan, bahkan diiklankan dengan bayaran 100 ekor Unta bagi yang dapat menemukan Muhammad, hidup atau mati. (lihat ibnu al-Qayyim, Zaadul Ma’ad, jilid 3, hal. 54).

Faidah Siroh: Dari penggalan kisah ini kita bisa melihat betapa beratnya perjuangan dan pengorbanan Rosululloh dan sahabatnya dalam menghadapi permusuhan kaum musyrikin yang sangat dahsyat, dan momentum hijrah ini adalah awal kebangkitan Islam Sejati setelah selama 13 tahun Islam mengalami masa ghurbah (keterasingan) dan ditindas secara zalim oleh musyrikin Makkah.Hijrah adalah titik awal berdirinya Negara Islam pertama di Madinah, yang berarti peralihan dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat IslamiDan kenyataan-kenyataan tersebut bisa kita lihat pada kisah-kisah Sirah Nabawiyah selanjutnya yang insya Alloh akan dibahas pada edisi berikutnya.