Jahil, Perangkap Setan yang Jitu

“Kebodohan itu sebab kesesatan makhluk secara keseluruan

Dan sebab semua kesengsaraan dan kezhaliman mereka

Dan Ilmu itu sebab petunjuk mereka bersama kebahagiaan mereka

Maka tiada kesesatan dan kesengsaraan bagi orang berilmu

Dan ketakutan itu akibat dari kebodohan dan kesedihan panjang juga karenanya

Dan dari orang berilmu dua hal itu terhilangkan, maka berpegang teguhlah”

(al-Hafizh al-Hakami)

Datangnya Risalah Tarbiyah Robbaniyah

Sebelum Rosululloh [saw] datang membawa risalah tarbiyah robbaniyahnya, masyarakat Arab dikenal sebagai masyarakat jahiliyah atau bodoh. Tetapi, bukan berarti masyarakat Arab orangnya bodoh-bodoh, kucel, urakan, tak mengenal baca tulis sehingga layak memandang gelar masyarakat tak beradab. Bukan..!! Buktinya mereka sudah mengenal jenis perdagangan, politik, hingga jika ada seorang sastrawan arab mengumandangkan syairnya, maka jangan harap ada yang mampu mengalahkannya. Ternyata bodoh bukan berarti bermakna tidak mengenal intelektual.

Ibnu Mansur dalam karyanya “Lisanul Arob” membagi kejahilan dalam dua macam, yaitu kejahilan yang ringan dan kejahilan yang berat. Kedua kejahilan itulah yang sesungguhnya menjadi sumber penyebab kesalahan, penyimpangan, kesesatan dan juga kejahatan manusia di muka bumi ini.

Kejahilan Ringan

Yaitu kurangnya ilmu tentang sesuatu yang seharusnya diketahui. Mereka belum memperoleh informasi tentang kebenaran (al-Haq) sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan apa yang mereka ketahui sebagai suatu kebenaran. Contoh riil di zaman Rosululloh  dalam kasus ini adalah seorang Badui (Arab Gunung) yang kencing didalam masjid Rosululloh [saw]. Menyaksikan hal itu, Umar [ranhu] marah dan bermaksud memukul serta mengusir Si Badui tersebut. Tetapi Rosululloh [saw] mencegahnya dan meminta para sahabat beliau untuk mengambil air di ember kemudian menyiramnya hingga bersih.

Kejahilan Berat

Yaitu keyakinan yang salah dan bertentangan dengan kenyataan atau realitas. Mereka meyakini sesuatu yang berbeda dengan sesuatu itu sendiri. Mereka melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda dengan yang seharusnya. Padahal telah sampai kepada mereka informasi tentang kebenaran (al-Haq) dengan hujjah yang meyakinkan dan dari sumber-sumber yang terpercaya. Kepada mereka juga telah datang para Nabi utusan Alloh [swt] serta para penyeru ke jalan Alloh [swt] yang lurus, tetapi mereka berpaling.

Suatu hari al-Walid bertemu dengan Abu Bakar [ranhu] dan bertanya kepadanya tentang al-Qur’an. Setelah Abu Bakar [ranhu] menjelaskan, dia berkata, “Sungguh menakjubkan apa yang dikatakan oleh Muhammad. Demi Alloh, apa yang dikemukakannya itu bukan syair, bukan sihir, dan bukan pula ocehan orang gila. Apa yang diucapkannya itu benar-benar merupakan firman Alloh.”

Ketika sekelompok orang Quroisy mendengar ucapan al-Walid, mereka berdiskusi lalu berkata, “Al-Walid adalah salah seorang tokoh kita. Kalau dia masuk Islam, maka akan masuk Islamlah seluruh kaum Quroisy!”.

Abu Jahal bin Hisyam merasa panas ketika mendengar hal itu. Kemudian dia mendatangi al-Walid untuk bertanya tentang ucapan yang telah dia katakan itu. Setelah ditanya apakah dia telah masuk Islam atau tidak, al-Walid menjawab, “Beri aku waktu untuk memikirkannya”.

