Hanya dalam pangkuan dan naungan hukum dan syariat Islamlah seorang wanita dan kaum perempuan memperoleh berbagai kemuliaan, penghargaan, penghormatan dan perlindungan extra, bahkan secara fulltime dan sangat sempurna (par excellent).
Salah satu bukti nyata dari tingginya perhatian Islam terhadap Muslimah adalah perintah berhijab atau berjilbab, yang berfungsi untuk menutupi aurat atau anggota tubuh mereka, dari pandangan kaum lelaki yang tidak berhak menyaksikannya. Sehingga mereka akan terlindungi dari perilaku-perilaku para lelaki fasiq yang ingin mengoyak kehormatannya.
Sejatinya perintah berhijab tersebut bukan dimaksudkan untuk mengekang kebebasan kaum Muslimah, tetapi justru sebagai pelindung baginya agar tidak tergelincir pada jurang kehinaan, lumpur kenistaan atau kubangan kemaksiatan, seperti yang marak terjadi pada wanita yang memeluk agama lain selain Islam.
Namun yang sangat disesalkan adalah sebagian Muslimah justru tidak patuh dalam menjalankan ajaran Islam, termasuk karena melalaikan atau meremehkan perintah berhijab tersebut.
Di balik hijab yang dikenakan seorang Muslimah, banyak tersimpan beragam kemuliaan dan tersembunyi berbagai keutamaan. Di antaranya adalah:
* Hijab atau jilbab merupakan manifestasi ketaatan ke-pada Alloh dan Rosululloh .
Alloh telah mewajibkan ketaatan mutlak kepada-Nya dan Rosul-Nya dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul-(Nya)….” (QS. an-Nisa’ [4]: 59)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukminah, apa-bila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahzab [33]: 36)
Bahkan Rosululloh telah memberikan peringatan kepada umatnya bahwa penyelisihan terhadap aturan-aturan yang telah beliau sampaikan merupakan bencana besar bagi seseorang, karena tidak bisa memasuki surga Alloh .
Rosululloh bersabda:
(( كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إلاَّ مَنْ أبَى، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أبَى ))
“Semua umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan dan menolak. Mereka bertanya: ‘Wahai Rosululloh, siapakah orang yang menolak tersebut? Beliau menjawab: ‘Barangsiapa yang taat kepadaku, ia akan masuk surga dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka ia telah menolak.” (HR. al-Bukhari dan Ahmad)
Alloh telah memerintahkan anak cucu Adam yang telah dimuliakan-Nya dengan menurunkan bagi mereka pakaian untuk menutup aurat-aurat mereka.
Alloh berfirman:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutup aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Alloh, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. al-A’raf [7]: 26)
Dan Alloh juga telah memerintahkan kepada kaum muslimah untuk menundukkan pandangan mereka sekaligus melarang mereka untuk memperlihatkan perhiasan yang mereka miliki baik berupa tubuh, pakaian maupun yang lainnya; kecuali yang biasa nampak dari mereka.
Alloh berfirman:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya….” (QS. an-Nur [24]: 31)
Bahkan Alloh memerintahkan mereka untuk tinggal di rumah-rumah mereka sehingga perhiasan yang mereka miliki hanya dinikmati oleh orang-orang yang boleh memandangnya dan tidak diumbar di muka umum sebagaimana yang dilakukan oleh wanita-wanita jahiliyah dahulu dan wanita yang merasa bahwa dengan mengumbar aurat di jalanan mereka telah melangkah lebih maju dari pada aturan yang ada dalam Islam dengan dalih bahwa perbu-atan tersebut dikategorikan sebagai hal yang modern.
Alloh berfirman:
﴿ Dan hendaklah kalian tetap tinggal di rumah kalian dan janganlah kalian bersolek seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu….” (QS. al-Ahzab [33]: 33)
Hal ini merupakan bukti nyata atas perlindungan Islam terhadap kaum wanita yang menghendaki agar kesucian diri kaum Muslimah tetap aman terjaga dan tidak terkoyak, sehingga kesucian dirinya hanya dipersembahkan untuk para suami yang memilikinya melalui perjanjian yang kuat, yaitu melalui tali pernikahan.
Ketika Islam melihat realitas bahwa kehidupan seseorang laki-laki maupun perempuan tidak akan terlepas dari kebutuhan mereka untuk berinteraksi dan berkomunikasi, memenuhi kebutuhan mereka di luar rumah; Islam membolehkan interaksi dan komunikasi di balik hijab antara dua orang yang bukan mahrom, karena hal ini lebih menjaga kesucian jiwa bagi kedua belah pihak. Dan juga mengizinkan wanita keluar rumah sekedar untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
Alloh berfirman:
“…apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka….” (QS. al-Ahzab [33]: 53)
Rosululloh bersabda:
(( قَدْ أُذِنَ أَنْ تَخْرُجْنَ فِي حَاجَتِكُنَّ ))
“Telah diizinkan bagi para wanita untuk keluar memenuhi kebutuhannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kondisi seorang wanita yang telah menjadi bagian dari kaum Muslimah, atau ia adalah seorang istri dari suami yang beriman, atau ia adalah seorang anak wanita dalam rumah tangga Islam; semuanya mendapatkan seruan untuk menge-nakan hijab atau jilbabnya. Hal itu dilakukan untuk memberikan perlindungan lebih bagi mereka dari gangguan yang mengancam. Sehingga kalaupun seorang Muslimah harus keluar rumah, maka mereka akan merasa aman dan terlindungi.
Inilah tujuan utama dan latar belakang dari pensyariatan hijab kepada setiap Muslimah.
Alloh berfirman:
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu….” (QS. al-Ahzab [33]: 59)
Rosululloh bersabda:
“Sesungguhnya wanita adalah aurat.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, ath-Thabrani dan al-Baihaqi dengan sanad hasan)
Maksudnya; ia harus menutupi tubuhnya, tidak membiarkannya terbuka atau tersingkap, terlebih bila sengaja disingkap atau dijajakan!