Perang Badar merupakan sebuah peristiwa besar yang pernah dialami oleh Rosululloh [saw] dan para Sahabatnya [ranhum], sekaligus hal ini adalah perang pertama kali yang mereka alami serta menjadi pembuktian eksistensi Islam di Jazirah Arab.
Kita telah mengetahui latar belakang atau sebab terjadinya peristiwa perang Badar, yakni ketika umat Islam ingin menghadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa harta berlimpah ruah. Rosululloh [saw] keluar dengan pasukan sebanyak 313 orang. Sementara Abu Sufyan yang mengetahui bahwa dirinya dalam ancaman segera meminta bantuan kepada pasukan kafir Quraisy, sehingga keluarlah orang kafir Quraisy sebanyak 950 orang. Namun Rosululloh [saw] dan para Sahabatnya tetap tidak gentar meskipun jumlah pasukan musuh lebih banyak, dan akhirnya perjalanan untuk memerangi kaum kafirpun tetap dilanjutkan. Kemudian apa yang terjadi setelah itu? Berikut ini adalah kisah selengkapnya…
Pasukan musyrikin akhirnya tiba di lembah Badar, sedangkan Rosululloh [saw] telah tiba di seberang lembah lainnya dengan posisi berhadapan dengan lawan.
Usulan Para Sahabat Mengenai Strategi Perang
Ketika sampai di lembah badar, Habbab bin Mundzir [ranhu] bertanya kepada Rosululloh: “Ya Rosululloh, apakah dalam memilih tempat ini Anda menerima wahyu dari Alloh? Atau strategi peperangan? Rosul menjawab “tempat ini kupilih berdasarkan pendapatku sendiri sebagai strategi peperangan”. al-Habbab mengusulkan, “ini bukan tempat yang tepat, ajaklah pasukan ke tempat air yang dekat dengan musuh. Kita membuat pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian maka kita akan berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum. “Rosululloh menjawab, “Pendapatmu sungguh baik.”
Kemudian Rosululloh [saw] bergerak dan berpindah ke tempat yang diusulkan oleh al-Habbab.
Sementara itu Sa’ad bin Muadz [ranhu] mengusulkan supaya dibuatkan kemah untuk Rosululloh [saw] sebagai tempat perlindungan, dengan harapan bila adasuatu hal yang tidak diinginkan, maka Rosululloh dapat selamat. Usulan itupun disetujui oleh Rosululloh .
Pertempuran dimulai Dengan Perang Tanding
Sebelum terjadi saling berhadapan langsung antara pasukan kaum Muslimin dengan kaum musyrikin, Utbah bin Robi’ah mengajak perang tanding (duel) dengan kaum Muslimin, keluarlah Utbah bin Robi’ah bersama saudaranya yang bernama Syaibah bin Robi’ah dan anaknya sediri yang bernama al-Walid bin Utbah dari barisan kaum Musyrikin seraya menantang agar ada dari kaum Muslimin yang menerima tantangan duelnya. Ketika kaum Muslimin mendengar tantangan tersebut, keluarlah 3 orang pemuda dari kaum Anshor yang menerima tantangan mereka, ketiga pemuda Anshor itu adalah Auf bin al-Harits, Mu’awwidz bin al-Harits dan Abdulloh bin Rowahah [ranhum].
Setelah ‘Utbah mengetahui bahwa yang datang untuk duel dengan mereka adalah orang Anshor. Ia pun berteriak “Kami menginginkan orang terpandang, kami tidak membutuhkan kalian, kami hanya menginginkan kerabat paman” kemudian ada diantara orang-orang Musyrik yang berseru dengan lantang ”Hai Muhammad, keluarkan untuk kami orang-orang dari kaum kami yang sepadan dengan kami”. Mendengar hal itu pun Rosululloh memerintahkan Ubaidah binal-Haritsa, Hamzah bin Abdul Mutholib dan ‘Ali bin Abi Tholib [ranhum] untuk menghadapi Utbah dan kawan-kawanya. Beliau mengutamakan kemampuan mereka atas dasar keberanian dan pengalaman mereka dalam berperang. Ketiga shahabat itu pun langsung bangkit dan meng-hampiri orang-orang kafir tersebut. Setelah Utbah tahu kalau mereka benar-benar dari kaum Muhajirin terpandang yang berarti satu kaum dengan mereka, terjadilah duel maut antara mereka, ‘Ubaidah bin al-Harits menghadapi Utbah bin Robi’ah, Hamzah bin Abdul Mutholib berduel melawan Syaibah dan Ali melawan al-Walid bin Utbah. Hamzah dan Ali tak butuh waktu lama untuk langsung membunuh lawannya, akan tetapi Ubaidah dan lawannya cukup seimbang dalam bertanding, akhirnya Hamzah pun langsung membunuh Utbah bin Robi’ah untuk membantu Ubaidah.
Pertempuran pun Pecah
Setelah pasukan kaum muslimin dan pasukan kafir menyelesaikan duel. Akhirnya pada hari Jum’at tanggal 17 Romadlon tahun kedua Hijrah pecahlah pertempuran antara kaum Muslimin dengan kaum musyrikin. Rosululloh [saw] meluruskan barisan para Sahabat [ranhum] dengan menggunakan anak panah yang tumpul, setelah itu beliau kembali ke kemahnya ditemani Abu Bakar [ranhu] dan Rosululloh [saw] bermunajat pada Alloh [swt] seraya berkata dalam do’anya ”Yaa Alloh... jika engkau membinasakan kelompok ini, engkau tidak akan disembah”, kemudian Rosululloh keluar dari kemahnya menuju para pasukannya dan memompa semangat mereka dengan mengatakan ”Demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman tangan-Nya, pada hari ini tidak ada seorang pun yang memerangi mereka dengan sabar, mengharap ridlo Alloh dan maju tanpa mundur, melainkan Alloh memasukkannya ke dalam Jannah.”
