Sakinah, mawaddah dan rahmah adalah asas dan tujuan disyariatkannya pernikahan dan pembentukan rumah tangga. Tentunya, hal ini merupakan idaman dan dambaan bagi setiap pasangan suami istri ketika mengarungi bahtera rumah tangga.
Alloh [swt] berfirman;
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang.” (QS. ar-Rum [30] :21)
Perceraian adalah satu perkara yang memiliki konsekwensi jauh ke depan. Tidak hanya bagi suami istri itu sendiri, akan tetapi juga menyangkut hak anak dan keluarga kedua belah pihak. Oleh karena itu, selayaknyalah bagi suami istri untuk bersikap hati-hati dan bijaksana ketika menghadapi prahara besar yang mengancam kelanggengan dan keutuhan rumah tangga.
Pembahasan seputar tholak (perceraian) sangat dibutuhkan oleh pasangan suami istri atau bagi kaum Muslimin secara umum. Dengan mempelajari hal tersebut, seorang akan mengetahui tata cara perceraian yang dibenarkan oleh ajaran Islam.
Pengertian tholak (perceraian)
Tholak secara bahasa adalah memutuskan ikatan tali pernikahan. Diambil dari kata “ithlaq” yang artinya adalah melepaskan dan meninggalkan. Secara istilah tholak artinya adalah memutuskan ikatan tali perkawinan.
Hukum tholak
Tholak menurut pandangan hukum Islam mempunyai lima hukum yaitu;
1. Wajib
Ketika dalam hubungan berumah tangga, pasangan suami istri sering bertikai. Kemudian seorang hakim mengutus dua orang juru damai dari kedua belah pihak untuk mendamaikan keadaan keduanya. Namun, setelah juru damai melihat keadaan keduanya, mereka berpendapat bahwa perceraian adalah jalan terbaik bagi keduanya. Maka, ketika itu suami wajib menceraikan istrinya.
2. Sunnah
Ketika istri lalai melaksanakan hak-hak Alloh, seperti sholat, puasa, menutup aurat dan sebagainya, sedangkan ia tidak mungkin dipaksa atau sang suami tersebut tidak bisa memperbaiki keadaannya.
3. Mubah
Ketika tholak dibutuhkan, seperti jika istri berakhlak buruk dan pergaulannya terhadap suami, bahkan mendatangkan mudhorot serta maksud atau tujuan menikah tidak tercapai sama sekali. Hal ini berkaitan dengan sikap nusyuz (kedurhakaan) seorang istri terhadap suami.
4. Makruh
Apabila dilakukan tanpa sebab, dan suasana (hubungan) antara suami istri adalah baik dan harmonis. Dari ‘Amr bin Dinar , ia berkata, “Ibnu Umar [ranhuma] menceraikan istrinya lalu istrinya berkata, “Apakah kau melihat sesuatu yang buruk pada diriku”? Ibnu Umar hmenjawab, “Tidak” lalu istrinya berkata, lalu kenapa engkau menceraikan istri yang baik dan sholihah?” Kemudian Ibnu Umar meminta istrinya kembali kepadanya.” (HR. Sa’id bin Manshur dengan sanad shahih)
Tholak tanpa sebab makruh karena merupakan perbuatan yang menyenangkan hati setan. Dari Jabir [ranhu], ia berkata, Rosululloh [saw] bersabda,
“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air, kemudian mengutus pasukannya, maka yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang paling besar menimbulkan cobaan. Salah seorang dari pasukan iblis berkata, “Saya telah berbuat ini dan itu.” Iblis berkata, kamu tidak berbuat apa-apa.” Kemudian yang lain datang seraya berkata, “Saya tidak meninggalkannya hingga saya berhasil memisahkannya dari istrinya.” Kemudian iblis mendekatkannya kepada dirinya dan berkata, “Kamu benar-benar hebat.”(HR. Muslim)
5. Haram
Ketika suami menceraikan istrinya yang sedang haidh atau suami menceraikan istrinya pada saat suci setelah digauli. Menurut para ulama ini termasuk tholak bid’ah.