Kemudian, setelah beberapa waktu, akhirnya al-Walid berkata lagi, “Tidaklah al-Qur’an ini melainkan sihir yang dipelajarinya dari orang lain.” [ad-Durul Mantsur, VI:282]

Nah bisa kita lihat, dalam kasus pertama, Si Badui yang kencing di dalam masjid oleh Rosululloh [saw] dianggap sebagai kejahilan kecil saja, karena dilakukan oleh orang awam disebabkan ketidak tahuannya tentang ajaran Islam. Karena itulah ketika Umar [ranhu] bermaksud menggunakan kekerasan untuk menyelesaikannya, Rosululloh [saw] mencegahnya. Kejahilan seperti inidapat ditolelir. Kelak Si Badui yang jahil itu akan berubah juga setelah diberikan penjelasan atau diberi contoh yang benar.

 “Sesunggunya taubat di sisi Alloh adalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejelekan lantaran kejahilan.” (QS. an-Nisa’ [4]: 17)

Sedangkan kejahilan kedua, yang dilakukan oleh para cendikiawan dan pembesar Quroisy ini merupakan kejahilan besar yang tidak dapat ditolelir. Mereka bukan orang-orang awam yang bodoh, bahkan sesungguhnya mereka orang-orang yang cerdas dan mampu memahami yang benar dari yang salah. Merekapun tahu bahwa sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kebenaran dari Alloh [swt], bukan kata-kata Muhammad [saw]; tetapi mereka berpaling dan mengingkarinya. Bahkan mereka mempengaruhi orang lain untuk mengingkarinya, dengan berbagai hujjah yang mereka buat-buat. Mereka sesungguhnya tahu kebenaran tapi tidak mau mengakuinya, mereka orang-orang sesat dan menyesatkan. Maka kelompok yang kedua ini tidak dapat dimaafkan oleh Alloh [swt], sehingga diabadikan pengingkaran serta kesombongan mereka dalam al-Qur’an, sebagai pelajaran bagi ummat setelahnya.

“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yangditetapkannya).Maka celakalah dia!Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian celakalah dia!Bagaimanakah dia menetapkan? Kemudian diamemikirkan. Sesudah itu diabermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) danmenyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(al Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia“. (QS. al-Mudatstsir [74]: 18-25)

Problema yang dihadapi oleh umat Islam hari ini sesungguhnya juga tidak terlepas dari dua model kejahilan ini. Di satu sisi masih banyak kita temukan umat Islam yang kurang memahami ajaran Islam, sehingga mereka melakukan hal-hal yang dilarang serta meninggalkan yang diperintahkan. Atau melakukan hal-hal yang mereka sangka sebagai ajaran Islam padahal bukan. Seperti: maraknya kesyirikan, khurofat serta amalan-amalan bid’ah dan sejenisnya.

Disisi lain dewasa ini juga tidak sedikit yang termasuk dalam kategori kaum cendikiawan yang mempelajari Islam, tetapi mereka memiliki pemikiran yang menyimpang dari prinsip-prinsip Islam yang telah disepakati oleh salafus sholih dan ulama-ulama Islam. Dan yang lebih memprihatinkan lagi merekalah yang menggugat kebenaran Islam.

Bukan hal baru jika belakangan ini orang-orang mengaku doktor, profesor-bahkan kebanyakan dari IAIN-datang membawa pikiran-pikiran aneh dan menyesatkan umatnya.Meski mereka mengaku dari kampus-kampus Islam, mereka tak segan-segan mengugat kebenaran al-Qur’an dan al-Hadits, mereka anggap Rosululloh [saw] seperti manusia pada umumnya -seolah-olah sama dengan dirinya-. Mereka mengembangkan logika berfikir menyesatkan. Seolah semua agama sama dan semua agama bisa masuk surga. Inilah kejahilan modern yang sangat membahayakan bagi masa depan Aqidah generasi Muslim.

Meski kedua bentuk kejahilan di atas sama-sama membuat kerusakan, namun kejahilan paling berbahaya adalah kejahilan yang dilakukan oleh orang-orang cerdik-pandai dan penguasa. Sebab kejahilan itu akan menciptakan kerusakan yang jauh lebih dahsyat bagi keimanan, kehidupan dan kemanusiaan. Wallohu a’lam.

(Red-HASMI)

Check Also

IMRAN BIN HUSHAIN/Seperti Malaikat

IMRAN BIN HUSHAIN Seperti Malaikat   Pada tahun Perang Khaibar, ia datang kepada Rasulullah ﷺ …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *