Kaidah-Kaidah Penting untuk Pahami Asma dan Sifat Alloh

24 Feb 2014Redaksi Aqidah

Asmaul Husna  Kewajiban kita terhadap nash-nash al-Qur’an dan as-sunnah yang membahas tentang asma’ dan sifat Alloh.

Dalam memahami nash-nash al-aur’an dan as-Sunnah kita wajib untuk menetapkan maknanya apa adanya, berdasar zhohir nash dan tidak memalingkannya ke makna yang lain. Karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) menurunkan al-Qur’an dengan bahasa Arab, yang bahasa tersebut sudah jelas. Disamping itu, Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) juga berbicara dengan bahasa Arab, sehingga wajib bagi kita menetapkan makna kalam Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dan perkataan Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) sesuai dengan apa yang ditunjukkan secara makna bahasa tersebut. Merubahnya dari makna zhohir merupakan perbuatan terlarang, karena ini termasuk berkata tentang Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tanpa dasar ilmu. Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman,

“Katakanlah: ‘Robbku mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Alloh dengan sesuatu yang Alloh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan mengatakan tentang Alloh apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf [7]: 33)

Secara zhohir, ayat ini menunjukkan bahwa Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) mempunyai dua tangan yang hakiki. Maka wajib menetapkan dua tangan Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tersebut. Jika ada orang yang mengatakan kedua tangan tersebut maksudnya kekuatan, maka kita katakan: ini termasuk memalingkan makna Al-Qur’an dari zhohirnya. Kita tidak boleh berkata demikian karena ini berati kita berkomentar tentang Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tanpa dasar ilmu yang benar.

Kaidah dalam Asma’-Asma’ Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) seluruhnya husna (paling baik)

Dalam kebaikan Alloh lah yang paling tinggi karena nama Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) mengandung sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dari segala sisi.

Sebagaimana Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman:

 “Dan bagi Alloh asma’ul husna” (QS. Al-A’raf [7]: 180)

Contoh:
Ar-Rahman adalah salah satu nama dari nama-nama Alloh, menunjukkan atas sifat yang agung yaitu memiliki rahmat yang luas.

 Nama Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tidak dapat ditetapkan berdasarkan akal tetapi harus dengan dalil yang syar’i

Nama Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) adalah tauqifiyah, yaitu harus ditetapkan berdasarkan dalil syari’at, tidak boleh menambahnya dan tidak boleh menguranginya karena akal tidak mungkin mencapai semua yang menjadi hak Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dari nama-nama-Nya. Maka dalam hal ini kita wajib untuk mencukupkan diri dengan dalil syar’i. Hal ini karena menamai Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dengan nama yang tidak Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) namakan diri-Nya dengan nama tersebut atau mengingkari nama yang Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) menamai diri-Nya dengan nama tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) . Kita wajib mempunyai adab yang baik kepada Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) .

Seluruh nama dari nama-nama Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) menunjukkan atas Dzat Alloh, sifat yang terkandung di dalam nama tersebut, dan adanya pengaruh yang dihasilkan jika nama tersebut adalah nama yang muta’adi (membutuhkan objek)

Dan tidak sempurna iman seseorang terhadap asma dan sifat Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) kecuali dengan menetapkan semua hal tersebut.

Kaidah dalam memahami sifat – sifat Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) seluruhnya tinggi, sempurna, mengandung pujian, dan tidak ada kekurangan dari sisi mana pun

Seperti Al-Hayah (hidup), Al-Ilmu (mengetahui), Al-Qudroh (kehendak), As Sama (mendengar), Al-Bashar (melihat), Al-HikmahAr-RahmahAl-Uluw (tinggi), dan lain-lian. Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berfirman:

 “Dan Alloh mempunyai sifat yang maha tinggi”  (Qs. An-Nahl [16]: 60)

Karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) adalah Robb yang maha sempurna, maka sifat-Nya harus sempurna.

Jika suatu sifat menunjukkan kekurangan dan bukan kesempurnaan sama sekali maka mustahil sifat itu dimiliki Alloh, seperti Al-Maut (mati), Al-Jahl (bodoh), Al-Ajs (lemah), As-Samam (tuli), Al-‘Ama (buta), dan lain-lain.

Oleh karena itu, Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) membantah orang yang mensifati diri-Nya dengan kekurangan dan mensucikan diri-Nya dari kekurangan tersebut. Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tidak mungkin mempunyai kekurangan karena hal itu akan mengurangi keberadaan-Nya sebagai Robb semesta alam.

Sifat Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) terbagi menjadi dua, yaitu tsubutiyah dan salbiyah

Tsubutiyah yaitu sifat yang ditetapkan Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) untuk diri-Nya seperti Al HayahAl-Alim, Al-Qudrah. Sifat ini wajib kita tetapkan pada Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) sesuai dengan keagungan-Nya karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) sendiri menetapkan sifat tersebut untuk diri-Nya dan Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) lebih mengetahui tentang sifat diri-Nya.

Salbiyah yaitu sifat yang Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) nafikan (tiadakan) untuk diri-Nya seperti dzolim. Sifat ini wajib kita nafikan pada Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) telah menafikan sifat tersebut pada diri-Nya. Dan kita wajib untuk menetapkan pada Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) sifat yang merupakan lawannya yaitu sifat yang menunjukkan sifat kesempurnaan. Penafian tidak sempurna tanpa menetapkan kebalikannya.

Contohnya, sebagaimana Firman Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) :

“Dan Robbmu tidak menganiaya seorang jua pun.” (QS. Al-Kahfi [18]: 49)

Kita wajib menafikan sifat dzolim dari Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) disertai dengan keyakinan menetapkan sifat adil bagi Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) yang mana sifat adil tersebut dalam bentuk yang sempurna.

Sifat tsubutiyah terbagi menjadi dua, yaitu sifat dzatiyah dan sifat fi’liyah

Sifat dzatiyah yaitu sifat yang terus-menerus ada (selalu melekat) pada diri Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) seperti sifat As-SamaAl-Bashar.

Sifat fi’liyah yaitu sifat yang terikat dengan kehendak Alloh. Jika Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) menghendaki, maka Dia melakukannya dan jika Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) tidak menghendaki, maka Dia tidak melakukannya. Contohnya sifat istiwa’  (bersemayam) di atas arsy, sifat maji’ (datang)

Dan ada beberapa sifat yang termasuk sifat dzatiyah sekaligus fi’liyah jika dilihat dari dua sisi. Contohnya sifat kalam (berbicara). Dilihat dari sisi asalnya sifat tersebut merupakan sifat dzatiyah karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) senantiasa berbicara. Tetapi jika dilihat dari sisi lain, kalam merupakan sifat fi’liyah karena Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) berbicara tergantung pada kehendak-Nya. Dia berbicara kapan dan bagaimana Dia kehendaki.

Wallohu a’alam bishowab. (Red-HASMI/grms/Muhammad Sujud A.Md)