“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh.” (Qs. Al Ahzab [33]: 72).
Saudaraku kaum Muslimin yang mulia…
Tahukan kalian, amanah apakah yangtelah diemban manusia itu?
Menurut Abul `Aliyah rohimahullohamanah di ayat ini berarti “perintah Alloh subhanahu wa ta’ala untuk menta`ati-Nya dan larangan untuk ma`siat kepada-Nya”. Sedangkan Ibnu `Abbas rodhiallohu ‘anhu, Mujahid rohimahulloh, Hasan rohimahulloh dan Ibnu Zubeir rohimahulloh mengartikan amanah de-ngan “undang-undang dan hukum yang Alloh wajibkan untuk hamba-hamba-Nya”. (an-Nukat wal Uyun: 3: 396).
Intinya menurut para ahli tafsir yang mulia,amanah itu adalah “pengabdian kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dengan mendirikan agama-Nya dan tugas kekhilafahan, penguasa bumi yang berperan sebagai penyelenggara tauhid”.
Ini berarti manusia mengemban satu amanahbesar yaitu menunaikan tujuan dari penciptaannya, beribadah hanya kepada Alloh subhanahu wa ta’ala saja serta me-nyandang tugas khilafah, yaitu bertugas menegakkan syari`at tauhid di muka bumi untuk seluruh makhluk-Nya.
Manusia diberi amanah Islam, sirotul mus-taqim yang dibawa oleh para rosul-Nya untuk di-peluk, diyakini, diamalkan, disebarkan dan di-tegakkan untuk semua makhluk bumi.
Manusia bukan bertugas mencari harta benda,bukan bertugas memperbanyak keturunan (walau-pun semua itu adalah sarana penting untuk me-nunaikan tugasnya), tetapi tugasnya adalah “meng-abdi hanya kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dengan mendirikan
tauhid untuk seluruh makhluk-Nya”.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusiamelainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak meng-hendaki mereka memberi Aku makan. Se-sungguhnya Alloh Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56-58)
“Katakanlah: "Sesungguhnya sholatku, praktek-praktek ibadahku, hidupku dan matiku ha-nyalah untuk Alloh subhanahu wa ta’ala, Robb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Alloh)". (QS. Al-An`am [6]: 162-163)
Ibadah berarti “seluruh bentuk perkataan dan perilaku, baik yang tersembunyi di batin maupun yang tampak di zhohir harus berasas pada apa yang dicintai dan diridhoi Alloh subhanahu wa ta’ala”. Praktek-paktek gerak dan diam manusia yang tam-pak maupun tersembunyi harus untuk Alloh subhanahu wa ta’ala danberasas hukum-hukum-Nya. Undang-undang dasarkehidupan manusia, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kolektif komunal haruslah wahyu, al-Qur`an dan Sunnah Rosul-Nya. Loyali-tasdan anti loyalitasnya pun harus diasaskan pada kecintaan dan kebencian Alloh subhanahu wa ta’ala yang tertuangdalam wahyu tuntunan-Nya.
Setelah dituntut beriman, manusia-manusiaberiman itu diperintahkan menegakkan tauhid dan syari`at-Nya serta berda`wah dan berjihad untuk memasukkan umat manusia ke dalam agama Alloh subhanahu wa ta’ala, juga untuk menegakkan syari`ah untuk semua makhluk bumi. Inilah tugas dan tanggung jawab manusia sebagai kholifah di muka bumi.
Amanah Itu Sentral Kebangkitan dan Keterpurukan
Saat menceritakan tawaran amanah kepadaAdam ‘alaihissalam yang tidak mampu dipikul oleh langit, bumi dan gunung-gunung, Ibnu Katsir rohihamulloh mence-ritakan:
“Ali bin Abi Tholhah meriwayatkan bahwa Ibnu `Abbas rodhiallohu ‘anhu berkata: Amanah adalah kewa-jiban dari Alloh subhanahu wa ta’ala yang ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, dimana jika mereka menunaikannya mereka akan diberikan balasan mulia dan jika diabaikan, mereka akan dibalas hina. Merekapun semua tidak siap menerimanyadan khawatir mengabaikannya sebagai tanda pe-ngagungan kepada agama Robbnya. Amanah inipun kemudian disampaikan kepada Adam ‘alaihissalam (dengan semua kandungan dan konsekwensinya), dan Adam ‘alaihissalam menerimanya”. (Tafsir al-Qur`anal-`Azhim, Ibnu Katsir: 6/488).
Riwayat ini sangat tegas menggambarkan bahwa amanah (ibadah dan khilafah) adalah porossentral kebangkitan dan keterpurukan manusia, baikindividual maupun komunal kebangsaan di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala, bukan ekonomi atau ilmu penge-tahuan alam dan teknologi seperti propagandakaum sekuler atau pengamat Muslim pecinta dunia.
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan Alloh subhanahu wa ta’ala telah membuat suatu perumpa-maan (dengan) sebuah negeri yang dahulunyaaman lagi tenteram, rezkinya datang kepa-danya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Alloh subhanahu wa ta’ala; karena itu Alloh subhanahu wa ta’ala merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ke-takutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl [16]: 112)
Menurut para ulama tafsir, negeri yang di-maksud dalam ayat ini adalah Makkah. Apa yangterjadi saat penduduk Makkah mengingkari nik-mat – nikmat Alloh subhanahu wa ta’ala, yaitu dengan mendustakan ajaran dan tuntunan Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam? Negeri yang pada awalnya penuh ketentraman dan kedamaian,saat itu berubah menjadi bencana dan petaka, penuh kemiskinan dan keterpurukan.
Keterpurukan ruhani yang melanda Makkahsaat itulah yang mengakibatkan keterpurukan duniawi, kelaparan dan ketakutan yang amat kelam.
Pandangan ini tercermin pada keyakinan dari seorang sohabat yang mulia, Ja`far bin Abi Tholib rodhiallohu ‘anhusaat menerangkan keadaan mereka kepada Raja Habasyah (Ethiopia):
“Wahai tuan Raja… Dahulu, kami adalah bangsa jahiliyyah. Kami menyembah patung ber-hala, memakan bangkai, berbuat keji hina, me-mutus hubungan rahim, berbuat buruk kepada tetangga dan si kuat menindas si lemah. Di saat kondisi seperti itulah Alloh subhanahu wa ta’ala mengutus Rosul-Nya kepada kami yang sangat kami kenal keturunan, kejujuran, amanah dan kebersihannya. Dia seru kami untuk beribadah hanya kepada Alloh subhanahu wa ta’ala dan mengabdi-Nya, meninggalkan patung-patung berhala batu, dan lainnya, serta jujur dalam ber-kata, menunaikan amanah, silaturrahmi, terlarang menumpahkan darah haram, melarang kekejian, berkata kotor, makan harta anak yatim, dan lain-nya…” (ar-Rohiqul Makhtum: 84). Betapa indah dan kokohnya keyakinan Anda wahai sohabat yang mulia… Rodiyallohu `anhu (Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala meridhoinya)…
Di mata orang-orang yang bertauhid terdapatkonsep “Penunaian amanah adalah sentral ke–bangkitan,dan pengabaian amanah adalah sen–tral keterpurukan umat manusia”.
Renungkanlah…!!!
Dan berbenahlah untuk bangkit…!!!