Lafazh Tholak
Lafazh tholak ada dua,yaitu:
1. Shorihah (jelas)
Yaitu perkataan yang ketika diucapkan akan dipahami secara langsung yang berarti tholak dan tidak ada makna lain selain itu. Misalnya perkataan suami: “Kamu saya cerai”, atau “Saya menceraikan kamu”, atau “Kamu telah tertholak”, dan semisalnya. Apabila lafazh-lafazh ini keluar dari mulut seorang suami, maka jatuhlah tholak bagi sang istri, baik perkataan itu disertai dengan niat tholak atau tidak, dilakukan dengan serius atau bercanda.
2. Kinayah
Yaitu lafazh yang maknanya bisa diartikan tholak atau selainnya. Misalnya perkataan suami, “Saya melepas kamu”, atau “Kamu saya lepas”, atau “Saya meninggalkan kamu”, atau “Kamu saya tinggalkan”, atau “Kamu pulang saja ke orang tuamu. “ Apabila lafazh-lafazh ini keluar dari mulut seorang suami disertai niat tholak, maka jatuhlah tholak bagi sang istri. Namun jika tidak disertai dengan niat, maka tidak jatuh tholak.
Rosululloh [saw] pernah mengungkapkan lafazh kinayah (kembalilah kepada keluargamu) kepada salah satu istri beliau yang dimaksudkan perceraian.
“Bahwa tatkala putri al-Jaun dimasukkan ke kamar (pengantin) Rosululloh dan beliau mendekatinya, ia berkata, ‘Aku berlindung kepada Alloh darimu.’ Maka beliau bersabda, ‘Sungguh engkau telah berlindung kepada Yang Maha Agung, kembalilah kepada keluargamu.’” (HR. Bukhori dan an-Nasa’i)
Pada kisah panjang tentang kisah taubat Ka’ab bin Malik yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim disebutkan bahwa beliau diperintah Rosululloh [saw] melalui seorang utusan agar menjauhi istrinya. Lalu beliau bertanya, “Apakah aku harus menceraikannya atau bagaimana?” Utusan itu menjawab, “Tidak, tetapi hindarilah dia, dan jangan dekat-dekat dengannya.”
Ka’ab bin Malik ketika mendengar perintah dari Rosululloh agar menjauhi istrinya dipahami sebagai kinayah. Oleh sebab itu ia meminta penjelasan apakah dimaksudkan untuk menceraikan atau tidak. Ternyata, lafazh ini mengandung arti menjauhi dan tidak mendekatinya bukan perintah menceraikan.
3. Tholak tiga dijatuhkan sekaligus
Yang dimaksud tholak tiga dijatuhkan sekaligus adalah apabila suami berkata kepada istrinya, “Engkau ditholak (dicerai) tiga”, atau “ “Engkau ditholak, Engkau ditholak, Engkau ditholak” atau “Aku mentholak (menceraikan) engkau tiga sekaligus” atau “Aku mentholak (mencerai) engkau, aku mentholak engkau, aku mentholak engkau.”
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini dengan perbedaan yang mencolok dan beragam. Jumhur ulama di antaranya empat imam dan jumhur sahabat serta tabi’in menyatakan terjadinya tholak tiga satu perkataan seperti “Engkau ditholak tiga”, atau “ Engkau ditholak, engkau ditholak, engkau ditholak”.
Mereka juga berhujjah dengan hadits yang disebutkan di dalam Shohih Bukhori dari Aisyah , bahwa ada seorang laki-laki yang menjatuhkan tholak tiga kepada istrinya, lalu dia menikah lagi dengan lelaki lain, lalu dia ditholak oleh suami kedua. Rosululloh ditanya,”Apakah wanita itu dihalakan bagi suami pertama?”, Beliau menjawab ”Tidak, sehingga suami kedua berjima’ dengannya seperti yang dilakukan suami pertama”
Sekiranya tidak terjadi tholak tiga, tentunya beliau tidak melarang wanita itu ruju’ ke suami pertama kecuali setelah suami kedua berjima’ dengannya.
Demikianlah pembahasan singkat tentang tholak. Semoga kaum Muslimin yang diuji dengan kasus perceraian bisa melaksanakan perceraian sesuai tuntunan Nabi Muhammad .
(Red-HASMI)