Rosululloh [saw] mengawali pertempuran dahsyat itu dengan mengambil segenggam kerikil kemudian dilemparkannya ke arah wajah-wajah orang musyrik seraya berkata ”Syaahatil Wujuuh, (hancurlah wajah-wajah mereka)” kemudian meniupkannya ke arah mereka sehingga menimpa semua mata pasukan Musyrik. Alloh mendukung pasukan kaum muslimin dengan mengirim bala bantuan malaikat.
Selama Perang Badar berlangsung terjadi satu pergolakan antara ikatan emosional dengan akidah yang diperjuangkan selama ini. Tidak sedikit kaum muslimin demikian pula Rosululloh [saw] yang harus mendapati keluarga mereka berada di tengah barisan kaum musyrikin.
Akhirnya peperangan dimenangkan oleh kaum muslimin dengan kemenangan yang besar. Dari pihak kaum musyrikin terbuhuh 70 orang, sedangkan dari pihak kaum muslimin 14 orang yang Insya Alloh Syahid. Mayat-mayat kaum musyrikin yang terbunuh dalam peperangan ini dilemparkan ke dalam sumur tua di Badar. Ketika mayat-mayat itu dilemparkan ke dalamnya, Rosululloh [saw] berdiri di mulut sumur itu seraya memanggil nama-nama mereka berikut nama bapak mereka seraya berkata “Apakah kalian telah berbahagia karena menta’ati Alloh [swt] dan Rosu–Nya?…Apakah kalian juga telah menyaksikan kebenaran yang dijanjikan Alloh kepada kalian?”
Mendengar hal itu maka Umar [ranhu] bertanya: “Ya Rosululloh, mengapa anda mengajak bicara jasad yang sudah tidak bernyawa?” Beliau menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, kalian tidak lebih mendengar perkataanku daripada mereka!” (HR. Bukhori Muslim)
Masalah Tawanan Perang
Setelah berhasil melumpuhkan musuh, Rosululloh [saw] pun memintapendapat tentang masalah tawanan. Abu Bakar [ranhu] mengusulkan agar Rosul membebaskan tawanan tersebut dengan cara mengambil tebusan dari mereka, sehingga harta tebusan itu bisa digunakan untuk memperkuat perekonomian kaum muslimin, dan berharap agar mereka mendapat hidayah dari Alloh. Sementara Umar berpendapat agar semua tawanan itu dibunuh tanpa terkecuali dikarenakan mereka adalah gembong dan tokoh kekafiran. Namun Rosululloh lebih cenderung dengan pendapat Abu Bakar. Akan tetapi Alloh segera menurunkan ayat sebagai teguran atas kebijakan beliau. Seharusnya Rosululloh mendukung pendapat Umar bin Khottob, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat al-Anfal ayat 67-69. (HR. Muslim)
Faidah Siroh
- Dialog Rosululloh [saw] dengan Habbab bin Mundzir tentang penempatan pasukan perang menunjukan bahwa tindakan Rosululloh [saw] tidak semuanya bersifat tasyri’ (penetapan syari’at)
- Perang badar merupakan salah satu mu’jizat terbesar, yakni dengan turunnya bala bantuan dari Malaikat yang diturunkan langsung oleh Alloh [swt] sebagai kabar gembira dan jawaban dari doa yang dipanjatkan oleh Rosululloh, sehingga pada hakikatnya kemenangan ini adalah berasal dari Alloh, bukan dikarenakan malaikat semata. Hal ini bisa dilihat dalam surat al-Anfal[8]: 10
- Dialog Rosululloh [saw] kepada mayat-mayat kafir dalam perang badar menunjukan adanya kehidupan barzakh bagi orang mati yang harus kita imani. Dan berdialog dengan orang mati serta kemampuan mengetahui kondisi ruh orang mati itu hanya khusus bagi Rosululloh , sehingga Umar bin Khottob [rahu] sampai terheran-heran dan bertanya “Ya Rosululloh , mengapa anda mengajak bicara jasad yang sudah tidak bernyawa?
-
Dalam menyikapi tawanan perang terdapat sebuah peristiwa yang menunjukan bahwa Rosululloh [saw] memiliki hak ijtihad, dan ijtihad Rosul adalah seperti manusia lainnya, bisa benar dan bisa salah. Namun ijtihad Rosul [saw] tidak akan berkepanjangan karena jika salah maka Alloh [swt] segera menegurnya dan menurunkan wahyu untuk mengoreksi. Hal inipun pernah terjadi ketika Rosululloh berpaling saat Ibnu Ummi Maktum [ranhum] yang ingin meminta nasihat, sehingga turunlah teguran Alloh berupa surat ‘Abasa. Ini merupakan salah satu kema’shuman Rosululloh, sehingga tidak ada keputusan hukum syari’at yang ditetapkan Rosululloh, melainkan atas petunjuk wahyu.